Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 17 Oktober 2012

Jalan Kembali

Apa yang kau cari diantara tumpukan sepi
dan atas segala hiruk pikuk keramaian
bukakah semua yang kau pegang akhirnya akan terlepas juga

seperti daun yang lapas dari batangnya
lalu jatuh terkulai dalam dekapan bumi
Kemana kau hendak pergi
ketika jalan yang kau tempuh adalah jalan kembali

Senin, 19 Desember 2011

Di Awang Uwung. ( Emha Ainun Nadjib )

Di awang uwung, seolah dua malaikat,
duduk termangu di kursi hampa, sambil menyandarkan kepalanya di segumpal satelit.

Yang satu mengamit pundak rekanya dan berkata :
Lihatlah beribu jilbab, lihatlah gejala alam.
Mungkin belum sepenuhnya merupakan gejala kesadaran manusia,
tapi siapa berani meremehkan?
Lihatlah jilbab jilbab itu ...
Ada yang nekat hendak menguak kabut sejarah,
Ada yang hanya sibuk berdoa.
Ada yang setiap hari berunding bagaimana membelah tembok dihadapanya.
Ada yang berjam jam merenungkan warna dan model jilbab yang paling tampak ceria dan trendy.
Ada yang beerduyun duyun menyerbu wilayah gelap yang disebunyikan oleh generasi tua mereka.
Ada yang sekedar bergaya.
Ada yang mengepalkan tangan seperti hendak memberontak.
Ada yang menghabiskan waktu untuk bersendagurau.
Ada yang tak menoleh kekiri kekanan karena terlalu erat mendekap pinggang kekasih-nya didalam kendaraan.

Lihatlah, apakah kau tahu mereka ini generasi jilbab dari jaman apa ?
Rekannya menjawab : Mereka tinggal dikepulauan mutiara.
Di negri amat kaya raya yang aneh.
Didalamnya terdapat orang terkaya di dunia sekaligus orang yang termiskin didunia.
Dinegri yang palingkaya kemungkinan untuk berpura pura.
Negri dimana penindas dipuja -puja dan pahlawan diejek hingga putus asa.
Negri dimana kejahatan bisa dirakit menjadi suatu bentuk keselarasan.
Dimana orang diperkosa malah tertawa.
Dimana ketidaj jujuran dipelihara bersama.
Dimana agama tidak mengatur manusia melainkan diatur oleh manusai.
Dimana masyarakat hidup rukun dan penuh maaf.
Jika sesorang kelaparan, tetangganya bingung memanfaatkan uang
Jika sesorang sakit jiwa karena selalu gagal memperoleh pekerjaan
tetangganya sibuk menyiapkan lomba siul dan kontes betis indah
Jika beribu penduduk sauatu perkampungan diusir oleh pembangunan,
orang lain mendiskusikan bagaimna memahami tuyul.
Jika sekumpulan orang diberondong oleh peluru,
orang lain bingun ganti mobil baru dan makan jembatan.

Yang stunya tertawa dalam kesedihan : Luar biasa!
Siapa yang mengarang ? Tuhan tak pernah mentakdirkan model masyarakat yang sedemikian.
Sesudah penciptaan, Tuhan menganugrahkan kemerdekaan kepada manusia.
Namun rupanya manusia memahami kemerdekaan hanya melalui pintu hak.
Manusia tak belajar mendengarkan ucapan Tuhan
yang memancar pada tradisi alam,hukum jagat raya serta manusia sendiri.
Mereka tak bisa paham bahwa manusia adalah ucapan Tuhan.
Mereka merebut manusai dari hakekatnya.

Di awang uwung,
terpantul hati kecil manusia,
jiwa sejati kehidupan, yang dimuka bumi hampir tak boleh bersemayam.

Rabu, 28 September 2011

Tangis Di Tepi Hujan

Suara Hujan sore itu bercampur baur dengan suara tangis anak kecil yang sayup terdengar dari sebrang rumah. Lolong giris tangisnya sekan menyelusup perlahan terasa menyayat sanubari hingga berdarah.
Aku tiba tiba saja merasa terbanting …. .. berkeping terkulai lunglai .

Sosok bayangan gadis kecil dengan rambut lusuh dikucir karet merah ditangan kirinya tergenggam sebuah boneka kecil kotor dan kepala sudah patah, tiba tiba muncul dihadpanku . Tatapnya kelam tajam menghujam, menusuk kesadaranku yang lama tenggelam. Tatapnya sayu menyapu menelanjangi kesombonganku. Aku mencoba menghidar dari dari tatapmya,tapi sorot mata banyangan itu terus memburu dan menyergap.

Hujan semakin deras, riuh suara air yang bercumbu dengan daun bambu semakin nyaring, tapi tetap saja suara tangis itu terdengar jelas bahkan semakin kurasakan pilunya menusuk. Semakin keras suara tangis kudengar semakin jelas sosok bayangan dihadapanku. Sosok gadis kecil lusuh berpakaian kumuh, dengan boneka kecil dan kotor, dengan kepala patah yang bagi anaku itu hanya sampah. Tangan mungilnya terus memainkan boneka kecil, ditimang dan dielusnya. Bibir mungilnya tersenyum kecil , tapi olehku terlihat ngilu. Tiba tiba …. Mata kecil bening juling itu kembali menatapku tajam. Kali ini kurasakan sinis dan menghardik. Hatiku tersa bergidik. Tiba tiba aku lihat mata itu berbicara terbata bata …
“ Maaf pak … menggangu , tapi menurutku memang pantas bapak digangu “
Suaranya terdengar parau…
“ Ketenangan bapak akan kuganggu, kebahagian bapak akan aku bekukan, kreatifitas bapak akan aku hentikan, ibadah bapak akan kubuat tidak khusu ….”
Suara mata kecil bening juling, mengancamkanku, aku ingin berteriak menghardiknya, tapi mulutku seolah terkuci tersihir oleh tatapan mata itu.
Ketika aku kebingungan, gugup bercampur marah, tiba tiba aku mendengar tawa yang menggidikan,
“ hik… hik….. hik…
“ Ketenangan bapak adalah ketenangan yang mengabaikan dan tidak perduli … “
“ Kebahagian bapak kurasakan sebagai kesombangan … “
“ Kreatifitas bapak hanya untuk memupuk kemapanan, dan melanggengkan ketidakadilan “
“ Ibadah bapak hanya egois spiritual, yang akan memonopoli surga sendiri ….”
Aku semakin ketakutan, kini kulihat mata itu berwarna merah dan perlahan lahan mengeluarkan darah, rasa takutku memuncak. Aku melihat bayangan gadis kecil lusuh berpakain kumuh berkelabat kearahku sambil matanya manatap garang.
“ Kini aku akan membunuhmu …… karena bapak mengabiakanku ….. mengabaikan ketidakadilan “

Tiba tiba kesadaranku kurasakan hilang.


Lakukan Saja Nak ...


Tadi siang kamu datang padaku, tangan kirimu memegang tas kresek dan sebilah sapu tergenggam erat di tangan kananmu, kemudian lantang kamu bicara :
" Abi ... aku mau menangkap angin lalu kumasukan dalam plastik ini dan nanti malan akan kujadikan teman biar tidurku nyenyak tidak panas "
Aku diam sejenak, tak tahu harus menjawab apa.
" Nak ... lakukan saja, apa yang bagimu mungkin dan baik "
Dan dalam hati aku berguman, apa yang tidak masuk akal dan tidak mungkin bagiku, bisa jadi itu sangat mungkin bagimu, dan aku tak mau mewariskan keterbatasanku padamu.
Semoga berhasil nak ...

Rabu, 20 Juli 2011

Tanah Air Mata

Tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami
di sinilah kami berdiri
menyanyikan airmata kami
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami

kami coba simpan nestapa
kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana
bumi memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata

(Sutardji Calzoum Bachri)