Sabtu, 25 September 2010

R APBD P Tahun 2010 dan Prinsip Prinsip Belanja Publik Dalam Prespektif Islam

1. Gambaran Umum R APBD P tahun 2010
Dalam dokumen R APBD P Th 2010 ada beberapa hal yang menarik untuk kita cermati pada sisi belanja daerah dimana komposisi belanja adalah sebagai berikut 74.66 % merupakan belanja tidak langung dan 25.34 % merupakan belanja langsung. Kalau kita tilik lebih dalam pada belanja tidak langsung ternyata belanja pengawai mencapai 88.24 % dari total belanja tidak langsung atau 65.88 % dibandingkan dengan seluruh total belanja APBD sebuah prosentase yang sungguh sangat besar. Sedangkan belanja bantuan social hanya 4.31 % dari total belanja tidak langsung atau 3.22 % dibandingkan dengan seluruh total belanja APBD posisi dibawahnya adalah belanja bantuan keuangan 4.50 % dari total belanja tidak langsung atau 3.36 % dibandingkan dengan seluruh total belanja APBD.

Pada belanja langsung porposi belanja pegawai ( belanja untuk honorarium kegiatan ) mencapai 11.45 % dari total belanja langsung, Belanja Barang dan jasa ( belanja barang habis pakai, Belanja makan minum, belanja perjalanan dinas, belanja sewa, belanja cetak dan pengadaan dst ) mencapai 33.18 % dari total belanja langsung dan belanja modal ( investasi ) 55.37 % dari total belanja langsung atau hanya 14.03 % dibandingkan dengan seluruh total belanja APBD. Kalau kita cermati prosentase pada belanja pengawai dan belanja barang dan jasa sungguh masuh sangat besar karena idealnya prosentase belanja pengawai dan belanja barang dan jasa berkisar pada 30 % sedang pada dokumen R APBD P Tahun 2010 kedua belanja tersebut prosentasenya mencapai 44.63 %. Kedepan untuk belanja pegawai dan belanja barang dan jasa harus dirancang lebih efesien sehingga belanja modal ( investasi ) bisa mencapai 70 % dari total belanja langsung. Dengan besarnya belanja modal ( investasi ) diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi di Kab. Kebumen.

2. Prinsip Prinsip Belanja Publik Dalam Prespektif Islam
Persoalan keuangan suatu daerah adalah persoalan yang sangat penting. Terlebih lagi jika daerah tersebut sedang mengalami kondisi dimana pengeluaran jauh lebih banyak dari pada pemasukkannya. Dalam prepektif Islam penguasalah yang memelihara dan mengatur urusan rakyat.
فَالإِمَامُ الأَعْظَمُ الَّذِيْ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ، وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Maka al-imam al-adzam yang (berkuasa) atas manusia adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat) dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya (H.R. Muslim).
Pengaturan dan pemeliharan urusan rakyat tentunya dituangkan dalam bentuk bentuk kebijakan yang di putuskan oleh para penguasa yang salah satunya adalah dalam kebijakan keuangan ( anggaran ) Negara.
Prinsip prinsip belanja Publik dalam Islam menurut Dr. M Umer Chapra dalam dalam bukunya yang berjudul “Masa Depan Ilmu Ekonomi Sebuah Tinjau Islam “ adalah sebagai berikut :
a. Kriteria pokok bagi semua alokasi pengeluaran harus digunakan untuk kemaslahatan rakyat.
b. Penghapusan kesulitan harus didahulukan daripada menyediakan kenyamanan
c. Kemaslahatan mayoritas harus didahulukan dari pada kemaslahatan minoritas yang lebih kecil
d. Suatu pengorbanan atau kerugian privat dapat ditimpakan untuk menyelematkan pengorbanan atau kerugian public, dan suatu pengorbanan atau kerugian yang lebih besar dapat dihindarkan dengan memaksa pengorbanan atau kerugian yang lebih kecil.
e. Siapapun yang menerima manfaat harus berani menanggung biaya.
f. Sesuatu dimana tanpa sesuau tersebut kewajiban tidak dapat terpenuhi maka sesuatu tersebut hukumnya wajib.

Berdasarkan kaidah c maka seharusya APBD P tahun 2010 harus diberikan kepada masyarakat desa mengingat mayoritas penduduk Kab Kebumen di wilayah pedesaan. Pengurangan ADD secara drastis sungguh sesuatu yang bisa menimbulkan permasalahan social ekonomi dan politik dalam jangka panjang bagi masyarakat desa. Sehingga penghematan belanja dan pemangkasan dan penundaan kegiatan yang dampaknya tidak massif haruslah dilakukan untuk menjaga kemaslahatan yang lebih besar.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar