Perencanaan Desa, mau dibawa kemana..?
Setelah berpuluh kali melakukan demonstrasi
dan diskusi digelar oleh banyak pihak
untuk memperjuangkan UU Desa pada akhirnya tanggal 18 Desember 2013 UU Desa
ditetapkan dalam rapat paripurna DPR RI. Sebuah pergulatan dan penantian panjang masyarakat Desa akhirnya sampai pada momentum yang bersejarah
bagi kesejahteraan masyarakat Desa. Dengan ditetapkanya UU Desa bukan berarti
perjuangan untuk Desa telah sampai pada titik finanal masih dibutuhkan kerja
keras semua pihak yang peduli terhadap Desa untuk mewujudkan Desa yang sejahtera dan berkeadilan social.
UU Desa ibaratnya adalah pintu pertama yang
telah berhasil dibuka tetapi masih banyak pintu lagi yang harus dibuka agar
masyarakat Desa dapat keluar dari ketertinggalan, keterpinggiran dan kemiskinan
untuk bisa menikmati kesejahteraan dan keadilan social.
UU Desa membawa angin perubahan yang lebih
berpihak pada Desa. Jika dibandingkan
dengan peraturan yang lama UU Desa lebih membuka ruang partisipasi masyarakat
baik dalam tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan
pengawasan, pelaporan dan bertanggungjawaban dan memberikan hak informasi bagi
masyarakat Desa. Dalam perencanaan pembangunan Desa setidaknya membawa
perubahan perubahan sebagai berikut :
a. Perubahan Regulasi
Dalam PP 72 tahun 2005 tentang Desa maupun
Permendagri 66 tahun 2007 tentang
Perencanaan Pembangunan Desa disebutkan bahwa RKP Desa ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Desa, sebuah materi yang berisi tentang pengaturan tentang
perencanaan pembangunan tapi ditetapkan dengan pruduk hukum yang bersifat
penetepan. Disis lain bagaimana mungkin dalam menyusun Peraturan Desa justru
memperhatikan dan mengacu pada sebuah Surat Keputusan Kepala Desa, hal tersebut
yang kemudian memunculkan banyak inkonsitensi antara RKP Desa dengan APB Desa.
UU Desa Pasal
79 ayat ( 3 ) menyebutkan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa
dan Rencana Kerja
Pemerintah Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa. Perubahan ini tentunya akan memperkuat RKP Desa dalam hubunganya dengan
APB Desa, dengan diatur dengan Peraturan Desa maka Peraturan Desa Tentang APB Desa
menjadi konsideran dalam Peraturan Desa tentang APB Desa sehingga konsistensi
antara perencanaan dan penganggaran Desa menjadi lebih terjamin.
b.
Perubahan Jangka RPJM Desa
Dalam peraturan yang lama disebutkan Rencana pembangunan jangka menengah Desa (RPJM Desa) disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun ( Psl 64 ayat
(1) huruf PP 72 Th 2005 Tentang Desa ) sedangkan masa jabatan kepala Desa
adalah 6 tahun (Pasal 52). Perbedaan antara masa jabatan kades (6 Tahun) dengan
Jangka RPJM Desa (5 Tahun) dalam implementasinya menimbulkan beberapa keruwetan
tersendiri.
Dalam UU Desa Jangka RPJM Desa dirubah dan disesuaikan
dengan masa jabatan Kepala Desa yaitu 6 (enam) tahun (Psl 79 ayat(2) huruf b). Perubahan
ini akan memudahkan mensinkronkan Visi dan Misi Kepala Desa dengan RPJM Desa
(pendekatan politik) dan keberhasilan implentasi RPJ Desa menjadi tolak ukur
keberhasilan kinerja Kepala Desa yang dituangkan dalam LPPD,LKPJ dan ILPPD
akhir masa jabatan. Keberhasilan kinerja Kepala Desa akan dinilai dengan sejauh
mana indicator-indikator kinerja dalam RPJM Desa dapat terpenuhi.
c.
Konsolidasi Perencanaan Desa
Sebelum diperlakukanya UU Desa, Desa sekan menjadi pasar
bebas propram dari supra Desa. Seperti kita ketahui bersama semua program
tersebut membawa mekanisme perencanaan dan pengangggaran sendiri serta
membangun institusi instusi baru diluar system dan institusi yang telah ada dan
dikenal luas oleh masyarakat Desa. PNPM MP mensyaratkan Desa untuk menyusun PJM
Pronangkis dan membangun institusi BKM dan KSM, PNPM MD mensyaratkan Desa untuk
menggali gagasan masa depan Desa ( RPJMDes) dan membentuk KPM dan TPK, PPIP
mensyaratkan Desa untuk menyusun PJM Desa dan membentuk OMS.
UU Desa dengan semangat rekosiliasi memperteguh “kedaulatan” Desa
dalam hal perencanaan pembangunan hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 79 ayat
(4) “Peraturan Desa tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa merupakan satu-satunya
dokumen perencanaan di Desa”.
d.
Hubungan
dengan Perencanaan kabupaten
Selama
ini hubungan antara Perencanaan Desa dengan
Perencanaan Kabupaten adalah satu arah dimana dimana Harus menyesuiakan
dan teritegrasi dalam perencanaan kabupaten (Pasal 63 ayat 1 PP No 72/2005) namu
demikian hubungan dan kedudukan perencanaan Desa dengan perencanaan kabupaten tidak
diatur secara jelas.
Dalam
UU Desa hubungan antara Perencanaan Desa dengan Perencanaan Kabupaten
adalah hubungan timbal balik . Pasal 79 ayat (1)
UU Desa menyebutkan dengan jelas mengacu
pada
perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota
sedangkan pada ayat
(7) pasal yang sama menyebutkan bahwa Perencanaan Pembangunan Desa merupakan salah satu sumber masukan dalam perencanaan
pembangunan Kabupaten/Kota. Hal yang
demikian jelas memperkuat kedudukan perencanaan Desa terhadap perencanaan
kabupaten dimana dalam UU 25 tentang SPPN dan turunanya sama sekali tidak
disebutkan tentang perencanaan Desa
Namun demikian UU Desa berarti tanpa
cela dalam hal pengaturan perencanaan Desa, beberapa hal yang tertinggal dalam
UU ini adalah.
a.
Ketiadaan
Perencanaan Jangka Panjang
Dalam UU Desa hanya diatur tentang tentang
perencanaan Jangka Menengah (RPJM Desa) dan dan Perencanaan tahunan (RKP Desa)
dan sama sekali tidak mengatur tentang Perencanaan Jangka Panjang. Ketiadaan
perencanaan Jangka Panjang Desa
setidaknya dapat beriplikasi pada hal-hal sebagai berikut :
1. Ketidak Sinambungan Perencanaan Desa
Ketiadaan RPJP Desa menjadikan RPJM Desa tidak
mempunyai acuan dan orientasi jangka panjang, ketiadaan orientasi ini bisa
menyebabkan antara RPJM Desa dengan RPJM Desa selanjutnya tidak mempunyai
benang merah yang jelas.
2. Terjebak dalam perencanaan “politik”
Ketiadaan “blue print” jangka panjang yang
jelas dikawatirkan “pedekatan politik”
sesaat (enam tahunan) menjadi sangat dominan mewarnai RPJM Desa mengingat bahwa
RPJM Desa adalah penjabaran dari Visi dan Misi Kepala Desa terpilih. Bisa saja
satu peride RPJM Desa menitik beratkan pada pembangunan pertanian karena visi
misi kepela desa terpilih memang menuju kesanan dan pada RPJM Desa selanjutnya
berubah menitik beratkan pada industry karena visi misi kepala desa terpilih
pada periode tersebut memang mengarah kesana.
Ketiadaan RPJP Desa menyebabkan
calon kepala desa dapat menawarkan “mimpi” apa saja kepada masyarakat desa.
b.
Ketidak Jelasan
Hubungan Perencanaan Pembanganunan Desa dengan Rencana tata ruang Desa.
Desa sebagai kesatuan wilayah dengan
batas-batas wilayah yang jelas sebaiknya memang miliki kepastian hukum tentang
batas wilayahnya yang ditetapkan dengan Perdes Batas Desa serta Peruntukan
wilayahnya yang diatur dengan Perdes Tata Ruang Desa. Dalam UU Desa tata ruang desa disebutkan dalam psl 69 ayat
(4) dan pasl 81 ayat (1) namun demikian diantara pasal pasal yang ada tak
satupun mengatur tentang tentang hubungan antaran Perencanaan Desa dan Tata
Ruang Desa.
Mudah-mudah
mudahan dengan tulisan ini bisa memberikan masukan kepada Desa apa saja yang
harus mereka lakukan untuk menyongsong Implementasi UU Desa dan bagi teman teman yang bergerak diranah
advokasi setidaknya ini adalah sinyal kecil bagaimana mengadvokasi PP dan
Permen Tentang Desa.
Kesumba,…
Ketika
harus memaknai sepi dan kesendirian.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar