Sabtu, 23 April 2011

Musyawarah “ Pendapatan Daerah/Desa “

Kita agaknya memang benar benar telah kerasukan jiwa “ konsumtif “ sebuah hasrat untuk mengkonsumsi / belanja barang dan jasa yang berlebihan, tanpa pernah memikirkan secara serius berapa besar pendapatan dan bagaimana terus meningkatkan pendapatan yang kita miliki. Gejala seperti ini agaknya tidak cuma menjadi gaya dan pola hidup individual tetapi sekarang sudah merasuk dalam system perencanaan dan penganggaran di negri ini.
 Ketika membicarakan membelanjakan semua begitu serius dan dilakukan dari jenjang yang paling bawah. Musrenbangdesa, Musrenbangcam, Forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten semunya terjadwal dengan baik, melibatkan begitu banyak stakeholder dan dengan pembiayaan yang cukup besar. Musyawarah musyawarah perencanaan pembangunan tersebut kalau kita cermati lebih dalam ternyata dipenuhi oleh semangat “ membelanjakan” dalam bentuk program dan kegiatan yang diusulkan. 

Menjadi terasa aneh, ketika kita begitu menggebu-gebu merencanakan “belanja” tapi tak pernah secara serius memusyawarahkan bagaimana meningkatkan pendapatan. Pola seperti ini seharusnya mulai di tinggalkan ketika berencana membangun kemandirian Daerah/Desa. Selain musrenbang seharusnya juga dilakukan musyawarah anggaran yang didalam  memusyawarahkan tentang "pendapatan".
Dengan diadakanya musyawarah anggaran diharapkan muncul ide ide inovatif yang mengakomodir partsisipasi masyarakat. Pada saatnya Pendapatan Daerah/Desa yang merupakan hak Pemerintah Daerah/Desa yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dapat terus menerus ditingkatkan.
Kalau Cuma berpikir dan bertindak biasa biasa saja, kaku dan hanya berpaku pada tek regulasi yang ada akan sulit untuk cepat melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Saatnya berinovasi untuk kemandirian dan kemajuan Daerah/Desa.

Selasa, 19 April 2011

Kini Aku Mulai Mengerti

Kini aku mulai mengerti
Ya tidak mesti sepakat, tidak bukan berarti mengingkari
karena kepentingan kepentingan harus dijaga
dengan bungkus yang harum dan warna yang cerah
perdebatan yang seru diruang rapat
kadang hanya basi basi tuk menjaga citra dan eksistensi


Dan ketika berteriak lantang demi rakyat
aku mulai tahu siapa yang kamu maksud
pertama adalah dirimu
kedua adalah kepentinganmu
ketiga adalah kolegamu
keempat adalah pendukungmu
dan semuanya demi menjaga seting lima tahunan


atau ketika kau berargumentasi dengan gagah
" Untuk merumuskan kebijakan ini, sebaiknya kita melihat dan belajar pada daerah lainya telah melaksankannya "
aku tahu maksudnya adalah penginapan yang mewah dan uang saku yang tebal
itulah mengapa dulu ngontot untuk memperbesar uang perjalan dinas luar daerah.

Rabu, 13 April 2011

Silabus Sekolah Desa dan Anggaran

POKOK MATERI, SUB POKOK MATERI DAN WAKTU PEMBELJARAN

1 Memahami Desa
1.1. Memahami Desa prespektif historis
1.2. Perkembangan regulasi Desa
1.3. Kedudukan dan Esensi Desa saat ini
1.4. Kedaulatan Desa

2 Essensi Manusia
2.1. Manusia sebagai mahluk relegius
2.2. Manusia tinjauan antropologis
2.3. Manusia sebagai warga negara

3 Pemberdayaan Masyarakat dalam pembangunan desa
3.1. Konsep Pemberdayaan
3.2. Konsep Pembangunan
3.3. Maksud dan tujuan pemberdayaan dan pembangunan
3.4. Paradigma Hak Dasar & Kesetaraan dalam Pembangunan
3.5. Pengorganisasian Masyarakat

4 Tata kelola Pemerintahan desa yang baik
4.1. Pengertian Dasar
4.2. Prinsip-prinsip
4.3. Membangun Tata Kelola Pemdes Yang Baik
4.4. Pelayanan publik

5 Penyusunan Perdes Partisipatif
5.1. Konsepsi dasar Produk Hukum Desa
5.2. Mekanisme dan Tehnik penyusunan Perdes partisipatif

6 Perencanaan Pembangunan Desa Partisipatif
6.1. Konsepsi Perencanaan Desa
6.2. PRA ( Partisipatory Rural Appraisal )
6.3. Konsep PPA ( Partisipatory Poverty Assesment )
6.4. Konsep PPRG ( Perencanaan dan penganggaran Responsif Gender).
6.5. Konsep PPRA ( Perencanaan dan penganggaran Responsif Anak )
6.6  Perencanaan Pembangunan Berwawasan Lingkungan
6.7. Mekanisme dan Teknik penyusunan RPJMDesa
6.8. Mekanisme dan Teknik  penyusunan RKPDesa

7 Penganggaran Desa Partisipatif
7.1. Konsep Pengangaran Desa
7.2. Mekanisme dan Teknik Peyusunan APBDesa Murni
7.3. Mekanisme dan Teknik Penyusunan APBDesa Perubahan
7.4. Mekanisme dan Teknik Perhitungan APBDesa

8 Pertanggungjawaban Pemerintahan Desa
8.1. Konsep Pertanggungjawaban Pemdesa
8.2. Memahami LPJ 
8.3. Mekanisme dan tekni Penyusunan LKPJ/LPPD/ILPPD 

9 Tata Kelola Keuangan Desa
9.1. Pengertian dan prinsip-prinsip
9.2. Ruang lingkup Pengelolaan Keuangan Desa
9.3. Akutansi Keuangan Desa
9.4. Perhitungan Pajak dan Restribusi
9.5. Tehnik Penyusunan Laporan Keungan Desa

10 Administrasi dan Pendataan Pembangunan Desa
10.1. Pengertian, Prinsip dan Ruang lingkup
10.2. Tehnis penyusunan administrasi desa
10.3. Tehnis pendataan pembangunan desa

11 Monev partisipatif
11.1. Pengertian, Prinsip dan Ruang lingkup
11.2. Teknik dan Tatacara monev partisipatif

12 Menggali potensi ekonomi desa
12.1. Pengertian dan prinsip ekonomi berbasis masyarakat desa
12.2. Pemetaan Potensi Ekonomi Desa
12.3. Penguatan Ekonomi Mikro
12.3. Pembangunan Kelembagaan Ekonomi Desa ( BUM Desa )
12.3. Strategi penguatan jaringan ekonomi desa

13. Managemen Aset Desa
13.1. Konsepsi Aset Desa
13.2. Perencanaan dan Pengadaan Aset Desa
13.3. Penatausahaan Aset Desa
13.4. Pemanfaatan Aset Desa
13.5. Penghapusan dan Pemindahtanganan
13.6. Pengmanan dan Pemeliharaan Aset Desa

14. Penguatan BPD
14.1, Konsepsi Tentang BPD
14.2. Teknik Menyusun Tatib BPD
14.3. Memperkuat Kinerja BPD
14.4. Teknik Menyusun Program Kerja BPD

15 Kepemimpinan Desa
15.1. Pengertian, prinsip, ruang lingkup,
15.2. Tipe pemimpin
15.3. Manfaat kepemimpinan demokratis

16 Memahami Kebijakan Publik
16.1. Pengertian, prinsip dan ruang lingkup
16.2. Jenis Kebijakan Publik
16.3. Mekanisme penyusunan kebijakan publik

17 Memahami Perencanaan Pembangunan Daerah
17.1. Hakikat perencanaan daerah
17.2. Mekanisme dan tahapan perencanaan daerah
17.3. Peran masyarakat dalam PPD

18 Memahami Kebijakan APBD
18.1. Hakikat anggaran daerah / APBD
18.2. Mekanisme penyusunan APBD
18.3. Analisa APBD

19 Strategi Advokasi Kebijakan
19.1. Pengertian, prinsip dan ruang lingkup advokasi
19.2. Kunci keberhasilan advokasi
19.3. Tantangan advokasi
19.4. Teknik Advokasi Kebijakan Publik

20 Fasilitasi partisipatif
20.1. Pengertian, prinsip dan ruang lingkup
20.2. Tehnik fasilitasi Partisipatif

Jumlah Total Pertemuan 60  pertemuan ( 1 x pertemuan = 5 jam )

Senin, 11 April 2011

Tak Usah Ada Tangis Lagi

Apa lagi yang mesti kau tangisi
apakah karena hari yang tlah menjadi gelap ?
bukankah masih ada rembulan yang setia menemani
dan bintang timur tak jemu mamancarkan kesejukan

akan slalu ada kemungkinan dalam belutan ketidak pastian
dan harapan akan selalu hadir walau dalam wujud yang tidak pernah kita duga
tapi ia tak jemu menyapamu, kecuali kau membunuhnya.

