Sabtu, 27 Juni 2009

Menyusun Peraturan Desa Yang Baik

Menyusun Peraturan Desa Yang Baik

Supermasi Hukum akan sulit diwujudkan apabila hukum / peraturanya sendiri tidak baik. Dalam rangka mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Desa Yang Baik dimana salah satu pilarnya adalah adanya supermasi hukum maka di tinkat desa harus dibuat peraturan perundang-undangan ( peraturan desa ) yang baik. Untuk dapat membuat Perturan Desa yang baik setidaknya ada beberapa hal di bawah ini yang harus diperhatikan :
Asas Perundang Undangan
1. Undang-Undang tidak berlaku surut
2. Undang-Undang yang berlaku kemudian membatalkan UU yang terdahulu.
3. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
4. Undang-Undang yang bersifat khusus mengesampingkan UU yang bersifat umum.
Asas Pembentukan Peraturan Perundang Undangan
1. kejelasan tujuan;
2. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
3. kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
4. dapat dilaksanakan;
5. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
6. kejelasan rumusan; dan
7. keterbukaan.
Tujuan Pembuatan Peraturan Desa
1. melindungi dan memperluas ruang otonomi desa,
2. membatasi kekuasaan (kewenangan dan intervensi) pemerintah daerah dan pusat, serta melindungi hak-hak prakarsa masyarakat desa,
3. menjamin kebebasan masyarakat desa,
4. melindungi dan membela kelompok yang lemah di desa,
5. menjamin partisipasi masyarakat desa dalam proses pengambilan keputusan antara lain, dengan memastikan bahwa masyarakat desa terwakili kepentingannya dalam Badan Permusyawaratan Desa
6. memfasilitasi perbaikan dan pengembangan
Materi Peraturan Desa
1. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
2. Pembangunan desa,
3. Pemberdayaan masyarakat,
4. Penjabaran lebih lanjut dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Syarat Perdes yang baik
1. Berlaku secara yuridis yakni apabila peraturan tersebut disusun sesuai dengan prosedur atau tatacara pembentukan peraturan yang berlaku
2. Berlaku secara filosofis yakni apabila isi peraturan tersebut sesuai dengan nilai-nilai tertinggi yang berlaku dan dihormati didalam masyarakat tersebut ;
3. Berlaku secara sosiologis yakni apabila isi peraturan tersebut sesuai dengan aspirasi dan nilai-nilai yang hidupdidalam masyarakat tersebut.
Pentingnya Penyusunan Perdes Secara Partisipatif
1. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik diperlukan dukungan seperangkat peraturan desa yang bisa mengarahkan penyelenggara pemerintahan desa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa.
2. Untuk mengubah perilaku penyelenggara pemerintah desa ke arah perilaku yang berpihak kepada rakyat di suatu desa, maka penyusunan instrumen hukum berupa peraturan desa haruslah dilakukan secara partisipatif, dengan melibatkan semua unsur yang ada dalam masyarakat dan dilakukan secara terbuka.
3. Dengan penyusunan perdes yang partisipatif ini, peluang pemerintahan desa untuk menggunakan perdes sebagai alat politik dalam rangka memperjuangkan kepentingan pribadinya dapat diminimalisir.
4. Partisipasi dapat digunakan sebagai instrumen pembatasan kekuasaan pemerintahan desa dan sebagai mekanisme kontrol sosial bagi pemerintahan desa dalam penyusunan perdes yang berdampak pada masyarakat.

Menyusun RPJMDes dan RKP Desa

Dalam upaya mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Desa Yang Baik, Pemerintahan Desa dituntut untuk mempunyai Visi dan Misi yang baik atau lebih jelasnya Pemerintahan Desa harus memiliki perencanaan strategis yang baik. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam Peraturan pemerintah No 72 Tahun 2005 Tentang Desa pada pasal 64 ayat (1) disebutkan bahwa perencanaan desa dibuat secara berjangka yang meliputi :
a. Rencana pembangunan jangka menengah desa yang selanjutnya disebut RPJMD untuk jangka waktu lima tahun
b. Rencana Kerja pembangunan desa, selanjutnya disebut RKP desa merupakan penjabaran dari RPJMD untuk jangka waktu 1 ( satu ) tahun.
Perencanaan desa tersebut tentunya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perencanan Kabupaten yang penyusunanya dilakukan secara transparan, partispatif dan akuntable.

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes)
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disingkat (RPJMDesa) adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang memuat arah kebijakan pembangunan Desa, arah kebijakan keuangan Desa, kebijakan umum, program dan kegiatan pembangunan ditingkat desa. Sedangkan Tujuan dari penyusunan RPJMDes adalah sebagai berikut :
a. mewujudkan perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan keadaan setempat;
b. menciptakan rasa memiliki dan tanggungjawab masyarakat terhadap program pembangunan di desa;
c. memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan di desa; dan
d. menumbuhkembangkan dan mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan di desa.
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa ( PJMDes )
Penyusunan RPJMDes dilakukan berdasarkan tahapan tahapan sebagai berikut :
1. Persiapan
Pada tahap persiapan yang harus dilakukan adalah:
a. Sosialisasi Rencana Penyusunan RPJMDes
b. Pembentukan Tim Penyusun RPJMDes
c. Pembekalan Tim Penyusun RPJMDes
2. Pelaksanaan Penyusunan Rencana
a. Musyawarah Dusun ( Musdus )
Musyawarah dusun adalah wadah bersama antar pelaku pembangunan di tingkat dusun untuk menggali permasalah dan potensi di tingkat dusun. Untuk mengali masalah dan potensi yang ada dapat mengunakan beberapa methodhologi yang yang memang sudah akrab dengan masyarakat desa misalnya PRA. Dalam musyawarah dusun yang adalah tergalinya masalah dan potensi yang berkaitan dengan hak dasar warganegara, kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan.
b. Lokakarya Desa
Lokakarya Desa adalah wadah bersama antar pelaku pembangunan di tingkat Desa untuk membahas hasil musyawah dusun ditingkat desa. Materi yang dibahasdalam Lokakarya adalah sebagai berikut :
b.1. Pengelompokan Masalah dan Potensi Hasil Musyawarah Dusun.
b.2. Menyusun Sejarah Pembangunan Desa
b.3. Menyusun Visi dan Misi Desa
b.4. Membuat Prioritas masalah
b.5. Menentukan Alternatif Tindakan Pemecahan Masalah
b.6. Menyusun Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Desa
b.7. Menyusun Matrik Kegiatan RPJMDes
b.8. Menyusun Draf Nasakah RPJMDes
c. Musyawarah Pembangunan Jangka Menengah Desa ( Musbang RPJMDes )
Musrenbang Jangka Menengah Desa diselenggarakan dalam rangka menyusun RPJMDes diikuti oleh unsur-unsur Pemerintahan Desa dan mengikut sertakan masyarakat. Musyawarah ini dilakukan untuk mendapatkan masaukan dan menyepakati hasil lokakarya desa.
3. Penetapan Rencana
Dalam Peraturan Pemerintah No 72 Pasal 64 ayat (2 ) disebutkan bahwa RPJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan dengan Peraturan Desa. Penetapan Peraturan Desa Tentang RPJMDes tentunya memlalui pembahasan dan dan persetujuan bersama BPD
4. Pemasyarakatan
Dalam Peraturan Pemerintah No 72 Pasal 60 ayat (3) disbutkan bahwa Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) disebarluaskan oleh Pemerintah Desa. Karena RPJMDes merupakan peraturan desa maka pemerintah desa mempunyai kewajiban untuk mensosialisasikannya kepada segenap elemen masyarakat desa

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA ( RKP Desa )
Rencana Kerja Pembangunan Desa yang selanjutnya disingkat (RKP-Desa) adalah dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun merupakan penjabaran dari RPJM-Desa yang memuat rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan yang dimutahirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan RPJM-Desa. Adapun tahapan penyussunan RKP Desa adalah sebagai berikut :
1. Persipan
Pada tahap persipan ini dibentuk Tim Penyusun RKP Desa yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa
2. Penyusunan Rencana
a. Pra musbangdes
Bagi desa desa yang belum mempunyai RPJMDes pada tahapan ini sebaiknya dilakukan musyawarah dusun terlebih dahulu untuk menjaring kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Sedang bagi desa yang telah memunyai RPJMDes pada tahapan ini cukup dengan mengadakan Lokakarya Desa. Materi Lokakarya Desa antara lain :
a.1. Menevaluasi pembangunan tahun sebelumnya.
a.2. Mengidentikasi kegiatan dari RPJMDes
a.3. Mengidentiikasi kegiatan dari kebijakan supra Desa
a.4. Mengidentiikasi kegiatan darurat
a.5. Menyusun Rencana Anggaran dan Biaya.
a.6. Menyusun draf matrik kegiatan RPKP Desa.
b. Musyawarah Pembangunan Desa
Musrenbang Desa adalah forum musyawarah tahunan yang dilaksanakan secara partisipatif oleh para pemangku kepentingan (stakeholders) desa/kelurahan (pihak yang berkepentingan untuk mengatasi permasalahan desa dan pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah) untuk menyepakati rencana kegiatan tahun anggaran berikutnya. Secara garis besar musbanngdes dilakukan untuk mendapat masukan dan menyepaki hasil Lokakarya Desa.
3. Penetapan Rencana
Dalam Peraturan Pemerintah No 72 Pasal 64 ayat (2 ) disebutkan bahwa RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
4. Pengendalian pelaksanaan Rencana
Pada tahapan ini yang dilakukan adalah melakukan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana
5. Evaulasi pelaksanaan rencana
Pengumpulan dan analisi data untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja

Selasa, 23 Juni 2009

SEJARAH DESA GUNUNGMUJL KEC. KUWARASAN

LEGENDA DAN SEJARAH DESA GUNUNGMUJL
KEC. KUWARASAN

Pada jaman dahulu, yaitu sebelun tahun 1926 Desa Gunungmujil Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen, masih dua Desa yaitu Desa Gintungan dan Desa Gunungmujil yang dipimpin dua orang Kepala Desa sebagai berikut :
1. Desa Gintungan dipimpin oleh Madnawi.
2. Desa Gunungmujil dipimpin oleh Ranawijaya.
Selanjutnya pada tahun 1926 Desa Gintungan dan Desa Gunungmujil di blengket atau disatukan menjadi satu yaitu Desa Gunungmujil yang dipimpin oleh Ranawijaya sampai dengan tahun 1942. Selanjutnya perkembangan legenda dan sejarah Desa Gunungmujil adalah sebaga berikut :

TAHUN KEJADIAN YANG BAIK KEJADIAN YANG BURUK
1942 PJS Ronodimejo
1946 Pemilihan Kepala Desa
1965 Huru hara politik
1982 Pembangunan balai desa
PJS Karayawireja congkog
1985 PJS Sanwihajo SEKDES
1989 Pesta Demokrasi
Pembangunan kantor sekretariat
1993 PJS Sanparjo
1994 Pesta Demokrasi ( Sarno )
1997 Serangan hama keong
2002 Pesta Demokrasi (Drs.Adno)
2007 Pesta Demokrasi (Sunarko)

Suber RPJMDes Gunungmujil

SEJARAH DESA KARANGGADUNG KEC. PETANANHAN

LEGENDA DAN SEJARAH DESA KARANGGADUNG
KEC. PETANANHAN
a. Legenda Desa
Pada masa kepemimpinan Kanjeng Susuhunan Sayidin Panotogomo yang memerintah pada tahun 1601 Kerajaan Mataram menguasai wilayah brang wetan dan brang kulon ( bahasa Jawa sebelah barat dan sebelah timur ) diantaranya Kadipaten Pucang Kembar yang dipimpin oleh Hadipati Citro Kusumo , Kadipaten Bulupitu di pimpin oleh Jaka Puring dan Kadipaten Karang Gumelem . Dalam cerita ini yang menjadi lakon adalah sebagian dari wilayah brang kulon .
Pada waktu itu Hadipati Pucang Kembar mempunyai putri yang cantik jelita bernama Dewi Sulastri . Hadipati Bulupitu Raden Jaka Puring terkenal sakti mandraguna tetapi belum punya istri dan dia menderita cacat yaitu bibirnya tebal sebelah ( istilah Jawa mengrot ) dan kakinya pincang , mendengar bahwa di Kadipaten Pucang Kembar ada seorang putri cantik anak dari Hadipati Citro Kusumo maka Jaka puring ingin membuktikan dan bermaksud mempersuntingnya sebagai istri .
Dan setelah Raden Jaka Puring melihat kecantikan Dewi Sulastri ia lalu melamarnya namun belum diterima atau masih ditangguhkan karena Jaka Puring adalah seorang pemuda yang cacat maka ia disuruh menunggu dan dipersilahkan untuk tinggal sementara di Pucang Kembar.
Tidak lama kemudian datanglah seorang pemuda tampan dari Kadipaten Karang Gumelem bernama Raden Jono yang bermaksud hendak melamar pekerjaan di Kadipaten Pucang Kembar sambil mencari saudara kandungnya yang bernama Raden Wiro Kusumo , namun Sang Hadipati Citro Kusumo bingung karena tidak ada pekerjaan untuk Raden Jono bersamaan dengan itu putri Sang Hadipati Citro Kusumo yaitu Dewi Sulastri melihat pemuda tampan itu maka tertarik hatinya dan mengajukan usul kepada Kanjeng Romonya ( bahasa Jawa Ayah ) agar Raden Jono diterima bekerja di Kadipaten Pucang Kembar . Akhirnya Sang Hadipati menerima Raden Jono sebagai juru taman di Kaputren Dewi Sulastri . Karena sering bertemu antara Raden Jono dan Dewi Sulastri saling jatuh cinta ( Pepatah Jawa mengatakan , ” Witeng Tresno Jalaran Soko Kulino ” ).
Sementara dalam penantiannya Raden Jaka Puring sudah jemu menunggu jawaban dari Dewi Sulastri . Ia merasa curiga dengan hubungan Dewi Sulastri dan Raden Jono maka sambil menunggu jawaban dari Dewi Sulastri , Raden Jaka Puring menyuruh Pangeran Usmono Usmani ( adik Dewi Sulastri ) untuk mengawasi gerak-gerik Dewi Sulastri dan Raden Jono . Berdasarkan pengamatannya , Pangeran Usmono Usmani melaporkan bahwa Dewi Sulastri telah menjalin cinta dengan Raden Jono . Mendengar laporan itu Raden Jaka Puring merasa tersinggung dan mengambil kesimpulan bahwa dirinya ditolak karena Dewi Sulastri berpacaran dengan Raden Jono . Jaka Puring marah dan terjadilah perang antara Raden Jono dan Raden Jaka Puring .
Singkat cerita pertempuran yang tidak seimbang itu membuat Raden Jono kalah dan lari mencari perlindungan ke Pesanggrahan Pring Ori ( kelak bernama Desa Ori di wilayah Kecamatan Kuwarasan ) . Raden Jono minta perlindungan pada Kyai Karyadi dan disuruh sembunyi di dalam lumbung dan di tutup pakai kapuk ( kapas ) , tidak lama kemudian Raden Jaka Puring sowan pada Kyai Karyadi dan menanyakan keberadaan Raden Jono namun sang Kyai membohonginya dan mengatakan bahwa Raden Jono tidak berada di pesanggrahan Pringori . Jaka Puring lalu pulang kembali ke Kadipaten Bulu Pitu
Setelah Jaka Puring pergi maka Raden Jono dikeluarkan dari lumbung dan ditanya apa sebabnya Raden Jono dikejar-kejar oleh Raden Jaka Puring . Raden Jono menceritakan pada Kyai bahwa perjalanannya ke Pucang Kembar untuk melamar pekerjaan sambil mencari saudara kandungnya Pangeran Wiro Kusumo setelah tiba di Pucang Kembar diterima sebagai juru taman dan dicintai oleh Dewi Sulastri sementara Raden Jaka Puring yang sedang menunggu jawaban dari Dewi Sulastri atas lamarannya yang sesungguhnya ditolak karena Raden Jaka Puring menderita cacat , namun karena tidak tega untuk mengatakan alasan yang sebenarnya maka lamaran atas Dewi Sulastri hanya ditangguhkan jawabannya dan dipersilahkan untuk tinggal sementara di Kadipaten Pucang Kembar sembari menunggu jawaban dari Dewi Sulastri . Tapi karena Dewi Sulastri talah jatuh cinta kepada Raden Jono akhirnya Raden Jaka Puring cemburu dan terjadi pertarungan antara Raden Jono dan Raden Jaka Puring sampai akhirnya Raden Jono kalah dan lari ke Pesanggrahan Pring Ori untuk menimba ilmu di pesanggrahan sehingga bisa mengalahkan Raden Jaka Puring dan memperisteri Dewi Sulastri .
Mendengar jawaban dari Raden Jono sang kyai memberi saran . Untuk mencapai tujuannya Raden Jono harus bersemedi ( bertapa ) di bawah pohon besar bernama Wit Benda ( Pohon Benda : bahasa Jawa ) dan pohon itu berada di daerah yang angker namun dalam melakukan semedi itu harus dengan hati yang tulus , suci dan sabar .
Raden Jono pun menurut pada kata-kata Kyai Karyadi ia pun melakukan semedi dengan sabar dan hati yang tulus dan akhirnya pertapaannya mendapatkan hasil dari yang Maha Kuasa dengan memperoleh pusaka berupa Bungkul Kencana ( keris : bahasa Jawa ) . Dan akhirnya Raden Jono pulang ke Pucang Kembar bertemu dengan Dewi Sulastri dan ternyata Raden Jaka Puring sudah berada di Pucang Kembar untuk menanyakan jawaban Dewi Sulastri atas lamarannya . Dewi Sulastri menjawab bahwa dia mau dipersunting oleh siapapun namun ia punya bebana awujud adon-adon / giri patembaya ( bahasa jawa permintaan pertarungan ) antara Raden Jono dan Jaka Puring . Maka terjadilah pertarungan sengit antar keduanya yang dimenangkan oleh Raden Jono maka dikawinkanlah Dewi Sulastri dengan Raden Jono sedang Raden Jaka Puring Lari dan pulang ke Bulu Pitu .
Bersamaan dengan itu Hadipati Pucang Kembar mendapat surat mandat ( nawala ) dari Susuhunan Sayidin Panatagama ( Raja Mataram ) untuk memberantas gerombolan berandal di Gunung Tidar. Akhirnya Hadipati Pucang Kembar Citro Kusumo memerintahkan menantunya sebagai bukti pengabdiannya untuk memberantas berandal di Gunung Tidar atau sebagai Duta Pamungkas. Maka walupun dengan perasaan berat meninggalkan Dewi Sulastri Raden Jono berangkat menjalankan tugas sebagai Duta Pamungkas dari Susuhunan Sayidin Panatagama ( Raja Mataram ) ke Gunung Tidar sebagai bukti pengabdian kepada mertua dan negara . Mendengar berita bahwa Raden Jono diberi mandat untuk menjadi Duta Pamungkas Raden Jaka Puring yakin bahwa Raden Jono pasti gugur melawan gerombolan berandal di Gunung Tidar maka Raden jaka Puring menuju ke Pucang Kembar untuk menemui dan merebut Dewi Sulastri .
Dalam keadaan Dewi Sulastri sendiri tanpa suami dipaksa oleh Raden Jaka Puring untuk mengikuti kemauan Raden Jaka Puring menjadi istrinya . Sebagai seorang istri yang setia kepada suami Dewi Sulastri tidak mau menghianati Raden Jono maka akhirnya Raden Jaka Puring membawa lari dengan paksa Dewi Sulastri keluar dari kaputren . Sementara itu Raden Jono sampai di Gunung Tidar menjelang malam dan menunggu munculnya gerombolan berandal . Setelah malam datang akhirnya gerombolan pengacau itu muncul dan bertarunglah Raden Jono melawan gerombolan yang terkenal bengis dan sakti mandraguna namun dengan kesaktian dan niat suci pengabdiannya kepada negara dan orang tua serta berbekal Pusaka Bungkul Kencana akhirnya Raden Jono bisa mengalahkan gerombolan berandal itu dan membunuh pimpinannya dengan Bungkul Kencana . Dalam keadaan keris terhunus diperut pimpinan gerombolan itu menyebut-nyebut nama saudara kandungnya ,” Aduh , Dimas Jono dimanakah keberadaanmu lihatlah Kangmasmu ini sedang sekarat dan jauh dari saudara ”. Mendengar rintihan itu Raden Jono tersentak dan menjawab perkataan dari pimpinan gerombolan itu yang ternyat saudara kandung yang selama ini dicarinya ,” Aduh Kakangmas maafkan adikmu ini yang hanya menjalankan tugas dan ternyata yang kubunuh adalah Kangmas Wiro Kusumo , maafkan adikmu ini yang tidak tahu bahwa yang akan kubunuh adalah Kangmas Wiro Kusumo ”.
Raden Jono memeluk Raden Wiro Kusumo yang sedang sekarat dan keduanya saling bertangisan sambil bermaafan akhirnya Raden Wiro Kusumo tewas di pangkuan Raden Jono .
Betapa sedihnya perasaan Raden Jono memikirkan garis hidupnya yang harus melaksanakan tugas negara dengan meninggalkan istri tercinta dan ternyata harus membunuh kakak kandungnya sendiri .

Raden Jono pun pulang ke Pucang Kembar membawa kemenangan berselimut kesedihan karena harus mengorbankan nyawa saudara kandungnya yang selama ini sedang dicarinya demi pengabdiannya kepada mertua dan negara. Sesampai di Pucang Kembar semakin terguncang perasaan Raden Jono mendapati Dewi Sulastri telah dibawa lari oleh Raden Jaka Puring . Dalam keadaan lelah dan terguncang Raden Jono pun mengembara mencari keberadaan Dewi Sulastri menjelajah setiap wilayah sampai akhirnya tiba di pesisir selatan .
Sementara itu pelarian Raden Jaka Puring membawa Dewi Sulastri juga ke pesisir selatan . Sepanjang perjalanan Raden Jaka Puring senantiasa merayu Dewi Sulastri agar bersedia malayaninya namun rasa cinta dan kesetiaannya kepada Raden Jono tetap dipegang teguh oleh Dewi Sulastri sampai akhirnya Raden Jaka Puring kehilangan kesabarannya dan akhirnya Dewi Sulastri diikat pada sebuah pohon pandan .
Bersamaan dengan itu perjalanan Raden Jono sudah sampai di tempat itu namun sebelum ia bertemu dengan Dewi Sulastri ternyata Raden Jaka Puring telah lebih dulu melihat kedatangannya . Dengan sekonyong- konyong Raden Jaka Puring menyerangnya sehingga terjadi pertempuran yang sengit antara Raden Jono melawan Raden Jaka Puring . Dalam pertempuran itu Raden Jaka Puring terdesak dan kalah lalu melarikan diri ke arah utara . Raden Jono lalu menemui Dewi Sulastri yang masih terikat di pohon pandan . Terjadi suatu keajaiban bahwa pohon pandan tempat mengikat Dewi Sulastri berubah warna menjadi kuning sedang pohon pandan yang lain tetap berwarna hijau . Maka oleh Raden Jono tempat itu diberi nama Pandan Kuning ( kelak menjadi Pesanggrahan Pandan Kuning ).
Keajaiban kembali terjadi , setelah Raden Jono melepas ikatan Dewi Sulastri mereka lalu ditemui oleh Nyi Roro Kidul ( Ratu Pantai Selatan ) dan bidadari dari kayangan Dewi Nawang Wulan . Oleh Nyi Roro Kidul Dewi Sulastri disuruh pulang ke Pucang Kembar dengan perlindungan dari Nyi Roro Kidul dan Dewi Nawang Wulan . Sedang Raden Jono disuruh mengejar raden Jaka Puring ke arah utara . Perjalanan Raden Jono mengejar Raden Jaka Puring ke arah utara masuk ke sebuah hutan lebat yang banyak ditumbuhi pohon gadung penuh duri sebagai tempat persembunyian Raden Jaka Puring .
Disetiap langkahnya Raden Jono kesrimpet-srimpet wit gadung ( bahasa Jawa terhalang pohon gadung ) hampir di setiap pori-pori kulitnya terselip duri gadung hingga darah bercucuran maka alas atau hutan itu oleh Raden Jono dinamakan Karanggadung ( kelak menjadi desa Karanggadung ) .
Pelarian Raden Jaka Puring terus ke arah utara namun Raden Jono kehilangan jejak maka langkahnya menjadi ragu-ragu selangkah berhenti lalu melangkah lagi dan berhenti lagi sambil dia menengok mau terus ke utara atau ke selatan atau ke barat atau ke timur . Langkahnya yang mandeg mangu ( ragu-ragu ) itu membuat Raden Jono memberi nama tempat dengan nama ” Manga-mangu ” yang artinya perasaan ragu-ragu ( kelak menjadi desa Munggu ) . Namun akhirnya raden Jono memutuskan untuk mengejar ke arah utara sehingga mereka bertemu dan kembali terjadi pertarungan antar keduanya dan masing-masing membuat benteng pertahanan ( kelak dikenal sebagai ” Beteng ” dan ” Pertahanan ” ) dalam perkembangannya wilayah itu bernama Petanahan / kelak menjadi desa Petanahan dan bekas bentengnya terkenal dengan nama ” Beteng ” .
Mereka terus bertarung sambil kejar-kejaran hingga sampai pada suatu tempat merasa kehausan dan hendak minum namun airnya berbau banger ( bahasa Jawa busuk ) yang konon dikarenakan bangkai manusia yang mati dan tidak dikubur dengan keajaiban hidup kembali ( pada urip , berasal dari bahasa Jawa ) dan tempat itu diberi nama Grumbul Banger Desa Padaurip ( kelak menjadi desa Padaurip ) .
Aksi kejar-kejaran itu terus ke arah utara sampai pada suatu tempat yang banyak ditumbuhi pohon Jati dan kehidupan masyarakatnya mulya ( sejahtera ) sehingga tempat itu dinamai Jatimulya ( kelak menjadi desa Jatimulya ) .
Kejar - kejaran dan pertarungan itu terus berlanjut ke utara sampai pada tempat / pekarangan yang banyak ditumbuhi wit gedang ( bahasa jawa pohon pisang ) lalu tempat itu diberi nama Karanggedang ( kelak menjadi Desa Karanggedang ) .
Dari Karanggedang mereka berlari kearah barat melewati sebuah sungai yang ditepi sungai itu banyak orang sedang memandikan (guyang ) hewan sehinga tempat itu dinamakan Guyangan.
Pengejaran dan pertarungan masih terus berlanjut kearah barat melewati sebuah grumbul atau alas yang berupa rumput alang- lang yang luas maka tepat itu diberi nama ” Alang – alang amba ” Kelak menjadi Desa Alang – alang Amba .
Pengejaran dan pertarunganpun terus berlanjut kearah selatan dalam keadaan sangat letih dan lemah mereka masih bisa bertahan hidup maka tempat itu diberi nama ” Kuwarasan ”. Merekapun terus bertarung dan saling mengejar menuju arah selatan sampai mereka berdua merasa kesal sendiri dan muring – muring ( bahasa Jawa marah –marah ) sambil istirahat Raden Jono memberi nama tempat itu ”Puring ”( Kelak menjadi pasar Puring ) .Walaupun dalam keadaan lelah dan letih Jaka Puring masih terus berusaha lari dan mencari hidup dan terus berlari ke selatan sampai di kisik / pesisir samudra yang tanahnya wedi ( bahasa jawa pasir ) yang setiap dilewati atau sepanjang kaki melangkah wedinya gugur alias ambruk maka tempat itu diberi nama ” Wedi Gugur ” kelak menjadi Pesanggrahan Wedi Gugur.
Raden Jaka Puring terus berusaha menghindar dari kejaran Raden Jono menuju kearah barat sampai akhirnya terjadi pertarungan lagi yang sangat sengit dan saling mengeluarkan kadigdayan ( kekuatan ) dan Raden Jaka Puring tersungkur sehingga tangan yang hendak diarahkan ke Raden Jono akhirnya mengenai karang sampai tembus / bolong sehingga tempat itu diberi nama Karangbolong , namun Raden Jaka Puring masih berusaha lari ke utara sampai akhirnya kehabisan tenaga sehingga tergelincir ke sungai dan pada kesempatan itu Raden Jono menghunus pusaka Bungkul Kencono dan menancapkanya ke tubuh Raden Jaka Puring dan terjadilah suatu keajaiban Raden Joko Puring berubah menjadi Buaya putih dan melontarkan sumpah serapah kepada Raden Jono bahwa dia menerima kekalahanya tidak bisa memperistri Dewi Sulastri dan menerima karma menjadi buaya putih namun bersumpah bahwa setiap keturunan Raden Jono yang memakai pakaian sama dengan yang dipakai oleh Dewi Sulastri akan menjadi mangsa / dimakan oleh buaya putih, Pakaian itu adalah mbayak ijo gadung ( Kebayak ), Jarit Amba Lurik ( Kain / tapih ) dan benting tritik ( stagen ). Atas kejadian itu oleh Raden Jono tempat itu diberi nama ”Buayan” kelak menjadi Kecamatan Buayan.
Dengan rasa letih dan tubuh yang penuh luka Raden Jono Pulang ke Pucang Kembar membawa perasaan suka cita atas kemenangannya melawan Raden Joko Puring dan perasaan rindu ingin segera bertemu Dewi Sulastri . Suasana penuh haru meliputi Kadipaten Pucang Kembar saat pertemuan antara Raden Jono dan Dewi Sulastri beserta keluarga kadipaten. Akhirnya Raden Jono di nobatkan sebagai Hadipati di Pucang Kembar.

Sumber RPJMDes Desa Karanggadung.

SEJARAH DESA KEBONSARI KEC.PETANAHAN

LEGENDA DAN SEJARAH DESA KEBONSARI
KEC.PETANAHAN

Kisah yang dipaparkan ini adalah sebuah cerita tentang keterkaitan antara seorang syekh yang pernah bermukim di desa Kebonsari, dan memiliki keterkaitan sejarah dengan penyebaran agama Islam di tanah jawa. Benar- atau tidaknya cerita ini, inilah penuturan dari tokoh kasepuhan di desa Kebonsari. Sebagai sebuah kekayaan daerah, tuturan kisah dalam versi ini kiranya bisa menjadi bahan kajian kita sebagai generasi muda, untuk lebih mengenal daerah leluhur kita.
Kentalnya Pengaruh Cerita Para Wali
Dalam ceritera, R.Patah yang membawa risalah rasul Muhammad adalah putra dari pernikahan putri Cempa-Cina dengan Raja Brawijaya-raja Majapahit yang terakhir. Versi dongeng, diberi nama Patah dari makna banyu patang wulan bali ngulon meng Cina. Dulu, ratu Sriwijaya alias sang ayah putri Cempa menciptakan Putri Cempa yang berwujud jin raksasa, dicipta menjadi putri cantik seperti putri di daerah tanah Jawa. Saat sudah menjadi cantik, ia berkeliling di seluruh tanah jawa membawakan seni lagu dan tari-tarian untuk dipertunjukkan. Ratu Brawijaya melalui Patih Gajah Mada, jatuh cinta pada putri Cempa dari Palembang dan ingin mempersunting menjadi istri sebagai istri ke-41. Setelah menikah dengan Raja Brawijaya, Putri Cempa hamil dan mengidam. Yang diinginkan Putri Cempa saat mengidam adalah rujak babi. Sebagai suami, Sang Prabu menuruti permintaan istrinya dengan memerintahkan kawulanya berburu babi dan memasaknya. Setelah makan, ternyata Putri Cempa yang cantik tiba-tiba berubah ke wujud semula, seorang raksasa.
Dengan perubahan wujud itu, Sang Putri menjadi malu dan segera terbang kembali ke tanah asal, Banyu patang wulan alias R. Patah dibawa serta. Sat kembali ke negerinya, Putri Cempa dipersunting oleh Arya Damar-Raja Palembang. Disana, lahirlah R. Patah. Sebagai ayah, Prabu Brawijaya berpesan agar Arya Damar tidak menghilangkan identitas R.Patah yang merupakan keturunan langsung dari Majapahit. Di kemudian hari R. Patah pergi menuntut ilmu ke Mesir sehingga ia menjadi seorang alim dan kelak menjadi penyebar ajaran Islam-Rasul di tanah jawa, bahkan menyerang ayah kandungnya sendiri yang berkuasa di Majapahit yang nota benenya pemegang tradisi dan kepercayaan Hindu. R. Patah adalah anak kandung dari putri Cempa, hasil dari pernikahan keduanya dengan Prabu Brawijaya. Sedangkan sebelumnya Putri Cempa sudah pernah menikah dan berputrakan Raden Husen.
R. Patah yang beranjak dewasa bertanya kepada ibunya tentang keberadaan ayah kandungnya. Setelah ibunya menceritakan sebenarnya darah siapa yang mengalir pada diri R. Patah, maka segera R. Patah ingin menyusul ayah kandungnya di Majapahit. Sebelum ia tiba di Majapahit, ia singgah dulu di Demak Bintoro dan diterima oleh Sunan Ampel. Oleh Sunan Ampel, R. Patah dinikahkan dengan cucunya-putri Mloko, dan dijadikan Bupati Demak Bintoro. Setelah cukup lama menetap di Bintoro, R. Patah ingin melanjutkan ke Majapahit. Di tengah jalan ia bertemu dengan Sunan Giri. Saat R. Patah menyatakan maksudnya, Sunan Giri melarang dia melanjutkan niatnya dengan alasan ilmu para wali yang sudah mengakar di tanah jawa, tidak boleh diganggu gugat, dirubah atau dicampuri oleh ajaran Islam yang berasal dari tanah Arab. Namun dalam kenyataannya, R. Patah yang kemudian bertemu dengan saudara tirinya R. Husen, menegakkan agama rasul di tanah jawa. Pada saat itulah para wali pemegang ajaran sinkretik mundur agar tidak terjadi pertentangan di kalangan umat. Secara garis besarnya, agama Rasul dipandang sebagai ajaran yang mengutamakan syariat sedangkan para wali dianggap sebagai pembawa ajaran tarekat. Sedangkan idealnya seorang umat adalah mengamalkan ilmu Rasul dan meneladani perilaku wali, namun sekarang tidak demikian.
Sejenak mengutip cerita tentang R. Patah yang dalam konsep ber-Islam, berbeda dengan Syech Abdul Awwal yang mendiami Kebonsari di kemudian hari, sekitar 900 tahun yang lalu. Berasal dari sejarah tutur, Syech Abdul Awal dulu bernama Mangkurat Mas, dari Yogyakarta, putra R. Pemanahan dari istri padmi/permaisuri. Anak Ki Ageng Pemanahan ada 2 yaitu Mangkurat Mas dan Mangkurat Kuning. Cerita berawal saat Ki Ageng berpesan kepada anaknya, lewat adiknya Ki Ageng Giring yang bermukim di Cirebon. Ki Ageng Pemanahan memberi wangsit jika suatu saat Ki Ageng mangkat, maka kekuasaan keraton Yogyakarta diserahkan kepada anak sulungnya, Mangkurat Mas. Namun begitu ayahnya meninggal, Ki Ageng Giring malah tidak peduli dengan amanah untuk menyerahkan titipan kekuasaan kepada Mangkurat Mas. Melalui patih Martapala-Martapura, terjadilah geger. Ki Ageng Giring tidak mau menyerahkan kerajaan kepada Mangkurat Mas. Hal ini menjadikan Mangkurat Mas memutuskan untuk pergi dari keraton. Dia mengembara. Dia berprinsip bahwa kekuasaan hanya akan akan menjadikan seseorang bertaruh. Mempertaruhkan segala sesuatu bahkan akhir ajal sekalipun, bertaruh demi kekuasaan. Dan akhirnya kekuasaan di Yogyakarta jatuh ke tangan Ki Ageng Giring. Mangkurat Mas pergi dari kerajaan, menuju ke arah barat.
Dalam satu cerita, pada suatu saat Ratu Yogyakarta yang merupakan permaisuri Ki Ageng Giring gering (sakit), Mangkurat Mas lah yang berhasil menyembuhkannya. Sesuai dengan janji yang diucapkan Ki Ageng Giring bahwa siapapun yang berhasil menyembuhkan istrinya akan dituruti segala permintaannya. Sebagai hadiah atas keberhasilannya, Mangkurat Mas muda meminta tanah seluas serban, yaitu bumi Mataram yang di kemudian hari ditempati, Kedungamba. Sebelumnya Ki Ageng Giring telah menawarkan tanah antara sebelah timur sungai Praga sampai Sitandu, namun Mangkurat Mas menolak. Mangkurat Mas hanya meminta tanah yang tidak begitu luas di Kedungamba, yang sekarang ini menjadi bagian dari desa Kebonsari. Karena merupakan tanah hadiah dari sultan maka Kedungamba disebut sebagai tanah Keputihan yang tiap tahunnya tidak terkena pajak ke Mataram, namun hanya menyetorkan bulu bekti atau glondhong pengareng-pengareng berupa padi, palawija, dll saja tiap tahun pada musim panen sado ke Mataram berpakaian jarit wiru dan blangkon. Saat menyerahkan bulu bekti, yang ikut sowan 7 orang sebagai perlambang martabat desa yaitu Lurah, Congkog, Carik, Kebayan, Kaum, Polisi dan Kamituwa. Oleh Mataram yang diberi kewenangan menjadi Lurah Kedungamba adalah Mangkurat Mas atau Syech Abdul Awwal. Begitu Belanda menyerang, barulah Kedungamba dikenai pajak. Kedungamba diambil dari makna, kedung artine jero lan amba, melambangkan begitu dalam dan luasnya ilmu wali yang dibawa oleh Syech Abdul Awwal.
Saat mengembara ke Kebumen, Syech Abdul Awwal sudah menamatkan ilmu dari pesantren dan menikah dengan putri keraton Solo/Surakarta yang bernama Jonggrang, belum sempat bekerja mengamalkan ilmunya namun sudah didahului dengan geger perebutan kekuasaan di Yogyakarta dan pendudukan Belanda di tanah jawa. Seumur hidup, Syech Abdul Awwal hanya mempunyai satu istri yaitu Nyai Jonggrang. Saat tiba di Kedungamba, Syech Abdul Awwal membawa rasa sedih karena terusir dari istananya. Saat tiba disini sudah ada sekitar 50 orang penduduk yang menghuni Kedungamba.
Di Kebonsari, Mangkurat Mas membawa ilmu para wali ibarat hanya sebulir padi/semenir, dipecah menjadi empat madzhab. Sembari bermukim disini, Mangkurat Mas memberikan wewarah kepada banyak orang tentang ilmu-ilmu para wali. Mangkurat Mas alias Syech Abdul Awwal punya banyak murid, diantaranya di Guyangan, Syech Sidakarsa dan Syech Abdul Rosyid. Sebagai seorang pembawa ajaran Islam Jawa/sinkretik/ilmu kebatinan/ilmu ratu tanah jawa, Syech seorang diri mengajarkan ilmunya di daerah ini. Ada tokoh lain yang dikenal yaitu Syech Abdul Muhyi, namun beliau membawa risalah Islam murni dari tanah Arab-Madinah.
Tempat bermukimnya Syech Abdul Awwal adalah di pedukuhan Kedungamba, desanya Grogol Beningsari. Namun begitu direbut oleh Belanda daerah ini termasuk desa Kebonsari, dan statusnya sudah tidak seistimewa saat menjadi desa keputihan mataram. Kebonsari mulai dikenai kewajiban pajak kepada Belanda. Semasa hidupnya, Syech memilih tempat yang sepi agar tidak ada yang mengganggu, beliau adalah seorang putra mahkota kerajaan yang terluka karena penghianatan sang paman.
Ada satu cerita menarik, suatu saat Syech ingat akan sebuah pesan yang tertulis di kitabnya untuk pergi ke tanah suci-naik haji. Sebagai wali yang berilmu tinggi, sekaligus menandakan kemuliaan akhlaknya, bersama sang istri, Syech melakukan perjalanan haji dengan cara terbang menggunakan “mancung” dari pohon kelapa.
Syech memiliki 2 putra yaitu ‘Abdul Rauf dan Jaya Ahmad. Di deretan makam, sebelah barat makam Syech adalah makam putra pertamanya, ‘Abdul Rauf. Konon ceritanya, Abdul Rauf adalah anak yang merasa selalu ingin mengungguli kedigdayaan ayahnya, misal jika ia menimba air, bukannya menggunakan wadah yang rapat malah menggunakan keranjang yang berlubang, angin yang berhembus juga berusaha ia kekang dengan diikat memakai selendang, dan berbagai perbuatan Abdul Rauf yang mengesankan ia ingin mengungguli kesaktian ayahnya. Putra yang bungsu menikah dengan seorang putri keturunan cina dari Semarang.
Di makam Syech kini didapati unggukan rumah rayap, yang disebut Unnur. Konon, jika di makam seseorang terdapat Unnur, menandakan orang tersebut adalah orang yang mulia dan luhur ilmunya.
Mulai disebut Kebonsari, sejak Belanda berkuasa. Sebelumnya desa ini adalah 3 desa yang berbeda, yaitu Kedungamba, Bogor, dan Kebonan. Ketiga desa tersebut digabung tahun 1927. Penggabungan desa tersebut disebut blengketan. Lurah pertama H.Ahmad Waktu itu kantor balai desa kedungamba belum ada, untuk perjalanan pemerintahan kantornya berada di rumah Kepala Desa. Baru ada kantor balai desa ketika pada masa Orde Baru..
Tahun 1941 jepang dating. Pada jaman Jepang penyakit yang mewabah adalah oedem/ abuh, gudigen, dan korengen. Kutu besar-besar menyerang warga saat penjajahan Jepang. Pada tahun 1944 Jepang pergi dan Belanda kembali datang untuk menyerang. Mereka berniat merusak bangunan mereka sendiri seperti sekolah dan pasar, tapi yang ada di Kebonsari hanya ada sekolah. Sekolah itu dulu dibakar oleh NICA. Tentara NICA adalah orang jawa yang ikut Belanda. Muncullah beberapa organisasi yang bertujuan melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Suatu ketiak ada isu akan terjadi penyerangan oleh Belanda pada ahad kliwon. Tentara Belanda dari Puring, Petanahan dan Gombong sudah sampai daerah Salakan, tapi konon katanya desa Kebonsari kabur tidak terlihat. Rencananya Belanda mau menyerang lewat sungai tapi Belanda tidak bisa melihat juga baik siang maupun malam. Sebenarnya Belanda dan tentara kita sudah berhadap-hadapan tapi tidak jadi ada serangan. Di tempat ini juga dibuat dapur umum dan latihan.
Dahulu yang mengajari sekolah dan perang adalah Jepang sehingga ketika Belanda datang lagi kita sudah berani untuk melawan. Yang mengajari adalah orang jawa yang sudah diajari oleh Jepang. SR 3 tahun, terus ada sekolah diatas SR di Petanahan juga 3 tahun. Yang sekolah disana ada 34 anak, kelas 1 dan 2, sampai kelas 3 hanya tinggal 22 anak.
Jadwal pelajaran di sekolah hari sabtu latihan perang-perangan/olah raga, senin oseh-oseh/cari belalang (walang), selasa nembang/nyanyi lagu Jepang, rabu berhitung, kamis menulis, jum’at bersih-bersih. Berangkat jam 7 sampai 10 pagi (kelas 1), kelas 2 jam 9-12. Kebanyakan siswa putra. Orang jaman dulu masih beranggapan lebih baik bekerja untuk memenuhi kebutuhan makan daripada sekolah. Kalau sekarang sudah banyak yang sekolah karena dari pihak orang tua sudah ada dorongan dan kemauan anak-anaknya juga ada.
Jaman dahulu tiap perayaan kemerdekaan, anak-anak sekolah berkumpul di Kecamatan. Para orang tua membuat syukuran. Pekerjaan penduduk sejak dulu memang pengrajin lambar-anyaman bamboo, hanya sebagian yang menjadi petani-pemilik sawah. Kalau ada orang yang baru pulang dari perantauan yang ditunggu-tunggu adalah pakaian, jas hitam. Program pemerintah waktu dulu yang maju adalah pertanian, untuk desa Kebonsari adalah jenis padi. Selama ini baru sekali terjadi banjir, penyebabnya hujan lebat yang lama sehingga air meluap dari sungai dan sawah ke perumahan penduduk. Hingga saat ini belum pernah terjadi bencana yang dampaknya sangat merusak.



Cerita Syech H Abdul Awwal

Berasal dari sejarah tutur, Syech dulu bernama Mangkurat Mas, dari Yogyakarta, putra R. Pemanahan dari istri padmi. Anak Ki Ageng Pemanahan ada 2 yaitu Mangkurat Mas dan Mangkurat Kuning. Cerita berawal saat Ki Ageng berpesan kepada anaknya, lewat adiknya Ki Ageng Giring yang bermukim di Cirebon. Ki Ageng Pemanahan memberi wangsit jika suatu saat Ki Ageng mangkat, maka kekuasaan keraton Yogyakarta diserahkan kepada anak sulungnya, Mangkurat Mas. Namun begitu ayahnya meninggal, Ki Ageng Giring malah tidak peduli dengan amanah untuk menyerahkan titipan kekuasaan kepada Mangkurat Mas. Melalui patih Martapala-Martapura, sehingga terjadi geger dan menjadikan Mangkurat Mas pergi dari keraton dengan prinsip bahwa kekuasaan hanya akan akan menjadikan seseorang bertaruh dan mungkin sampai di akhir ajal, hanya akan bertaruh dan memperebutkan kekuasaan saja. Dan akhirnya kekuasaan di Yogyakarta jatuh ke tangan Ki Ageng Giring, sedangkan Mangkurat Mas pergi dari kerajaan, menuju ke arah barat dan sampai di seputar desa yang sekarang ini disebut Kebonsari.
Pada satu saat datanglah Raden Patah putra dari Prabu Brawijaya V-Raja Majapahit terakhir ke tanah jawa. Kedatangan R. Patah menjadikan tanah jawa geger karena dia bermisi menundukkan negara Pandawa tengah. Pada saat itu Mangkurat Mas yang juga dikenal sebagai Syech Abd. Awal sudah bermukim di Kebonsari, meski namanya belum Kebonsari. Lama-kelamaan, Di Kebonsari, Mangkurat Mas membawa ilmu para wali ibarat hanya sebulir padi/semenir, dipecah menjadi empat madzhab. Sembari bermukim disini, Mangkurat Mas memberikan wewarah kepada banyak orang tentang ilmu-ilmu para wali.
Kedatangan R. Patah ke tanah jawa diikuti dengan proses penyerangan perilaku ibadah umat-umat Islam yang merujuk pada ajaran wali, digeser dengan ilmu agama suci dari tanah Saudi-ajaran Rasul Muhammad saw. Awalnya di tanah jawa yang diamalkan ilmu Kuntadewa.
Di Kebumen, Mangkurat Mas alias Syech Abdul Awwal punya banyak murid, diantaranya di Guyangan, Syech Sidakarsa dan Syech Abdul Rosyid. Sebagai seorang pembawa ajaran Islam Jawa/sinkretik/ilmu kebatinan/ilmu ratu tanah jawa, Syech seorang diri mengajarkan ilmunya di daerah ini. Ada tokoh lain yang dikenal yaitu Syech Abdul Muhyi, namun beliau membawa risalah Islam murni dari tanah Arab. Abdul Muhyi anak dari panembahan Sultan Imam Mahdi dari tanah Madinah.
Begitu lama merasa cukup lama bermukim di Kebumen, Syech ingat akan sebuah pesan yang tertulis di kitabnya untuk pergi ke tanah suci-naik haji. Pada saat Syech naik haji, beliau menggunakan “mancung” dari pohon kelapa. Keajaiban itu bisa diwujudkan karena ilmu kebijaksanaan yang dimiliki oleh Sang Syech.
Saat mengembara ke Kebumen, Syech Abdul Awwal sudah menamatkan ilmu dari pesantren dan menikah dengan putri keraton Solo/Surakarta yang bernama Jonggrang, belum sempat bekerja mengamalkan ilmunya namun sudah didahului dengan geger perebutan kekuasaan di Yogyakarta dan pendudukan Belanda di tanah jawa. Seumur hidup, Syech Abdul Awwal hanya mempunyai satu istri yaitu Nyai Jonggrang.
Dalam ceritera, R. Patah yang membawa risalah rasul Muhammad adalah putra dari pernikahan putri Cempa-Cina dengan Raja Brawijaya-raja Majapahit yang terakhir. Versi dongeng, diberi nama Patah dari makna banyu patang wulan bali ngulon meng Cina. Dulu, ratu Sriwijaya alias sang ayah putri Cempa menciptakan Putri Cempa yang berwujud jin raksasa, dicipta menjadi putri cantik seperti putri di daerah tanah Jawa. Saat sudah menjadi cantik, ia berkeliling di seluruh tanah jawa membawakan seni lagu dan tari-tarian untuk dipertunjukkan. Ratu Brawijaya melalui Patih Gajah Mada, jatuh cinta pada putri Cempa dari Palembang dan ingin mempersunting menjadi istri sebagai istri ke-41. Setelah menikah dengan Raja Brawijaya, Putri Cempa hamil dan mengidam. Yang diinginkan Putri Cempa saat mengidam adalah rujak babi. Sebagai suami, Sang Prabu menuruti permintaan istrinya dengan memerintahkan kawulanya berburu babi dan memasaknya. Setelah makan, ternyata Putri Cempa yang cantik tiba-tiba berubah ke wujud semula, seorang raksasa. Dengan perubahan wujud itu, Sang Putri menjadi malu dan segera terbang kembali ke tanah asal, Banyu patang wulan alias R. Patah dibawa serta. Sat kembali ke negerinya, Putri Cempa dipersunting oleh Arya Damar-Raja Palembang. Disana, lahirlah R. Patah. Sebagai ayah, Prabu Brawijaya berpesan agar Arya Damar tidak menghilangkan identitas R.Patah yang merupakan keturunan langsung dari Majapahit. Di kemudian hari R. Patah pergi menuntut ilmu ke Mesir sehingga ia menjadi seorang alim dan kelak menjadi penyebar ajaran Islam-Rasul di tanah jawa, bahkan menyerang ayah kandungnya sendiri yang berkuasa di Majapahit yang nota benenya pemegang tradisi dan kepercayaan Hindu. R. Patah adalah anak kandung dari putri Cempa, hasil dari pernikahan keduanya dengan Prabu Brawijaya. Sedangkan sebelumnya Putri Cempa sudah pernah menikah dan berputrakan Raden Husen.
Awal sebelum R. Patah mengetahui keberadaan ayah kandungnya, ia bertanya kepada ibunya. Setelah ibunya menceritakan sebenarnya darah siapa yang mengalir pada diri R. Patah, maka segera R. Patah ingin menyusul ayah kandungnya di Majapahit. Sebelum ia tiba di Majapahit, ia singgah dulu di Demak Bintoro dan diterima oleh Sunan Ampel. Oleh Sunan Ampel, R. Patah dinikahkan dengan cucunya-putri Mloko, dan dijadikan Bupati Demak Bintoro. Setelah cukup lama menetap di Bintoro, R. Patah ingin melanjutkan ke Majapahit. Di tengah jalan ia bertemu dengan Sunan Giri. Saat R. Patah menyatakan maksudnya, Sunan Giri melarang dia melanjutkan niatnya dengan alasan ilmu para wali yang sudah mengakar di tanah jawa, tidak boleh diganggu gugat, dirubah atau dicampuri oleh ajaran Islam yang berasal dari tanah Arab. Namun dalam kenyataannya, R. Patah yang kemudian bertemu dengan saudara tirinya R. Husen, menegakkan agama rasul di tanah jawa. Pada saat itulah para wali pemegang ajaran sinkretik mundur agar tidak terjadi pertentangan di kalangan umat. Secara garis besarnya, agama Rasul dipandang sebagai ajaran yang mengutamakan syariat sedangkan para wali dianggap sebagai pembawa ajaran tarekat. Sedangkan idealnya seorang umat adalah mengamalkan ilmu Rasul dan meneladani perilaku wali, namun sekarang tidak demikian.
Di Kebumen, tempat mukim Syech Abdul Awwal adalah di pedukuhan Kedungamba, desanya Grogol Beningsari. Namun begitu direbut oleh Belanda daerah ini termasuk desa Kebonsari. Kedungamba diambil dari makna, kedung artine jero lan amba, melambangkan begitu dalam dan luasnya ilmu wali yang dibawa oleh Syech Abdul Awwal. Saat tiba di Kedungamba, Syech Abdul Awwal membawa rasa sedih karena terusir dari istananya. Saat tiba disini sudah ada sekitar 50 orang penduduk yang menghuni Kedungamba, namun hingga kini sulit ditelusuri siapakah mereka dan berasal dari mana.
Satu cerita lagi, pada suatu saat Ratu Yogyakarta yang merupakan permaisuri Ki Ageng Giring gering (sakit), Mangkurat Mas lah yang berhasil menyembuhkannya. Sesuai dengan janji yang diucapkan Ki Ageng Giring bahwa siapapun yang berhasil menyembuhkan istrinya akan dituruti segala permintaannya. Sebagai hadiah atas keberhasilannya, Mangkurat Mas muda meminta tanah seluas serban, yaitu bumi Mataram yang di kemudian hari ditempati, Kedungamba. Sebelumnya Ki Ageng Giring telah menawarkan tanah antara sebelah timur sungai Praga sampai Sitandu, namun Mangkurat Mas menolak. Karena merupakan tanah hadiah dari sultan maka Kedungamba disebut sebagai tanah Keputihan yang tiap tahunnya tidak terkena pajak ke Mataram, namun hanya menyetorkan bulu bekti atau glondhong pengareng-pengareng berupa padi, palawija, dll saja tiap tahun pada musim panen sado ke Mataram berpakaian jarit wiru dan blangkon. Saat menyerahkan bulu bekti, yang ikut sowan 7 orang sebagai perlambang martabat desa yaitu Lurah, Congkog, Carik, Kebayan, Kaum, Polisi dan Kamituwa. Oleh Mataram yang diberi kewenangan menjadi Lurah Kedungamba adalah Mangkurat Mas atau Syech Abdul Awwal. Begitu Belanda menyerang, barulah Kedungamba dikenai pajak. Zaman dulu, orang-orang tidak
Deretan makam yang ada di kanan-kiri Syech Abdul Awwal :
Sebelah barat Syech adalah makam putranya Abdul Rauf yang konon ceritanya ia selalu ingin mengungguli ayahnya, misal jika ia menimba air, bukannya menggunakan wadah yang rapat malah menggunakan keranjang yang berlubang, angina yang berhembus juga berusaha ia kekang dengan diikat memakai selendang, dan berbagai perbuatan Abdul Rauf yang mengesankan ia ingin mengungguli kesaktian ayahnya.
Kakek buat pedukuan buat seperti kali kedung tidak dapat dijajak, kedung apa itu yaitu dahulu namanya suaka tahun 1945 itu dari ilmunya kakek, ada orang cari ilmu seperti kakek,ilmunya kakek itu dipakai buat sholat naiknya itu kuda putih dimana kakek naik kuda putih di baratnya sekarang sudah mati kakek saya sudah 9 turunan atau 900 tahun ya aku tidak tau bukunya ya kira-kira sejarah tidak ditulis, di baca –baca yaitu ilmunya mana bukunya ya janji . Ya sudah disini ada peduduknya tapi masih langka setelah merdeka sudah bubar tiga turunanya ada dua laki-laki semua yaitu ngabdul rakublah paling tua kuburannya sebelah barat dan jaya ahmad yang muda yaitu tenggurun goroanom yaitu jaya ahmad ,jaya mamad jaya ngakiyah putu jayaskiyah nurahim, kasan mustakim itu mertua lurah sekarang mbah buyut darman, saya yang tua dia yang muda dan ini istriku jainal mustafa ngabdul raku yang melakukan rajaiman sebelah timur, saya keturunan nur kholik dan istri saya keturunan jaya mamad ya kita urutkan mbah ngabdul awal bersama yang tua ratu jumlang bojo, putranya dua ngabdul rakub dan jaya mamad dari yang muda nikah sama putri cina dari semarang disini nikahya dengan murid asal cina, jaya mamad putranya jainal ngakiyah itu putranya siapa ? ya pokoknya diambil satu-satu tidak tau pasti terus jayaskiyah , nurahim , kasan mustakim sama turuna n jainal mustafa turunan jainal mutakim lurah sekarang bapak saya bu prapti. Mbah rodikin keturunan rajaiman nanti dulu rajaiman turuan nuryamenadi , nurkholik ,nur kasidi , reja mustafa , tirta mustafa
Sembayange nganggo waktu lima, siki tek pecahna, sembayange mbahe kuwe wektu lima,limang wektu, umpamane subuh, luhur,asar, magrib, isya, lakiye ulie sembayang kuweora kaya wong siki, dongane akeh. Umpamane arep munggah mesjid, kes wulu (wudhu) ulihe wudhu ora kaya wong siki “nawaituwudhu a…” ulihe wudu kayakiye lungguh urip-lungguh urip nyrambahi sesuci sipat khayun ragangan kurungan sukma laailahaillallooh muhammadarrosulullooh, ora kayawong siki, lah aduse niat ingsun adus ing banyu suci sirulloh ngadeg ing bumi suci badan sirno gari rupo-rupo sirno gari sukmo-sukmo sirno gari waluyo sejatine sukmo,laailahaillalloh muhammadurosululloh, aduse mhahe seprene. Mulane wonge merencana (busuk), mulane sampean ndeleng nyong, ya tua tapi sehat. Sembahyang, wudhu, munggah mesjid, munggah ngamben, munggah nang ndi nggon arep sembahyang nawaitu gunek-ginubeng gabah hamid banyu urip tan kena pat eling tan keno lali kulhu sewu rupo muhammad kulhu sewu bahu muhammad abadan niman tauhid ma’rifat islam, munggah mbuh nang mester mbuh nang amben njagong, arep sembahyang kuwe njagong dhisit. Ditanjingaken niat ingsun ngadeging kamarullah rasane dzat manjing sifatullah sirna kang ngawe sampurna kang ginawe iman nyawa namung jasad kabegati masjid pangeran,kiye diarani manembah. Manembah kuwe mangabdi. Nyamping ingdalem batin sabukku nyowo idepku paningal klambiku pamiharso abadan iman tauhid ma’rifat islam shollallohu ‘allaihi wasallam. Wis cukup,naganggo ruku terus menyat. Menyate dianjingaken nawaitu duhuli sholat ingsun anganjingaken ferdu luhur patang rekaat ameku rukun wolulas krono alloh ta’ala, terus nawaitu usholli fardodhuhri arbangu rokngataini mustakbilalkiblati ada imaman au ma’muman ngalaya lillahita’alaa. Sembayange ya donga iftitah (kabiro…) terus sapiturute, fateah. Kuwe jenenge suratan, sareate nabi. Terus tarekate wali njagong mek dengkul ngadeg gari dongane nyowo ati budi jasat gari ngambung klasa, la kiye papat. Dadi sembayang donga kiye rosul tuli, ngabekti maring awake, nyowo ati budi jasad. Njagong wujud rososukmo roso urip. Kuwe dongane wali. Mulane loro, nabi kuwe nyampurna kulit daging,wali kuwe nyampurno sukma. Dadi manembah kuweloro, mulane wong sembayang kuwe loro ajah mung siji. La gari ngadeg patang rekaat wis rampung ya, terus salam madep ngalor ndonga assalamualaikumwarohmatullooh fauza biljannah, kiye tuli lambunge papat brahim, izrail, isrofil, mikail. Kiye papat sing mbayu enyong kiye papat brahim, izrail, isrofil, mikail. Kari mengidul,assalamualaikumwarohmatullooh wanajataminannaar lakiye gari brahim, izrail, isrofil, mikail. Lanek mandeng lambung kiye lambung kiwo dodolawan dikir, kuwe sembayange wali. Siki gari dikir, dikire kuwe ngetung awak kuwe telungpuluh ro, sukma kuwe telung puluh ro, alip, be, te, se, jim, … nek sukma rongpuluh kuwe wujud, kidam, baqo, ….udu nggo tembangan ngawurkuwe awakedhewek. Awake dhewek udu sifate gusti alloh, la kowe diwei awak apa kowedenger, sukmamu kuwe apa wujude. Sembayang kuwe manembah maring singgawe,kowe tuli digawe. Makane kowe kudu nyarutang, nyautange nyicil, makane sedina sewengi patlikur jam dipara lima,kuwe menembahe wong urip kuwe nyarutang dicicil. Makane banjur ngaselna shidiq, amanah, tabligh dikir. Dikire genah huahadiyat roh kudus wahdat rohaniyat ingsun mukmin wahidiyat dudu alloh, sing dikir kan enyong makane dudu alloh, la kiye nyong nyarutang. Bumi api angin banyu,wujud ngelmu nur suhud dzat sifat asma afngal mangani nafsiyah ma’nawiyah. Makane urip kon nyarutang. Kiye kan murah. Sembayang kuwe ngabekti nyarutang dewek wis digawe nang gusti alloh. Waman ngarofa nafsasu wakod ro pa ngaropa, eling nek awake dewek wisdigawe nang gusti alloh makane nyarutang ya kuwe. Maneh dikir laa ilaaha illallooh, kuwe telu jalal, jamal, kamal. Lafal dikir laa ilaaha illallooh kuwe telu,elinge pangucap kuwe nang kono. Dikirpaling kidik kuwe 32 kuwe nyarutang awake, la mengko angger ratipgenepe kuwe seket (50). Menengkene kuwe sampurna, sampurna kuwe bener awakmu, nek dikir siji urung bener wong sifate papat. Makane angadeg aruku asujud alungguh bumi api angin banyu, makane wong sembayang wajibe manembah kiye. Nek wis sembayang wisrampungkuwe dilebokena. Umpamane wektu luhur walhadoro tegese cahyane ijo lungguhe puser bojone likaliku lintange syamsu nabine bahrim malaikate jabarahil sahabate abu bakar aksarane lam mene ana sembayang batal asale wujud ngelmu nur suhud patang rekaat lungguhe netro karo kuping karo unggahe ana ing cankem pujine cangkem moni lan meneng anawektu luhur dadine kulit munelafal muhammad. Awakku, awake njenengan kuwe dadi lafal muhammmad. Kuwe wali. Ana bukune lakiye ora baen-baen. Sembayang sejati sejatineng urip,ora goroh, temen-temen kowe digawe. Nek sembayange rosul puji thok. Umpamane magrib kuwe asale getih, luhur asale kulit, subuh asale sum-sum, isya asale balung dodo lawan kikil. Mangkane kon nyarutang. Banyune ya papat, banyune biyunge loro, banyune ramane loro makane ana manganinafsiya, genah pangeran kuwe wolu dzat, sifat,asma, afngal, wujud, ngelmu, nur, suhud singsememplit nang sirah aksara alip. Disogi rolas papat, dadi sarengate bapak karo ibu, gusti alloh sing ngistreni.
Manganinafsiya, banyune ramane sing ndadekna kowe, ma’nawiyah salbiyahbanyune salbiyah, gustialloh ya nganggo sarengat, makane nandur pari ya berase ditutu. Mene banyune nembelas sebab lafal takbir kuwe nembelas, alohuakbar3xlaailahaillaloohuallohuakbar aloohuakbar walillahilkham, nembelas. wujud ngelmu nur suhud dzat sifat asma afngal bumi api angin banyu mangani nafsiya ma’nawiyah salbiyah. Wujud ngelmu nur suhud tegese wiwitane saka tangayun ahadiyah wahda, garep nganakna jagade menungsa kuwe kan aring nur, kuwe asih tangayun. Makane wong kuwe ana nur-e mbasanu kan ngimpi kuwe tampa nur goib. Makane ngelmu kuwe kon ngapalna, nur-e wis nang sirah,wujud tegese wis dadi. Dzat sifat asma afngal tegese sing ndadekna soko alloh ta’ala. Sawuse kiye dadi digawekna bumi api angin banyu mene lafal muhammad sukmane mlebu maring lafalmuhammad. Lafal muhammad urung urip agi rolas, mene urip disogi mangani nafsiya ma’nawiyah salbiyah. Kudrat irodat manjing wirodat budi. Kudrat urip. Tegese urip kuwe nyong kon ngapa, gelar nang jagad raya, ora ana gusti alloh aweh rejeki tanpa nyambutgawe,kudu nyambut gawe, budi lan ikhtiar, mene nag kono gusti alloh duwe sifat rokhman lan rokhiim, murah asih, nagpa bae ngonoh dadi guru, dadi mantri ngonoh. Dadi kudu budi lan ikhtiar. Sing ngerti taktik wis ora ono, dadi aku nggo tuladan. Taktik kuwe uborampene urip bangsane itungan. Wong puasa ora mung mekem,segala tingkah polah dipuasani, dadi wong sing nrimo. Pendowo tengah kuwe pendowo limo, kuwe tegese tanah jawa, tegese majapahit demak bintoro. Siki ngilmune wali siki ora diwulangaken. Perabot sing njekel ngelmune tanah jawa kuwe lima. Ngelmune yanah jawa kuwe nganggo gending, nek kanjeng nabi nganggo dalil. Gending mengkuwigati, mengkuwigati kuwe lakune wong urip. Puasa kuwe nerima, ora usah nyerang, nyolong. Dadi nag kono mengko uripe bisa nggembol kebecikan. Wiwitan karo wekasan kuwe pada, wiwitane urip wekasane mati mene wongurip nang alam ndunya ora diumbar, nganggo hukum. Wong uripora keno diumbar nganggo hukum jalur urip ngluru sandang pangan sing becik mene ngesuk ora ditagih. Wong nganggo hukum abot ya ora enteng ya ora, sabener-benere kaya kuwe. Nek wong ora nerima ya dadi abot. Sabdo diarani ngelmu kasampurnan kuwe nggo nyaponi badan, lakune sing ati-ati, sembayange sing bener, sukurpisan ya sing bener, nek urung yang sing nerima.
Sing dadi makom ya kuwe sing mbiyen di lenggahi mbahe pas esih urip. La kae sing mendukul kuwe jenenge unur, kuwe ngelmu, udu apa-apa. Kae mertandani ngelmune mbahe dhuwur ora ana sing madani. Unnur (nur) ora keno digabah. Mbahe milih sing sepi mboten onten suara sing ngganggu. Mbahe kuwe wong sing nyelangsa, makane lunga kan aring kraton sing diserang pamane mbiyen tekan kene.
Mbahe kene beda karo arungbinang, lewih disit mbahku. Nek ora njaluk ngelmu ora bakal diwei. Syahadat bae kudu puasa disit. Nganggo kuwe kudu ana tirakate.
Anane kebonsari kuwe jaman belanda. Dadi lurahe kene telu kedungamba, bogor, kebonan, baranglanda nang kene dirikut dadi siji jenenge kebonsari, dadi lurahe kedungamba. Mbiyen urung ana kelurahan anane nang umahe lurahe. Balai desa kuwe anane pas jaman soeharto.
Pas munggah kaji mbiyen nganggo mancung bareng-bareng mbah kakung karo mbah putri. Kasentikan kanuragan kaparwiran kuwe dinyatakna ngelmune, masa iya wong ora bisa mabur, wis dilakoni puasane ya teyeng mabur nunggang mancung mangkat kaji. Mimbar kae nggo ceramah, tapi kiye ya wingi-wingi bae, mbahe ora tau nganggo kaya kuwe,mbiyen nek ngaji ya mung njagong nganggo suara lirih ora kaya siki nganggo corong.
Mbiyen pak abu sufyan pengajian kemis wage nang kene terus ana sing nabok terus seprene ora gelem ngaji ngeneh maning, dangu-dangu mriang terus mati. Nyindir nek mbahe nganggo ilmu abangan. Nyong biasane gelem ngomong nek diundang kaya muyen.
Ceritane syeh sidakarsa sing kepengin munggah kaji mbiyen dikon nggoleti beton isi nangka lagi dibakar mbahemature sanga tapidigoleti nganti genine mati kur wolu la terus tetep kepingin mangkatnyusul mbahe padahal sing wadon lagi meteng, terus anake lahir nang ara-ara mahsar sing ora ana banyu, anane wit krambil siji,wohe ya kur siji. Ahire krambile dipet banyune nggo nyuceni anake, krambile nggo gawe jenang abang, blungkange nggo mendem ari-arine, mancunge disigar nggo mabur nyusul mbahe nang mekah,terus ketemu nang kana, di jenengi sida karsa sebab sida kersa nututi mbahe. Saking temene olehe ngaji karo mbahe. Seelek-eleke wong ya sing nyepelekna gurune.
Pak darman kiye wis apik, dalane di krokos, pelayangane ya apik.
Sebelah niko riin sabin tapi pas kulo ngertose pun dados karangan, kebonsari riin niko bogor, kedungamba, kebonan lurah kiambek. Lurah terakhir mriki (bogor) Kastareja. Sing gabung belanda tahun 1927, pada saat itu belum ada kelurahan, anane pendopo nang umahe. Pas jamane geger ya rame, pas itu terjadi agresi militer. Tahun 1941 jepang datang, 1944 jepang pergi dan belanda datang lagi, nyerang lagi katanya klau nggak “ngereh” ya mau merusak bangunan mereka sendiri seperti sekolahan, pasar, tapi yang ada di kebonsari hanya sekolah. Sekolah itu dulu dibakar oleh NEKA yaitu orang jawa yang ikut belanda. Lurah pertama H.Ahmad. Beberapa organisasi untuk kesatuan untuk melawan belanda. Dulu katanya hari ahad kliwon akan diserang oleh belanda, yang dari puring sudah sampai petanahan yang dari gombong sudah sampai salak tapi katanya belanda tidak melihat desa kebonsari. Rencananya belanda mau menyerang lewat sungai tapi belanda tidak bisa melihat juga baik siang maupun malam. Sebenarnya belanda dan tentara kita sudah hadap-hadapan tapi tidak jadi ada serangan. Di tempat ini juga dibuat dapur umum dan latihan. Dahulu yang mengajari sekolah dan perang adalah jepang sehingga ketika belanda datang lagi kita sudah berani untuk melawan. Yang mengajari adalah orang jawa yang sudah diajari oleh jepang. SR 3 tahun, terus ada sekolah diatas SR di petanahan juga 3 tahun. Yang sekolah disana ada 34 kelas 1 dan 2, kelas 3 hanya tinggal 22. sabtu latihan perang-perangan/olah raga, senin oseh-oseh mados walang, selasa nembang/nyanyi cara jepang, rabu hitung, kamis menulis, jum’at bersih-bersih. Berangkat jam 7-10 (kelas 1) kelas 2 jam 9-12. sing kathah siswane jaler, saking kebonsari pasangkatan kulo 6 anak. Kenapa dulu tidak pada sekolah, karena orang tuanya beranggapan buat apa sekolah mendingan nyambut gawe nggo mangan. Nek seniki la wis pada njaluk sekolah, wong tuane juga wis mendorong.
Jaman riin agustusan rame banget, lare sekolah sami teng kecamatan, orang tua membuat kepungan. Pekerjaannya dari dulu ngelambar,yang punya sawah bertani. Kalau ada orang yang baru pulang dari perantauan yang ditunggu-tunggu adalah pakaian, jas hitam. Program pemerintah pas dulu yang dimajukan adalah pertanian,untuk desa kebonsari adalah pertanian padi. Kalau banjir selama ini saya baru mengalami banjir 1 kali, terus penyebabe biasanya karena hujan lebat yang lama sehingga air luber dari sungai dan sawah. Kalau bencana yang samapai merusak tidak pernah. Dulu pas jaman jepang penyakit yang mewabah adalah oedem/ abuh, gudigen, korengen. Kutu yang besar-besar dulu ada dari jepang.

Diambil dari dokumen

SEJARAH DESA KARANGGADUNG KEC. PETANANHAN

LEGENDA DAN SEJARAH DESA KARANGGADUNG
KEC. PETANANHAN
a. Legenda Desa
Pada masa kepemimpinan Kanjeng Susuhunan Sayidin Panotogomo yang memerintah pada tahun 1601 Kerajaan Mataram menguasai wilayah brang wetan dan brang kulon ( bahasa Jawa sebelah barat dan sebelah timur ) diantaranya Kadipaten Pucang Kembar yang dipimpin oleh Hadipati Citro Kusumo , Kadipaten Bulupitu di pimpin oleh Jaka Puring dan Kadipaten Karang Gumelem . Dalam cerita ini yang menjadi lakon adalah sebagian dari wilayah brang kulon .
Pada waktu itu Hadipati Pucang Kembar mempunyai putri yang cantik jelita bernama Dewi Sulastri . Hadipati Bulupitu Raden Jaka Puring terkenal sakti mandraguna tetapi belum punya istri dan dia menderita cacat yaitu bibirnya tebal sebelah ( istilah Jawa mengrot ) dan kakinya pincang , mendengar bahwa di Kadipaten Pucang Kembar ada seorang putri cantik anak dari Hadipati Citro Kusumo maka Jaka puring ingin membuktikan dan bermaksud mempersuntingnya sebagai istri .
Dan setelah Raden Jaka Puring melihat kecantikan Dewi Sulastri ia lalu melamarnya namun belum diterima atau masih ditangguhkan karena Jaka Puring adalah seorang pemuda yang cacat maka ia disuruh menunggu dan dipersilahkan untuk tinggal sementara di Pucang Kembar.
Tidak lama kemudian datanglah seorang pemuda tampan dari Kadipaten Karang Gumelem bernama Raden Jono yang bermaksud hendak melamar pekerjaan di Kadipaten Pucang Kembar sambil mencari saudara kandungnya yang bernama Raden Wiro Kusumo , namun Sang Hadipati Citro Kusumo bingung karena tidak ada pekerjaan untuk Raden Jono bersamaan dengan itu putri Sang Hadipati Citro Kusumo yaitu Dewi Sulastri melihat pemuda tampan itu maka tertarik hatinya dan mengajukan usul kepada Kanjeng Romonya ( bahasa Jawa Ayah ) agar Raden Jono diterima bekerja di Kadipaten Pucang Kembar . Akhirnya Sang Hadipati menerima Raden Jono sebagai juru taman di Kaputren Dewi Sulastri . Karena sering bertemu antara Raden Jono dan Dewi Sulastri saling jatuh cinta ( Pepatah Jawa mengatakan , ” Witeng Tresno Jalaran Soko Kulino ” ).
Sementara dalam penantiannya Raden Jaka Puring sudah jemu menunggu jawaban dari Dewi Sulastri . Ia merasa curiga dengan hubungan Dewi Sulastri dan Raden Jono maka sambil menunggu jawaban dari Dewi Sulastri , Raden Jaka Puring menyuruh Pangeran Usmono Usmani ( adik Dewi Sulastri ) untuk mengawasi gerak-gerik Dewi Sulastri dan Raden Jono . Berdasarkan pengamatannya , Pangeran Usmono Usmani melaporkan bahwa Dewi Sulastri telah menjalin cinta dengan Raden Jono . Mendengar laporan itu Raden Jaka Puring merasa tersinggung dan mengambil kesimpulan bahwa dirinya ditolak karena Dewi Sulastri berpacaran dengan Raden Jono . Jaka Puring marah dan terjadilah perang antara Raden Jono dan Raden Jaka Puring .
Singkat cerita pertempuran yang tidak seimbang itu membuat Raden Jono kalah dan lari mencari perlindungan ke Pesanggrahan Pring Ori ( kelak bernama Desa Ori di wilayah Kecamatan Kuwarasan ) . Raden Jono minta perlindungan pada Kyai Karyadi dan disuruh sembunyi di dalam lumbung dan di tutup pakai kapuk ( kapas ) , tidak lama kemudian Raden Jaka Puring sowan pada Kyai Karyadi dan menanyakan keberadaan Raden Jono namun sang Kyai membohonginya dan mengatakan bahwa Raden Jono tidak berada di pesanggrahan Pringori . Jaka Puring lalu pulang kembali ke Kadipaten Bulu Pitu
Setelah Jaka Puring pergi maka Raden Jono dikeluarkan dari lumbung dan ditanya apa sebabnya Raden Jono dikejar-kejar oleh Raden Jaka Puring . Raden Jono menceritakan pada Kyai bahwa perjalanannya ke Pucang Kembar untuk melamar pekerjaan sambil mencari saudara kandungnya Pangeran Wiro Kusumo setelah tiba di Pucang Kembar diterima sebagai juru taman dan dicintai oleh Dewi Sulastri sementara Raden Jaka Puring yang sedang menunggu jawaban dari Dewi Sulastri atas lamarannya yang sesungguhnya ditolak karena Raden Jaka Puring menderita cacat , namun karena tidak tega untuk mengatakan alasan yang sebenarnya maka lamaran atas Dewi Sulastri hanya ditangguhkan jawabannya dan dipersilahkan untuk tinggal sementara di Kadipaten Pucang Kembar sembari menunggu jawaban dari Dewi Sulastri . Tapi karena Dewi Sulastri talah jatuh cinta kepada Raden Jono akhirnya Raden Jaka Puring cemburu dan terjadi pertarungan antara Raden Jono dan Raden Jaka Puring sampai akhirnya Raden Jono kalah dan lari ke Pesanggrahan Pring Ori untuk menimba ilmu di pesanggrahan sehingga bisa mengalahkan Raden Jaka Puring dan memperisteri Dewi Sulastri .
Mendengar jawaban dari Raden Jono sang kyai memberi saran . Untuk mencapai tujuannya Raden Jono harus bersemedi ( bertapa ) di bawah pohon besar bernama Wit Benda ( Pohon Benda : bahasa Jawa ) dan pohon itu berada di daerah yang angker namun dalam melakukan semedi itu harus dengan hati yang tulus , suci dan sabar .
Raden Jono pun menurut pada kata-kata Kyai Karyadi ia pun melakukan semedi dengan sabar dan hati yang tulus dan akhirnya pertapaannya mendapatkan hasil dari yang Maha Kuasa dengan memperoleh pusaka berupa Bungkul Kencana ( keris : bahasa Jawa ) . Dan akhirnya Raden Jono pulang ke Pucang Kembar bertemu dengan Dewi Sulastri dan ternyata Raden Jaka Puring sudah berada di Pucang Kembar untuk menanyakan jawaban Dewi Sulastri atas lamarannya . Dewi Sulastri menjawab bahwa dia mau dipersunting oleh siapapun namun ia punya bebana awujud adon-adon / giri patembaya ( bahasa jawa permintaan pertarungan ) antara Raden Jono dan Jaka Puring . Maka terjadilah pertarungan sengit antar keduanya yang dimenangkan oleh Raden Jono maka dikawinkanlah Dewi Sulastri dengan Raden Jono sedang Raden Jaka Puring Lari dan pulang ke Bulu Pitu .
Bersamaan dengan itu Hadipati Pucang Kembar mendapat surat mandat ( nawala ) dari Susuhunan Sayidin Panatagama ( Raja Mataram ) untuk memberantas gerombolan berandal di Gunung Tidar. Akhirnya Hadipati Pucang Kembar Citro Kusumo memerintahkan menantunya sebagai bukti pengabdiannya untuk memberantas berandal di Gunung Tidar atau sebagai Duta Pamungkas. Maka walupun dengan perasaan berat meninggalkan Dewi Sulastri Raden Jono berangkat menjalankan tugas sebagai Duta Pamungkas dari Susuhunan Sayidin Panatagama ( Raja Mataram ) ke Gunung Tidar sebagai bukti pengabdian kepada mertua dan negara . Mendengar berita bahwa Raden Jono diberi mandat untuk menjadi Duta Pamungkas Raden Jaka Puring yakin bahwa Raden Jono pasti gugur melawan gerombolan berandal di Gunung Tidar maka Raden jaka Puring menuju ke Pucang Kembar untuk menemui dan merebut Dewi Sulastri .
Dalam keadaan Dewi Sulastri sendiri tanpa suami dipaksa oleh Raden Jaka Puring untuk mengikuti kemauan Raden Jaka Puring menjadi istrinya . Sebagai seorang istri yang setia kepada suami Dewi Sulastri tidak mau menghianati Raden Jono maka akhirnya Raden Jaka Puring membawa lari dengan paksa Dewi Sulastri keluar dari kaputren . Sementara itu Raden Jono sampai di Gunung Tidar menjelang malam dan menunggu munculnya gerombolan berandal . Setelah malam datang akhirnya gerombolan pengacau itu muncul dan bertarunglah Raden Jono melawan gerombolan yang terkenal bengis dan sakti mandraguna namun dengan kesaktian dan niat suci pengabdiannya kepada negara dan orang tua serta berbekal Pusaka Bungkul Kencana akhirnya Raden Jono bisa mengalahkan gerombolan berandal itu dan membunuh pimpinannya dengan Bungkul Kencana . Dalam keadaan keris terhunus diperut pimpinan gerombolan itu menyebut-nyebut nama saudara kandungnya ,” Aduh , Dimas Jono dimanakah keberadaanmu lihatlah Kangmasmu ini sedang sekarat dan jauh dari saudara ”. Mendengar rintihan itu Raden Jono tersentak dan menjawab perkataan dari pimpinan gerombolan itu yang ternyat saudara kandung yang selama ini dicarinya ,” Aduh Kakangmas maafkan adikmu ini yang hanya menjalankan tugas dan ternyata yang kubunuh adalah Kangmas Wiro Kusumo , maafkan adikmu ini yang tidak tahu bahwa yang akan kubunuh adalah Kangmas Wiro Kusumo ”.
Raden Jono memeluk Raden Wiro Kusumo yang sedang sekarat dan keduanya saling bertangisan sambil bermaafan akhirnya Raden Wiro Kusumo tewas di pangkuan Raden Jono .
Betapa sedihnya perasaan Raden Jono memikirkan garis hidupnya yang harus melaksanakan tugas negara dengan meninggalkan istri tercinta dan ternyata harus membunuh kakak kandungnya sendiri .

Raden Jono pun pulang ke Pucang Kembar membawa kemenangan berselimut kesedihan karena harus mengorbankan nyawa saudara kandungnya yang selama ini sedang dicarinya demi pengabdiannya kepada mertua dan negara. Sesampai di Pucang Kembar semakin terguncang perasaan Raden Jono mendapati Dewi Sulastri telah dibawa lari oleh Raden Jaka Puring . Dalam keadaan lelah dan terguncang Raden Jono pun mengembara mencari keberadaan Dewi Sulastri menjelajah setiap wilayah sampai akhirnya tiba di pesisir selatan .
Sementara itu pelarian Raden Jaka Puring membawa Dewi Sulastri juga ke pesisir selatan . Sepanjang perjalanan Raden Jaka Puring senantiasa merayu Dewi Sulastri agar bersedia malayaninya namun rasa cinta dan kesetiaannya kepada Raden Jono tetap dipegang teguh oleh Dewi Sulastri sampai akhirnya Raden Jaka Puring kehilangan kesabarannya dan akhirnya Dewi Sulastri diikat pada sebuah pohon pandan .
Bersamaan dengan itu perjalanan Raden Jono sudah sampai di tempat itu namun sebelum ia bertemu dengan Dewi Sulastri ternyata Raden Jaka Puring telah lebih dulu melihat kedatangannya . Dengan sekonyong- konyong Raden Jaka Puring menyerangnya sehingga terjadi pertempuran yang sengit antara Raden Jono melawan Raden Jaka Puring . Dalam pertempuran itu Raden Jaka Puring terdesak dan kalah lalu melarikan diri ke arah utara . Raden Jono lalu menemui Dewi Sulastri yang masih terikat di pohon pandan . Terjadi suatu keajaiban bahwa pohon pandan tempat mengikat Dewi Sulastri berubah warna menjadi kuning sedang pohon pandan yang lain tetap berwarna hijau . Maka oleh Raden Jono tempat itu diberi nama Pandan Kuning ( kelak menjadi Pesanggrahan Pandan Kuning ).
Keajaiban kembali terjadi , setelah Raden Jono melepas ikatan Dewi Sulastri mereka lalu ditemui oleh Nyi Roro Kidul ( Ratu Pantai Selatan ) dan bidadari dari kayangan Dewi Nawang Wulan . Oleh Nyi Roro Kidul Dewi Sulastri disuruh pulang ke Pucang Kembar dengan perlindungan dari Nyi Roro Kidul dan Dewi Nawang Wulan . Sedang Raden Jono disuruh mengejar raden Jaka Puring ke arah utara . Perjalanan Raden Jono mengejar Raden Jaka Puring ke arah utara masuk ke sebuah hutan lebat yang banyak ditumbuhi pohon gadung penuh duri sebagai tempat persembunyian Raden Jaka Puring .
Disetiap langkahnya Raden Jono kesrimpet-srimpet wit gadung ( bahasa Jawa terhalang pohon gadung ) hampir di setiap pori-pori kulitnya terselip duri gadung hingga darah bercucuran maka alas atau hutan itu oleh Raden Jono dinamakan Karanggadung ( kelak menjadi desa Karanggadung ) .
Pelarian Raden Jaka Puring terus ke arah utara namun Raden Jono kehilangan jejak maka langkahnya menjadi ragu-ragu selangkah berhenti lalu melangkah lagi dan berhenti lagi sambil dia menengok mau terus ke utara atau ke selatan atau ke barat atau ke timur . Langkahnya yang mandeg mangu ( ragu-ragu ) itu membuat Raden Jono memberi nama tempat dengan nama ” Manga-mangu ” yang artinya perasaan ragu-ragu ( kelak menjadi desa Munggu ) . Namun akhirnya raden Jono memutuskan untuk mengejar ke arah utara sehingga mereka bertemu dan kembali terjadi pertarungan antar keduanya dan masing-masing membuat benteng pertahanan ( kelak dikenal sebagai ” Beteng ” dan ” Pertahanan ” ) dalam perkembangannya wilayah itu bernama Petanahan / kelak menjadi desa Petanahan dan bekas bentengnya terkenal dengan nama ” Beteng ” .
Mereka terus bertarung sambil kejar-kejaran hingga sampai pada suatu tempat merasa kehausan dan hendak minum namun airnya berbau banger ( bahasa Jawa busuk ) yang konon dikarenakan bangkai manusia yang mati dan tidak dikubur dengan keajaiban hidup kembali ( pada urip , berasal dari bahasa Jawa ) dan tempat itu diberi nama Grumbul Banger Desa Padaurip ( kelak menjadi desa Padaurip ) .
Aksi kejar-kejaran itu terus ke arah utara sampai pada suatu tempat yang banyak ditumbuhi pohon Jati dan kehidupan masyarakatnya mulya ( sejahtera ) sehingga tempat itu dinamai Jatimulya ( kelak menjadi desa Jatimulya ) .
Kejar - kejaran dan pertarungan itu terus berlanjut ke utara sampai pada tempat / pekarangan yang banyak ditumbuhi wit gedang ( bahasa jawa pohon pisang ) lalu tempat itu diberi nama Karanggedang ( kelak menjadi Desa Karanggedang ) .
Dari Karanggedang mereka berlari kearah barat melewati sebuah sungai yang ditepi sungai itu banyak orang sedang memandikan (guyang ) hewan sehinga tempat itu dinamakan Guyangan.
Pengejaran dan pertarungan masih terus berlanjut kearah barat melewati sebuah grumbul atau alas yang berupa rumput alang- lang yang luas maka tepat itu diberi nama ” Alang – alang amba ” Kelak menjadi Desa Alang – alang Amba .
Pengejaran dan pertarunganpun terus berlanjut kearah selatan dalam keadaan sangat letih dan lemah mereka masih bisa bertahan hidup maka tempat itu diberi nama ” Kuwarasan ”. Merekapun terus bertarung dan saling mengejar menuju arah selatan sampai mereka berdua merasa kesal sendiri dan muring – muring ( bahasa Jawa marah –marah ) sambil istirahat Raden Jono memberi nama tempat itu ”Puring ”( Kelak menjadi pasar Puring ) .Walaupun dalam keadaan lelah dan letih Jaka Puring masih terus berusaha lari dan mencari hidup dan terus berlari ke selatan sampai di kisik / pesisir samudra yang tanahnya wedi ( bahasa jawa pasir ) yang setiap dilewati atau sepanjang kaki melangkah wedinya gugur alias ambruk maka tempat itu diberi nama ” Wedi Gugur ” kelak menjadi Pesanggrahan Wedi Gugur.
Raden Jaka Puring terus berusaha menghindar dari kejaran Raden Jono menuju kearah barat sampai akhirnya terjadi pertarungan lagi yang sangat sengit dan saling mengeluarkan kadigdayan ( kekuatan ) dan Raden Jaka Puring tersungkur sehingga tangan yang hendak diarahkan ke Raden Jono akhirnya mengenai karang sampai tembus / bolong sehingga tempat itu diberi nama Karangbolong , namun Raden Jaka Puring masih berusaha lari ke utara sampai akhirnya kehabisan tenaga sehingga tergelincir ke sungai dan pada kesempatan itu Raden Jono menghunus pusaka Bungkul Kencono dan menancapkanya ke tubuh Raden Jaka Puring dan terjadilah suatu keajaiban Raden Joko Puring berubah menjadi Buaya putih dan melontarkan sumpah serapah kepada Raden Jono bahwa dia menerima kekalahanya tidak bisa memperistri Dewi Sulastri dan menerima karma menjadi buaya putih namun bersumpah bahwa setiap keturunan Raden Jono yang memakai pakaian sama dengan yang dipakai oleh Dewi Sulastri akan menjadi mangsa / dimakan oleh buaya putih, Pakaian itu adalah mbayak ijo gadung ( Kebayak ), Jarit Amba Lurik ( Kain / tapih ) dan benting tritik ( stagen ). Atas kejadian itu oleh Raden Jono tempat itu diberi nama ”Buayan” kelak menjadi Kecamatan Buayan.
Dengan rasa letih dan tubuh yang penuh luka Raden Jono Pulang ke Pucang Kembar membawa perasaan suka cita atas kemenangannya melawan Raden Joko Puring dan perasaan rindu ingin segera bertemu Dewi Sulastri . Suasana penuh haru meliputi Kadipaten Pucang Kembar saat pertemuan antara Raden Jono dan Dewi Sulastri beserta keluarga kadipaten. Akhirnya Raden Jono di nobatkan sebagai Hadipati di Pucang Kembar.

Sumber RPJMDes Desa Karanggadung.

SEJARAH DESA PASIR KEC. AYAH

LEGENDA DAN SEJARAH DESA PASIR KEC. AYAH

a. Legenda Desa dan Sejarah Desa
Sejarah Desa Pasir tidak bisa dipisahkan dari desa nelayan. Konon ceritanya hidup seorang maritim yang ulung dalam mengarungi lautan pada jaman Belanda, yang berjuang (babad desa), Mbah Bekel Tambak Yuda atau Mbah Mad Mulya. Beliau mengawali Pemerintahan Desa Pasir yang melawan Pemerintah Kolonealisme Belanda dengan memperjuangkan Pusat Pemerintahan Desa yang konon disebut GLONDONG MAD MULYA, beliau mulai merencanakan Pemerintahan Desa yang dibantu dengan Perangkat Desa walaupun tetap diawasi ketat oleh antek-antek Belanda, tetapi tidak pantang menyerah. Pemerintahan ini secara turun temurun diganti oleh Putranya Lurah MAD KARYA, dalam pemerintahannnya juga sama, karena sarana prasarana belum ada; maka pemerintahan ini tidak berlangsung lama dan diganti oleh Lurah DITA KARYA, Pemerintahan ini juga masih bersifat ke daerahan, belum ada kerjasama dengan desa lain, maka Lurah belum bisa memikirkan nasib rakyat, maka yang diandalkan melaut dan sampai dengan sekarang masyarakat Desa Pasir mayoritas melaut (nelayan). Masih ada ritual selamatan melaut setiap tahun tetap diabadikan. Pemerintahan ini berakhir diganti oleh Lurah SURYA KARYA, juga pemerintahan lurah masih berkoalisi dengan Belanda, dan tarap hidup masyarakat masih rendah, penuh ketakutan dan penderitaaan. Pemerintahan ini tidak berlangsung lama lalu diganti oleh Lurah SURYA KRAMA, juga masih mengantungkan diri terhadap Pemerintahan Belanda. Masa ini masih juga rakyat dalam keadaan kemiskinan, masyarakat diperas tenaganya dan hidup masih tergantung nasib sendiri. Pemerintahan ini dimulai lagi oleh Lurah KARTA REJA, pada masa ini sudah dipilih masyarakat dengan tunjukan. Pada masa pemerintahan ini mulai ada otonomi. Misalnya NTCR (Nikah Talak Cerai dan Rujuk) sudah mandiri. Keadaan tersebut sampai pada Pemerintahan Jepang dan Proklamasi 17 Agustus 1945.
b. Sejarah Pembangunan Desa Pasir
Catatan Pembangunan Desa Pasir, diawali dari periode kepemimpinan Suwargi MBAH NAWI KARSA sesudah tahun 1948. pada waktu itu belum banyak hal yang dapat diungkapkan dan kepeminmpinan itu yang berbau Feodalisme. Kedudukan Suwargi Mbah Nawi Karsa merumuskan perencanaan pembangunan dan mulai mendirikan Balai Desa, membentuk Perangkat dan Lembaga Desa, walaupun masih sederhana. Pemerintahan ini berakhir tahun 1978. Kemudian dilanjutkan oleh YAKIMIN yang dipilih oleh masyarakat dan diakhiri mulai berlaku Perda No. 10 tahun 1978. dalam Pemerintahan ini mulai tumbuh perkembangan di bidang pembangunan dan berlaku Peraturan-peraturan Pemrintahan. Pada masa ini telah dibentuk lembaga seperti RT, RW, PKK, LKMD, dan pendidikan serta pembangunan lainnya yang semakin meluas, baik pembangunan fisik, mental, maupun pembangunan spiritual. Pada periode ini sudah dimulai dibentuk pembagian wilayah dalam proses perencanaan pemerintahan, antara lain :
1. Pada mulanya Pemerintahan Desa Pasir dibagi menjadi 9 RT dan 2 dukuh.
2. Bedirinya TK Budi Luhur Desa Pasir pada tanggal 15 Juli 1985, walau belum memiliki sarana Gedung ( nunut di Balai Desa).
3. Merehab Gedung Balai Desa, mendirikan Pos Kampling di Dukuh yang rawan Keamanan.
4. Mulai menata Pemerintahan Desa mengganti nama lembaga Pemerintahan desa dengan nama lembaga yang baru dalam rangka menyesuaikan dengan peraturan perundangan yang ada, misalnya Carik diganti Sekretaris Desa dan seterusnya.
5. Dibentuknya Tim Penggerak PKK dan Kepengurusan Lembaga-Lembaga Desa.
6. Rehab Gedung Sekolah Dasar, Rehab Kantor Desa, dan Perumahan Guru.
7. Membuat rencana untuk minta bantuan ke Pemerintah yaitu bantuan Pembangunan Fisik ditambah Swadaya Masyarakat.
Pemerintahan bapak Yakimin berakhir tahun 1989 dan diganti Bapak Supandi sampai dengan tahun 1999. dalam pemerintahannya dari 12 RT dikembangkan menjadi 13 RT dan 3 Dusun. Pada masa itu hanya dikepalai oleh seorang Kadus dibantu 1 orang Sekdes dan 6 Kaur. Pembangunan yang dilaksanakan termasuk swadaya masyarakat dan dari bantuan Pemerintah antara lain:
1. Pembangunan gedung TK Budi Luhur sudah milik desa.
2. Jembatan Beton kali Dilem RT 1 RW III kapasitas 3 x 14 Meter dibangun dari swadaya masyarakat dan Bandes (milik desa).
3. Rehab Balai Desa dan Kantor Sekretraiat Desa/membuat Polindes di Kawasan Balai Desa, rehab Masjid Al-Huda.
4. Membayar PBB lunas sebelum jatuh tempo setiap tahun.
5. membangun senderan Pengairan di Sekitar Jalan Raya di dukuh Dilem RT 1 RW III.
Periode bapak Supandi berakhir tahun 1998. selanjutnya diganti secara pilihan langsung oleh masyarakat dan dimenangkan oleh Bapak PURYONO dari staf Karyawan Dipenda Kebumen bagian Sarang Burung Walet. Pada masa Pemerintahan tumbuh perkembangan pembangunan baik fisik, ekonomi, sosial budaya dan keagamaan. Beberapa pembangunan masa ini antara lain:
1. Menambah Perangkat Desa dan 1 orang Sekdes, 5 Kaur, dan 1 orang kadus. Sehingga menjadi 1 sekdes 3 kadus dan 7 Perangkat Desa.
2. Mengadakan pemilihan BPD sebanyak 9 orang dan LKMD sebanyak 13 orang.
3. Mengaktifkan kesadaran hukum dan Kamtibmas HANSIPWANRA serta Karangtaruna dan masyarakat.
4. Pembinaan akhlak kesadaran orang beragama lewat pengajian-pengajian dan Forum Pembinaan Kaum Ibu.
5. Penyadaran tentang PBB kepada waqjib pajak sehingga PBB lunas lebih awal belum sampai jatuh tempo.
Dengan adanya program DKPM ( Dana Kemandirian Pembangunan Desa) dan dibantu dengan swadaya masyarakat ada beberapa hasil pembangunan pada masa ini antara lain:
1. Pembangunan Gedung PKK berukuran 5 x 15 M dengan swadaya masyarakat sedesa Pasir.
2. Menambah ruang kator Sekretariat Desa dengan biaya dan dana DKPM.
3. Merehab Balai Desa, Polindes dengan bantuan DKPM secara bertahab dibantu swadaya masyarakat.
4. Membangun Masjid Al-Muttaqin bersama swadaya masyarakat dan Infaq dari warga perantauan, serta dana stimulan dan Pemda Kebumen.

Sumber RPJMDes Desa Pasir

SEJARAH DESA SELING KEC. KARANGSAMBUNG

LEGENDA DAN SEJARAH DESA SELING
KEC. KARANGSAMBUNG
a. Legenda Desa
Pada jaman dahulu Desa Seling berupa hutan. Suatu ketika datang seorang yang sakti dan bijaksana yang bernama mbah Penosogan yang berasal dari Kajoran, beliau salah seorang cucu dari mbah Agung Kajoran. Mbah Penosogan datang ke Penosogan karena adanya suatu peristiwa yaitu pada waktu mudanya beliau suka merantau dan mengembara maupun bertapa serta berguru untuk mendapatkan ilmu dan kesaktian bahkan setelah menikahpun beliau masih suka melakukan kesenangan merantau meninggalkan seorang istri. Suatu ketika mbah penosogan pulang dari merantau mendapatkan istrinya sudah menikah lagi, karena kecewa beliau meninggalkan desanya menuju kearah timur menyebrangi Sungai Luk Ulo sampai ke Desa Kedung Waru, di desa tersebut beliau bertemu seorang tokoh desa yang masih saudara yang kemudian memberi petunjuk agar menetap di sebelah selatan desa Kedung Waru di sebuah bukit berbatu padas putih.
Suatu hari datang seorang tamu bernama Kertanegara meminta perlindungan kepada mbah Penosogan dan diperbolehkan menetap di wilayah Penosogan, Kertanegara adalah seorang pelarian yang dicari oleh Belanda . Karena kesaktian Mbah Penosogan wajah kertanegara di usap langsung berubah wajahnya kemudian diganti namanya mbah Pringtali dan menetap di dusun Sambeng. Suatu ketika datang tentara Belanda datang ke mbah Penosogan mencari pelarian yang bernama Kertanegara. Kemudian komandan tentara Belanda dipertemukan dengan Kertanegara “ Apakah orang ini yang dicari oleh Belanda “ karena wajahnya sudah berubah, komandan tentara Belanda tidak mengenal lagi wajah Kertanegara, kemudian menjawab “ Bukan orang ini yang dicari “.
Sepeninggal Komandan tentara Belanda, mbah Pringtali ( Kertanegara) mengucapkan terima kasih kepada mbah Penosogan dengan memberi ayam jago bernama Celing , ayam tersebut setiap diadu pasti menang sehingga sangat terkenal, dikemudian hari dusun penosogan berubah menjadi desa dengan nama Desa Seling.
b. Sejarah Desa Seling
Tahun Kejadian Peristiwa Buruk
1943 Terjadikelaparan dan penyakit koreng
1947-1948Penjajahan Belanda ke II
1950-1951Pemberontakan AOI
1964-1965Pemberontakan G 30 September
1970 Sering terjadi serangan penyakit Demam
1973 Trejadi Paceklik, Terjadi tanah longsor di Rw.II 3 Ha
1980-1981 Kepala Desa menerima bantuan kuda, Desa menerima bantuan ayam namun
banyak yang mati terkena penyakit Tetelo
1982 Gunung Galunggung meletus banyak hewan yang mati
1986 Terjadi banjir besar di Rw.I satu warga tenggelam
1988 Tanah longsong di Prapatan.
1998 Salah satu warga tmeninggal dunia karena tenggelam di sungai Kaligawe
2000 Salah satu wargameninggalkarena tenggelam di Sungai LukUlo
2003 Serangan penyakit Antrax, banyak hewan yang mati
2004 Bantuan hewan kambing yang ke II banyakyang matikarena berpenyakut
Tahun
Kejadian Peristiwa Baik
1973 Mendapat bantuan Beras Bulgur
1980-1981Menerima bantuan sapi Banpres Perintisan wayang kulit dan kuda
kepang oleh mbah Sanjayareja
1982 Menerima bantuan sapi 40 ekor
1984 Pembangunan Balai Desa secara swadaya
1988 Gugur gunung pembuatan jalan menuju ke Dk Sambeng
1995 Pertama kali Dukuh Rw.II menerima bantuan moda lsimpan pinjam
1999 Rw. II menerima bantuan pengaspalan jalan 1 Km
2001 Desa menerima bantuan pembangunan rumah 31 unit
2003 Terbentuknya rombongan Rebana dan janeng di Rw.I
2004 Menerimabantuanpembelian tanahkas Desa
2007 Pemilihan Kepala Desasecara Demokratis terpilih Bp.Sutarjo

SEJARAH DESA TLEPOK KEC. KARANGSAMBUNG

LEGENDA DAN SEJARAH DESA TLEPOK
KEC. KARANGSAMBUNG
a. Legenda Desa
Pada suatu ketika ada seorang sakti lagi bijaksana bernama mbah Arungbinang bersama pengikutnya datang ke Desa Wadasmalang sesampainya ke desa tersebut beliau berjalan kearah utara sampai disuatu dusun para pengikut nya memukul sebuah kenong, nong, nong , dusun tersebut diberi nama dusun Kalikemung termasuk wilayah Desa Wadasmalang. Kemudian mbah Arungbinang bersama pengikutnya berjalan kearah barat sampai di gunung batu beliau dan rombongan beristirahat, gunung batu tersebut sekarang dikenal gunung Batur. Pada waktu mbah Arungbinang selesai istirahat kemudian berjalan melangkah kakinya menginjak tanah yang lembek sehingga bekas kakinya ada tapak kaki ( Tlapak ) dan waktu berjalan berbunyi tlepok, tlepok yang kemudian diberi nama Desa Tlepok.
Mbah Arungbinang meneruskan perjalanan ke arah barat dan beliau meninggalkan seorang pengikutnya yang bernama mbah Merto untuk tinggal di Desa Tlepok . Mbah Merto mempunyai anak 2, anak yang pertama bernama mbah Jaya Semita sedangkan anak yang kedua bernama mbah Jenggot. Mbah Jaya Semita diberi tugas oleh mbah Merta untuk memimpin pemerintahan desa Tlepok, sedangkan mbah Jenggot mengemban tugas menjadi pimpinan agama.
Suatu hari Mbah Merta sebelum meninggal memanggil kedua anaknya, mbah Merta berpesan agar setiap Jum’at Kliwon mengadakan syukuran untuk mengingat perjuangan mbah Merta pada waktu babad alas ( membuka Hutan ) untuk dijadikan desa ( syukuran tersebut masih dilaksanakan oleh kepala Desa). Beliau bertiga setelah meninggal dimakamkan di Desa tlepok.
b. Sejarah Pembangunan Desa Tlepok
Tahun Kejadian Peristiwa Buruk
1990 1.Terjadi banjir besar banyak tanah longsor
2.Kepala Desa Tlepok, Bp.Toha meninggal
1992 Terjadi pembakaran benderasalah satu partai
1993 Warga mengeluhkan bantuan IDT tidak terbagi dengan adil
1995Paceklik
1997 Terjangkitnya wabah gudig dan penyakit malaria
1999 Penjarahan kayu jati besar-besaran oleh warga desa lain
2002 Terjadi demo warga ke pihak pengelola SD
2003 Masyarakat kurang menanggapi karena masing asing dengan program KKN
2005 Warga demo kepada Sekdes dianggap dalampendataan pilih kasih
2006 Demo ke Panitia Pembangunan dianggapkurang mampu
2007 Penutupan jembatan bantuan UPK oleh sebagian warga

Tahun Kejadian Peristiwa Baik
1991 Terpilih kepala Desa baru secara demokrasi, Bp.Syakur
1992 Masyarakat mengenal Demokrasi / Pemilu
1993 Desa menerima IDT
1994 Menerima bibit penghijauan guna reboisasi hutan dan lahan
1995 Desa menerima bantuan air bersih di blok Batur
1996 Desa menerima bantuan UED
1997 Pemilu berjalan aman dan demokratis
1998 Mendapat bantuan Gully plag dan sumur resap
2000 Menerima bantuan proyek air bersih diblok Kopen
2001 Pilkades Desa Tlepok Bp. Sunaryo
2002 Menerima bantuan Stimulan SD dan Jembatan dari UPK
2003 Kedatangan KKN Unsoed Purwokerto dengan program pertanian
2004 Mendapat bantuan bibit dan pupuk guna penghijauan hutan dan lahan dengan
program GN-RHL sebanyak 2 Kelompok
2005 Menerima bantuan untukmasyarakat miskinBLT
2006 Menerima bantuan PPKPelebaran jalan penghubung ke Desa Wadasmalang
2007 Pilkades Desa Tlepok Bp.Sunaryo terpilih kembali

Diambil dari Dokumen RPJMDes

LEGENDA DAN SEJARAH DESA TUNGALROSO KEC. PREMBUN

LEGENDA DAN SEJARAH DESA TUNGALROSO
KEC. PREMBUN

a. Legenda Desa
Pada jaman dahulu sebelum Desa Tunggalroso berdiri, ada 3 (tiga) desa kecil yang telah berdiri secara mandiri dan masing-masing memiliki Lurah. Masing-masing desa tersebut bernama Desa Bendamungal, Desa Kaligawe, dan Desa Ngentak. Berhubung diantara 3 (tiga) desa tersebut terlalu kecil dan memiliki kesamaan tradisi, pola hidup, dan keadaan geografis yang sepadan; maka untuk mengefektifkan jalannya roda pemerintahan desa, maka atas prakarsa masyarakat akirnya disepati untuk menggabungkan diri menjadi satu.
Proses penggabungan ketiga desa tersebut pada tahap awal digunakan cara musyawarah mufakat di masing-masing desanya yang dipimpin oleh Kepala Desa masing-masing. Tahap selanjutnya diadakan musyawarah dengan utusan dari ketiga desa tersebut dan disepakati untuk digabung menjadi satu dan kemudian diberi nama Desa “Tunggalroso”.
Nama Tunggalroso itu sendiri konon mempunyai arti dan tujuan yang sama, yakni ‘satu rasa’. Tujuan persatuan itupun konon memiliki makna yang sangat luas diantaranya:
1. Bersatu dalam membangun.
2. Bersatu dalam meningkatkan kemakmuran rakyat.
3. Bersatu dalam melayani rakyatnya.
4. Bersatu dalam menjaga keutuhan wilayah (pada saat itu sedang dijajah Belanda).
Desa Tunggalroso berdiri pada tahun 1923, dan tahap selanjutnya dari tiga desa tersebut dijadikan tiga wilayah (kebayan) sekarang disebut Dusun, yang dipimpin oleh Bayan/sekarang Kepala Dusun (Kadus).
Semenjak berdirinya Desa Tunggalroso telah mengalami beberapakali pergantian Kepemimpinan, yang masih diingat diantaranya:
No. Nama Masa Kepemimpinan
1 Dipo Menggolo Tahun 1945 s/d 1946
2 Suhadi Tahun 1945 s/d 1961
3 H.M. Mudzakir Tahun 1961 s/d 1989
4 Martono Tahun 1989 s/d 1999
5 Margono Tahun 1999 s/d sekarang
b. Sejarah Pembangunan Desa Tunggalroso
Dalam perkembangannya pembangunan di Desa Tunggalroso mengalami pasang surut sesuai dengan irama perkembangan masyarakat, keadaan alam, dan kondisi lingkungan sosial, masyarakat, politik dan melingkupinya. Adapun dinamikanya adalah sebagai berikut:
1. Pada tahun 1923 merupakan waktu penggabungan dari beberapa desa menjadi satu desa yakni Desa Tunggalroso.
2. Pada tahun 1927 ditandai dengan pembangunan Gedung Sekolah Rakyat Tunggalroso.
3. Pada tahun 1951 terjadi hujan abu dari meletusnya Gunung Kelud, tanaman banyak yang mati, kemudian beberapa tahun kemudian tanah pertanian menjadi subur.
4. 1955 ada peristiwa PEMILU yang pertama, pada saat itu di Desa Tunbggalroso dimenengkan oleh PNI.
5. Pada tahun 1961 diadakan Pilihan Kepala Desa (PILKADES), pada waktu itu ada 9 (sembilan) calon; dan dimenangkan oleh Muh. Mudzakir. Dan pada waktu itu terjadi lagi Hujan Abu dari meletusnya Gunung Merapi.
6. Pada tahun 1965 sampai dengan tahun 1967, terjadi peristiwa
G 30 S PKI, di desa Tunggalroso terjadi huru hara dan terjadi
pembakaran rumah, sweeping, dan kerja paksa.
7. Pada tahun 1972 diadakan Pemilu di Masa Orde Baru, pemenangnya adalah GOLKAR.
8. Pada tahun 1973, dibangun Balai Desa Tunggalroso.
9. Pada tahun 1975 dibangun Sekolah Dasar Negeri 2 Tunggalroso.
10. Pada tahun 1977 diadakan PEMILU yang pada saat itu dimenangkan GOLKAR.
11. Pada tahun 1978 ada masa paceklik dan Pemerintah mengadakan Padat Karya dengan upah Beras Bulgur.
12. Pada tahun 1982 diadakan PEMILU lagi dan dimenangkan oleh GOLKAR, pada masa ini terjadi paceklik karena tidak panen (puso).
13. Pada tahun 1987 diadakan PEMILU yang dimenangkan GOLKAR.
14. Pada tahun 1989 diadakan PILKADES yang diikuti oleh 3 (tiga) calon dan dimenangkan oleh Martono HS.
15. Pada tahun 1992, terjadi banjir bandang dan besar, panenan gagal.
16. Pada tahun 1997 Diadakan PEMILU yang dimenangkan oleh GOLKAR.
17. Diadakan PILKADES dan diikuti oleh 5 (lima) calon dan dimenangkan oleh Margono.
18. Pada tahun 2004 pertama masa Reformasi.
19. Pada tahun 2005 PEMILU Presiden, pada masa ini ada demo untuk Raskin.
20. Pada tahun 2007 diadakan PIULKADES dengan 2 (dua) calon dan diemanangkan oleh Margono.