Sudahlah ...
Tak usah ada tangis lagi
dengarlah suara malam begitu merdu
menyapa kita.

Modul " Penyusunan LPPD dan LKPJ Kades "

Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Asas Akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh sebab itu seseorang yang mendapatkan amanat harus mempertanggungjawabkannya kepada orang-orang yang memberinya kepercayaan.

Akuntabilitas atau accountability adalah kapasitas suatu institusi pemerintahan desa untuk bertanggungjawab atas keberhasilan maupun kegagalannya dalam melaksanakan misinya dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan secara periodik. Dalam konteks pemerintahan desa, setiap institusi pemerintahan desa (Pemerintah Desa dan BPD) mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pencapaian organisasinya dalam pengelolaan sumberdaya yang dipercayakan kepadanya, mulai dari tahap perencanaan, implementasi, sampai pada pemantauan dan evaluasi. Akuntabilitas merupakan kunci untuk memastikan bahwa kekuasaan itu dijalankan dengan baik dan sesuai dengan kepentingan publik. Untuk itu, akuntabilitas mensyaratkan kejelasan tentang siapa yang bertanggungjawab, kepada siapa, dan apa yang dipertanggungjawabkan.

Berdasar pemikiran-pemikiran itulah modul ini dibuat sebagai sumbangsih kami dalam mewujudkan Good Vilage Governance.

Silakan Klik Di Bawah Ini
Modul Pelatihan Penyusunan LPPD dan LKPJ Kades

Modul " Penyusunan APB Desa Partisipatif "

Manifestasi otonomi di tingkat desa sejak digulirkannya otonomi daerah mulai menggeliat nyata. Jauh sebelum pemilihan Presiden dan Kepala Daerah secara langsung, desa telah lebih dahulu menunjukan kemandiriannya dengan pemilihan Kepala Desa secara langsung.
Menurut UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pemerintahan desa terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Kedua struktur pemerintah di level bawah ini, memegang peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat paling bawah.

APB Desa adalah instrumen penting yang sangat menentukan dalam rangka mewujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) di tingkat desa. Tata pemerintahan yang baik diantaranya diukur dari proses penyusunan dan pertanggungjawaban APB Desa. Memahami proses pada seluruh tahapan pengelolaan APB Desa (penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban) memberikan arti terhadap model penyelenggaraan pemerintahan desa itu sendiri. Proses pengelolaan APB Desa yang didasarkan pada prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabel akan memberikan arti dan nilai bahwa pemerintahan desa dijalan kan dengan baik.

Adanya Alokasi Dana Desa yang memadai untuk menunjang sumber penerimaan APB Desa, diharapkan akan mampu mendorong roda pemerintahan di tingkat desa, termasuk untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan yang mampu ditangani di tingkat desa. APB Desa yang memadai juga dapat mendorong partisipasi warga lebih luas pada proses-proses perencanaan dan penganggaran pembangunan.

Namun demikian, agar pelaksanan APB Desa benar-benar diimplementasikan, perlu dilakukan proses penguatan Pemerintahan Desa (Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa) dalam mengelola keuangan desa, khususnya tahap penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APB Desa, agar APB Desa yang disusun berorientasi kepada peningkatan kesejahetraan masyarakat desa dan memenuhi prinsip-prinsip good governance seperti transparansi, partisipasi, efektifitas dan akuntabel.

Berdasar pemikiran-pemikiran itulah modul ini disusun sebagai sumbangsih kami dalam mewujudkan Good Vilage Governace.

Silakan Klik Bawah ini
Modul " Penyusunan APB Desa Partisipatif "

Modul RBM " Monitoring dan Evaluasi Partisipatif "

Modul ini merupakan salah satu dari seri Penguatan Kapasitas Masyarakat dan Pemerintahan Desa dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan desa yang baik. Salah satu agenda dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik adalah dengan mewujudkan akuntabilitas pada setiap program dan kegiatan yang berada di desa serta penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan public .

Berkaitan dengan kerangka pikir diatas “ Modul Monitoring dan Evaluasi Partisipatif “ ini kami susun sebagai salah satu upaya dalam mendorong terwujudnya tata pemerintahan desa yang baik dalam rangka mewujudkan masyarakat desa yang sejahtera dan mandiri.

Namun demikian modul ini belumlah menjadi modul yang sempurna sehingga dalam penggunaan modul ini masih harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan peraturan-peraturan daerah yang ada.

Silakan Klik di bawah ini
Modul Monitoring dan Evaluasi Partisipatif

Minggu, 10 April 2011

Antara BOS dan APBS

Akhir akhir ini selain sibuk menghadapi UAN, sekolah juga sibuk menyiapkan SPJ BOS Tri wulan pertama agar dapat mengajukan BOS untuk tri wulan kedua. Seperti kita ketahui bersama mulai tahun ini dana BOS disalurkan melalui pemerintah daerah kemudian baru ditansfer kesekolah. Dengan mekanisme seperti ini artinya dana BOS dianggarkan dulu dalam APBD baru kemudian di transfer ke rekening sekolah. Ini berarti pengagarannya mengikuti mandzab permendagri 13 dan permendagri 59.
BOS pada tahun 2011 dimasukan dalam dalam belanja langsung pada APBD dimana kelompok belanja langsung meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Disinilah kesulitan mulai muncul ditingkat Kabupaten, mereka sulit untuk membuat RKA yang merangkum kebutuhan ratusan sekolah, bahkan kalau di kebumen jumlahnya lebih dari seribu. Untuk mensiasati hal tersebut kemudaian dipasanglah prosentase untuk setipa kelompok belanja, missal belanja pegawai 20 % belaja barang dan jasa 55 % dan belanja modal 30 %.
Dengan patokan seperti diatas, kemudian sekolah disuruh membuat RKA dengan mengacu pada patokan yang telah ada, dan kini keruwetan berpindah ke sekolah, mengingat kebutuhan sekolah memang sangat beragam sesuai dengan perencanaan strategis mereka. Yang kemudian terjadi adalah dalam membuat RKA tak lagi berbasis pada kebutuhan dan perencanaan yang ada tetapi lebih pada menyesuaikan patokan pengalokasian dana yang ada pada RKA Kabupaten. Disisi yang lain banyak sekolah ( terutama SD ) mengalami kesulitan dalam penyusunan RKA mengingat mereka baru mengenal RKA karena memang menyusun RKA membutuhkan pemahaman yang memadai tentang kode rekening sebagaimana diatur dalam permendagri 13. Kalau sudah seperti ini bagaimana dengan konsep MBS …?
Disisi lainya penganggaran sekolah dikabupaten kebumen mengacu pada perbub 22 dimana kode rekening dan panata usahaan keuangannya sedikit berbeda denngan permendagri 13. Untuk laporan keuangan sekarang setidaknya merekan harus menyusun laporan K 2 ( BOS ) dan lapoaran yang sesuai dengan permendagri 13 dan perbub 22. Sekolahpun menjadi tambah pusing.
Mensikapi kondisi demikian ada wacana untuk merevisi perbub 22 dengan menyesuaikan permedagri 13 dan aturan bos. Ada wacana juga untuk merubah tahun anggaran sekolah dari tahun ajaran menjadi tahun anggaran menyesuaikan siklus anggaran kabupaten. Tapi bagaimanapun keruwetan ini harus di segera di urai, agar sekolah tidak terjebak pada urusan administrasi keuangan yang ruwet ini.

Sabtu, 09 April 2011

Desa Mengepung Kota


Lahirmu banyak yang tak tahu
tapi kamu lebih tua dari republik ini
menjadi saksi tumbuh dan tumbangnya kerajaan
mengabdi berpuluh penguasa yang datang silih berganti.
menjadi tempat tumbuh pokok pokok kebudayaan bangsa
dan basis ketatanegaraan

Ketika kerajaan bubar dan bangsa terjajah
kau tetap berdiri, melahirkan dan menyembuyikan pejuang
tak lelah melahirkan pemimpin dan negarawan

tapi kini kamu dilupakan dan dikhianati
oleh putramu yang makmur dan jadi penguasa di kota
saatnya meminjam 12 langkah Mao Che Tung

Desa Mengepung Kota

Memahami

meronce sepi menjadi untaian cerita
yang tak berbicara
karena ketulusan memang harus tak terucap
mengembara hinggap terbang dan pergi.
usahlah kau tahan dengan air mata
karena ia hanya tahu memberi
dan pergi.

percayalah semua pasti akan berangkat kembali
walau dalam ayunan langkah pergi.

Senin, 04 April 2011

PNPM Integrasi " Setengah Hati "

Akhir akhir ini begitu marak dalam diskusi diskusi tentang PNPM Integrasi, sebuah konsep baru dari PNPM atau lebih tepat kesadaran baru atau kalau menurut teman saya sebagai sebuah pertobatan. Kalau sementara ini mereka ( PNPM ) lebih asyik bermain dengan system, regulasi, perencanaan, anggaran,pelaksanaan pembangunan, monef dan mekanisme pertanggung jawaban dan intitusi sendiri di luar system, regulasi, perencanaan, anggaran dan intitusi yang ada dan berlaku baik ditingkat daerah maupun desa. Perlahan lahan mereka mulai sadar mereka ada di NKRI yang mempunyai system dan kedaulatan, bekerja di desa yang juga mempunyai system, kedaulan dan kearifan local sendiri. Sebuah kesadaran yang patut untuk disyukuri setelah sekian lama sibuk membangun Negara dalam Negara, membangun Desa dalam Desa.
Kesadaran ini memaksa mereka menoleh pada regulasi yang ada dan tidak hanya suntuk membaca PTO. UU No 25 tengtang Sistem Perencanaan Nasional, UU No 17 Tentang Keuangan Negara dan UU 32 Tentang Pemerintahan Daerah, UU No 33 tentang Perimbangan Keuangan mulai mereka tengok dan baca secara serius beserta prodak prodak regulasi turunanya ( PP dan Permen ), Perda dan perdes juga mereka mulai baca dengan seksama. Mungkin ada beberapa keterkejutan dan ketergagapan ketika mulai menyadari ternyata ada system perencanaan dan anggaran yang berlaku didaerah dan desa yang harus hormati dan dikuti.
Sayangnya kesadaran yang ada belumlah kesadaran yang sepenuhnya. Integrasi hanya pada sisi perencanaannya saja sedang pada sisi penganggaran, pelaksanaan, monef dan pengawasan masihlah berjalan sendiri. Akibatnya integrasi ini tetap saja melahirkan kebingungan kebingunan dalam tataran implementasinya, canggung dan kelihatan belum ikhlas kalau harus melebur dan memperkuat system yang ada.
Kapan ya … pertobatan secara penuh ….? Padahal mereka adalah bagian dari Negara dan dibiyayai dari Negara (walau dengan utang luar negri ) , menjadi lucu kalau kalau terus menerus membangun system dalam sistem.

Minggu, 03 April 2011

Asyik Menyelesaikan Masalah, Lupa Mengembangkan Potensi

Dalam melihat sesuatu, dalam merencanakan sesuatu, dalam membangun sesuatu kita sering terjebak memulai dari menemukan masalah, mencari masalah dan bagaimana menyelesaikan masalah. Kalau tidak ada masalah dicari masalahnya sehingga sebuah perencanaan bisa dibuat dan pembangunan bisa dilakukan. Akhirnya apa saja menjadi masalah, karena memang didunia ini tidak ada yang sepurna, akan sulit menemukan apa yang seharusnya sama dan sebangun dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Sebuah pola pikir dan sudut pandang yang menurut saya sangat "negatif".

Pola pikir " negatif " sudah sangat familier, Desa sibuk menggali masalah dengan menggunakan tiga alat kajian ( Sketsa Desa, Kalender Musim dan Diagram Kelembagaan) ketika mereka mau menyusun Rencana Jangka Menengah Desa ( RPJMDes ), di dunia pendidikan ( sekolah ) juga selalu dimulai menemukan masalah ketika mereka mau menyusun Rencana Induk Pengembangan Sekolah ( RIPS ), Dinas bahkan Kabupaten juga selalu memulai dengan menemukan masalah utama yang kemudian diramu menjadi isu strategis. Semua strategi, program dan kegiatan yang ada seolah hanya untuk menyelesaikan masalah.

Kehidupan seolah olah menjadi penuh beban dan kelam, pola pikir yang seperti ini hanya pandai mengenali masalah, kalaupun dituntut untuk mengenali potensi pasti dalam rangka bagaimana potensi itu digunakan untuk menyelesaikan masalah. Jika ada potensi tapi tidak ada hubunganya dengan penyelesaian masalah, maka potensi itu akan diabaikan karena dianggap tidak bernilai.

Kemudian yang ada adalah berkeluh kesah, atas kehidupan, karena dimatanya, dalam pikiranya, dalam perencanaanya adalah kumpulan masalah yang membebani. Kedepan agaknya pendekatan dan pola pikir demikian dimbangi dengan pola pikir yang positif. Dimana hal yang pertama dilakukan adalah mengenali potenisi dan kemudian bagaimana mengembangan potensi agar kita pandai bersyukur dan tidak terus berkeluh kesah.