Sumber RPJMDes Desa Tungalroso

LEGENDA DAN SEJARAH DESA HARJODOWO KECAMATAN KUWARASAN

LEGENDA DAN SEJARAH DESA HARJODOWO
KECAMATAN KUWARASAN

A.LEGENDA DESA
Desa Harjodowo berasal dari suku kata Harjo (berarti Makmur), dan Dowo (berarti langgeng). Dalam pengertian istilah dari nama tersebut adalah bahwa harjodowo adalah desa yang diharapkan makmur sepanjang masa.
Desa Harjodowo merupakan Desa Blengketan (bahasa jawa) yang artinya gabungan dari dua dusun/dukuh yakni Dusun Luangandawa dan Dusun/dukuh Arnan. Antara dua dusun/dukuh tersebut dibatasi oleh area persawahan.
Nama dukuh Luangandawa dinamai demikian konon dahulu ada sebuah luangan (sungai kecil) yang memetong desa memanjang sampai perbatasan Kalipurwo, luangan tersebut terdapat di sebelah selatan (kidul) desa. Dan sampai sekarang bekas sungai tersebut masih kelihatan, utamanya kalau musim penghujan terlihat jalur dalam merupakan genengan aiar, sedangkan musim kemarau tanah terlihat ada jalur yang lebih dalam (lekukan) memanjang menyerupai sungai. Dan daerah tersebut merupakan tanah yang subur utamnya kalau musim kemarau untuk ditanami palawija; sedangkan pada musim penghujan sering terendam banjir dan bahkan daerah lekukannya tidak bisa ditanami, dan menurut legenda di daerah tersebut ada ikan gabus besar sebagai penunggu kawasan tersebut.
Di area persawahan Desa Harjodowo utamanya di daerah/kawasan luangan dawan dikenal beberapa nama kawasan atau daerah, yang menurut lagendanya adalah sebagai baerikut :
1.Sibokong.
Daerah ini merupakan daerah persawahan. Dinamai Sibokong karena daerah tersebut pada musim hujan cukup dalam mencapai bokong (pantat) orang dewasa. Sehingga daerah tersebut diberi nama sibokong. Dan daerah ini banyak lintahnya karena selalu tergenang air.
2.Siadem.
Dulu kawasan persawahan ini sangat subur dan panennya sangat baik, namun di daerah ini ada areal persawahan yang sangat jelek hasil panennnya (sering gagal panen). Untuk mengatasi masalah tersebut pemilik sawah daerah itu mengadakan semedi, dan dari hasil semedinya tersebut memperoleh petunjuk bahwa untuk menggarap sawah di daerah itu harus menggunakan sesaji yang disebut sesaji Adem. Sesaji adem dimaksud adalah makanan yang adem (bahasa jawa) anyep/hambar tanpa bumbu dan garam. Sesaji tersebut berupa: ketan, ikan lele, srundeng, pisang ambon, degan ijo (kelapa muda yang berwarna hijau) sesaji komolit.
3.Sijeruk
Legenda lokasi persawahan ini berasal dari legenda yang konon dahulu ada pohon jeruk yang kemudian berubah menjadi pohon kemuning, dan pohon kemuning tersebut berubah menjadi pohon asem; dan sampai sekarang pohon asem tersebut masih ada dan diyakini sebagai jelmaan dari pohon jeruk, sehingga daerah tersebut diberi nama Sijeruk. Kawasan ini terkenal dengan jangkrik yang berwearna hitam (jangkrik jalitheng). Dalam musim panen sesaji yang dibuat penduduk adalah : sambal ikan bethik, pepes bekatul dengan kalapa hijau komplit.
4.Pacor (setapak, ngocor).
Lagenda lokasi persawahan ini berasal dari ditemukannnya sumber air yang muncul pada tapak kaki orang berjalan. Kajadian tersebut adalah pada musim kemarau, ada seorang bernama ramjani yang menemukan air di bekas telapak kaki, air tersebut ngecor (bahasa jawa) dipergunakan untuk menyirami sawah yang luas tidak pernah habis. Dengan demikian kawasan ini diberi nama SiPacor.
Sesuai dengan adat jawa sesajen untuk daerah ini adalah : kebo singkuling, yang menurut kepercayaan penduduk bila pada saat mau tanam atau mau panen bila tidak dilakukan sesaji selalu memakan korban yakni ada orang yang meninggal.

Disamping legenda kawasan persawahan tersebut ada beberapa legenda yang sampai saat ini dipercai oleh masyarakat lainnya yakni :
1.Legenda Samir
Konon dahulu ada seorang si Mbah yang pekerjaannya mengembala kerbau, dan mbah tersebut bernama Samir. Mbah samir ini dalam melakukan pekerjaannya selalu berangkat pagi dan biasanya kurang lebih setiap jam 11.00 siang dikirim makanan ke ladang gembalanya. Suatu waktu entah lupa atau bagaimana kejadiannnya Mbah Samir tidak dikirim makanan; karena merasa jengkel dia menghilang sampai sekarang.
Menurut legenda beliau masih sering terlihat di malam hari ikut bermain dengan anak-anak pada saat bermain jonjangan (permainan jawa). Sebelumnya mbah Samir berpesan bahwa sawah didaerah gembalannnya tersebut tidak boleh digarap oleh orang lain selain dari keluarga dan keturunan daerah tersebut.
Sesaji untuk daerah tersebut adalah : ayam panggang segeluntung, cengkaruk, gula kelapa, pisang raja ijo, rokok lintingan, wedang kopi, wedang teh, ketupat, dan lepet.
2.Legenda Benda.
Dahulu ada sebatang pohon kayu benda yang sangat besar, dan kayu tersebut setiap ditebang tumbuh lagi tak pernah mati; karena tidak ada yang bisa menumbangkan pohon tersebut, maka diberikan sesaji berupa pepesan bekatul, gula kelapa, degan kelapa ijo, dan pisang raja ambon hiujau. Dan setelah diberi sesaji tersebut maka pohon tersebut dapat ditebang.
3.Pilihan Kepala Desa
Desa Harjodowo bila akan mengadakan Pemilihan Kepala Desa, sesajinya adalah:
a. Komaran kompliot.
b. Senjang kawung
c. Kebaya Ijo Gadung
d. Kangsi tawon
Semua sesaji tersebut ditempatkan kedalan tenong (tempat jajan jawa), diletakkan di Balai Desa (tempat pemilihan).
4.Acara sedekah Bumi
Acara sedekah Bumi, desa Harjadowo yang menjadi agenda rutin yang disebut sedekah Bumi, yakni sebagai rasa sukur atas hasil panenan, acara tersebut dilaksanakan setlah panen selesai.

Beberapa Larangan yang perlu dihendari:
1.Pada bulan Suro hendaknya dihindari untuk mengadakan pesta pernikahan, khitanan dan beberapa walimahan lainnya.
2.dalam acara walimah khitanan tidak boleh ada peralatan yang mengantung, seperti gong, kuda lumping, wayang kulit dan sebagainya.
3.bila ada yang meninggal hari kamis malam jum’at kliwon, maka makannya harus ditunggu selama 7 hari 7 malam. Karena dikhawatirkan ada orang yang mencuri mori mayat tersebut, karena potongan murinya dapat dijadikan jimat yang sifatnya nigatif

B. SEJARAH DESA
b. 1. Sejarah Pemerintahan Desa
1.TRUNAREJO
2.WARSITO
3.KARTA SENTIKA ( ……S/D 1929)
4.ASMAWIDJAJA ( 1932 S/D 1975).
Catatan :
Ada beberapa peristiwa pada jaman kepemimpinan Kepala Desa ini yaitu:
Pencalonan disandingkan ada dua peserta yakni :
- Kartawidjaja (luangan Dawa).
- Partawidjaja ( Arnan).
Setelah itu terjadi pembaharuan lagi yakni : peserta pemilihan kades
antara ATMAWIDJAJA dengan DALDIRI (Luangan Daya). Hal tersebut terjadi
setelah jaman kemerdekaan.
5.Ngalimun Djapar (1975 s/d 1989). Tandingannya pada saat Pilkades adalah
Sargono. Pada masa ini ada pergantian PJ. Yakni PJ. Ardjo Suwito (Kaur
Pembangunan).
6.Lukman Sobari (1991 s/d 1999),Tandingannya pada saat Pilkades adalah Soimun
dan Nasikin HS
7.Nasikin HS (1999 s/d 2007) Tandingannya pada saat Pilkades adalah Paryono dan
Supardi.
8.Slamet Raharjo ( 2007 s/d sekarang).Tandingannya pada saat Pilkades adalah
Sulijan.
b.2.Sejarah Pembangunan Pendidikan
Pada masa penjajahan Belanda di Harjodowo telah ada suatu sekolah yang hanya sampai kelas 3 (tiga), sekolah tersebut berlokasi di Luangandawa. Pada masa pemerintahan Jepang sekolah tersebut dibakar oleh Jepang, sehingga sejak itu di Harjadawa tidak ada sekolahan.
Pada masa pemerintahan Kepala Desa Asmawidjaja (1932-1975), kurang lebih tahun 1970-an diubangun sebuah Sekolah Dasar Negeri (sekarang SDN 2 Harjadawa). Sekolah Dasar Negeri Hasrjodowo lokasinya memanjang dari Barat ke Timur, hal tersebut dikarenakan lokasi tanahnya. Pembangunan pertama disebelah barat, pada tahun 1977 dibangun gedung Impres SDN yang menempati disebelah timurnya; dan pada tahun 1983 dibangun lagi disebelah barat nya. Sehingga di harjodowo lokasi SDN menjadi satu lokasi.
b.3.Sejarah Keadaan Kependudukan dan Pembangunan Lainya
Pada jaman penjajahan Jepang kurang lebih tahun 1942 terjadi musim kemarau panjang yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan pangan penduduk, kemarau tersebut selama kurang lebih 9 bulan. Makanan masyarakat harjadawa pada saat itu adalah ketela rambat, kehiduypan penduduk sangat sengsara pada masa ini.
Pada jaman Jepang ini oleh jepang diadakan kelompok Pemuda yang diberi nama ”Keybodan”, sedangkan pelatihnya disebut ”Sinedan”. Para anggotanya tersebut dilatih kemeliteran (perang-perangan). Seragam keybodan menggunakan topi yang terbuat dari anyaman pandan. Jepang juga membuat kelompok ”Peta” Pembela Tanah Air ; komandannya diosebut Heiho.
Pada masa itu utama musim penghujan keadaan penduduk sangat memprihatinkan yakni kurang pangan dan sandang, bahkan sandangan penduduk banyak yang dari bahan goni. Pada tersebut penduduk banyak kena penyakit kutu besar berwarna putih (seperti kutu yang ada di Kerbau). Maka pada masa itu penduduk banyak yang kena penyakit gudig/borok, serta kurang gizi. Pada masa ini penduduk Harjodowo jarangh mempunyai anak karena penduduk kekurangan makan. Makanan yang penduduk konsumsi sehari-hari adalah bonggol pohon pisang dan ampas ketela pohon (bodin) yang dibeli dari Daerah Sumpiuh (Banyumas).
Pada musim panen, petani harus menjual hasil panennya di Kelurahan dengan harga yang sangat murah, sementara penduduk yang miskin menjadi buruh untuk menumbuk padi, dan imbalannya adalah beras yang sangat sedikit. Petugas yang memberi upah menumbuk padi disebut dengan ”KUMICO” . Pada masa ini banyak penduduk yang meninggal. Bila yang meninggal itu orang miskin mereka tidak dibungkus kain kafan, melainkan dengan tikar atau daun. Dalam setiap harinya ada saja yang meninggal dunia antara dua sampai tiga orang, sehingga yang menguburkannnyapun sangat susah.
Masa Pendudukan Jepang pun berakhir, namun Belanda datang kembali. Kedatangan Belanda di Harjodowo ini dengan mengadakan daerah pembatasan yang disebut (STRASCO) yang menjadi batas adalah Kali Kemit sebelah timur, sedangkan sebelah barat nya disebut Rekomba (Republik Belanda).
Penduduk berusaha menghambat laju perjalanan Belanda dengan merusah infrastruktur seperti jalan, jembatan dan lainnnya. Di Harjodowo ada jembatan yang tidak bisa dirusak oleh penduduk karena saking kuat dan tebalnya, yakni jembatan Jentik (brug Jentik), di wilayah Adnan (Harjadawa Rt04 Rw I).
Pada tahun 1944 Belanda mengundang Para Lurah ke Sukareja. Pada masa ini Kepala Desa harjadowo dipimpin oleh Asma Widjaja. Karena pak lurah berhalangan kemudian diwakilkan kepada Bapak Kebayan Dulah Marsum. Namun ternyata Belanda sangat licik semua undangan oleh Belanda dibunuh, termasuk Dulah Marsum dan Pak Lurah Selamat dari pembunuhan tersebut karena tidak menghadiri undangan tersebut.
Pada masa Kemerdekaan RI, berdirnya paratai politik. Di Desa Harjodowo penduduk pun ikut ke-parataian tersebut, pada masa ini peran idiologis cukup kuat. Di desa Harjodowo ke-partaian ini terbelah :
- Masyumi (ditempatkan di Masjid Kuwarasan)
- Pesindo (ditempatkan di Kediaman Lurah Kuwarasan Bapak Pingi)
- OPR (Organisasi Pemnuda Rakyat) di Harjadowo.
Pemuda pada setiap hari dan lamanya keliling kampung menjaga keamanan dan menjaga jangan sampai kesusupan dari partai lain. Gejolak G30S PKI di Harjodowo tidak terlalu terganggu.
Pada saat Megawati menjadi Presiden, ada program penanaman pohon kelapa. Di Harjodowo yang diprogram penanaman pohon kelapa di sawah Sibarong; namun program tersebut gagal karena pada saat penenaman tersebut Sawah Sibarong terendam air, sehingga pohon kelapa mati. Dan dampak dari program tersebut berakibat pada sumur penduduk airnya bau busuk dan berwarna kebiru2an.
Pada tahun 1968 dibangun Masjid Nurrohim di Rt 03/01 pembangunannya di prakarsai oleh Bapak H. Sumeri, Ngisom, Khunan, Kaum Palil, Kartanimad, dan Pandi. Pondasi masjid menggunakan tanah bekas sekolah bekas pembangunan jaman belanda.
Ada beberapa pembangunan lainnya antara lain :
1.Masa Kepemimpinan Lusiman Sobari
a. pembangunan jembatan dekat kuburan arnas.
b. Pembangunan jembatan depan pak Suyudi
c. Balai Desa ambruk dan direhab.
d. Penambahan tiang listrik
e. Pembebasan lahan tanah Sutet.
2.Masa Kepemimpinan Nasihin HS
a. Pembangunan Makadam jalan
b. Pembangunan taklud
c. Ambanisasi
d. Pembangunan pagar balai desa
e. Paving halaman balai desa
f. Pembebesan tanah warga untuk pembangunan tanggul sungai trenggulun
g. ADD mulai turun
h. BPD dibentuk (Bapan Perwakilan Desa)
i. PPK (Program Pengembangan Kecamatan)
3.Masa Kepemimpinan Slamet Raharjo
a. Pengangkatan perangkat desa.
b. Pembangunan talud tambaksari
c. Pembebasan tanah warga untuk saluran irigasi dengan swadfaya masyarakat
d. PNPM (Program Nasionan pemberdayaan Masyarakat) masuk desa.
e. Rehap pembanguunan TK (MCK, pavingisasi, dan ruang bermain).

Diambil dari RPJMDes Desa Harjodowo