Rabu, 28 September 2011

Tangis Di Tepi Hujan

Suara Hujan sore itu bercampur baur dengan suara tangis anak kecil yang sayup terdengar dari sebrang rumah. Lolong giris tangisnya sekan menyelusup perlahan terasa menyayat sanubari hingga berdarah.
Aku tiba tiba saja merasa terbanting …. .. berkeping terkulai lunglai .

Sosok bayangan gadis kecil dengan rambut lusuh dikucir karet merah ditangan kirinya tergenggam sebuah boneka kecil kotor dan kepala sudah patah, tiba tiba muncul dihadpanku . Tatapnya kelam tajam menghujam, menusuk kesadaranku yang lama tenggelam. Tatapnya sayu menyapu menelanjangi kesombonganku. Aku mencoba menghidar dari dari tatapmya,tapi sorot mata banyangan itu terus memburu dan menyergap.

Hujan semakin deras, riuh suara air yang bercumbu dengan daun bambu semakin nyaring, tapi tetap saja suara tangis itu terdengar jelas bahkan semakin kurasakan pilunya menusuk. Semakin keras suara tangis kudengar semakin jelas sosok bayangan dihadapanku. Sosok gadis kecil lusuh berpakaian kumuh, dengan boneka kecil dan kotor, dengan kepala patah yang bagi anaku itu hanya sampah. Tangan mungilnya terus memainkan boneka kecil, ditimang dan dielusnya. Bibir mungilnya tersenyum kecil , tapi olehku terlihat ngilu. Tiba tiba …. Mata kecil bening juling itu kembali menatapku tajam. Kali ini kurasakan sinis dan menghardik. Hatiku tersa bergidik. Tiba tiba aku lihat mata itu berbicara terbata bata …
“ Maaf pak … menggangu , tapi menurutku memang pantas bapak digangu “
Suaranya terdengar parau…
“ Ketenangan bapak akan kuganggu, kebahagian bapak akan aku bekukan, kreatifitas bapak akan aku hentikan, ibadah bapak akan kubuat tidak khusu ….”
Suara mata kecil bening juling, mengancamkanku, aku ingin berteriak menghardiknya, tapi mulutku seolah terkuci tersihir oleh tatapan mata itu.
Ketika aku kebingungan, gugup bercampur marah, tiba tiba aku mendengar tawa yang menggidikan,
“ hik… hik….. hik…
“ Ketenangan bapak adalah ketenangan yang mengabaikan dan tidak perduli … “
“ Kebahagian bapak kurasakan sebagai kesombangan … “
“ Kreatifitas bapak hanya untuk memupuk kemapanan, dan melanggengkan ketidakadilan “
“ Ibadah bapak hanya egois spiritual, yang akan memonopoli surga sendiri ….”
Aku semakin ketakutan, kini kulihat mata itu berwarna merah dan perlahan lahan mengeluarkan darah, rasa takutku memuncak. Aku melihat bayangan gadis kecil lusuh berpakain kumuh berkelabat kearahku sambil matanya manatap garang.
“ Kini aku akan membunuhmu …… karena bapak mengabiakanku ….. mengabaikan ketidakadilan “

Tiba tiba kesadaranku kurasakan hilang.


Tidak ada komentar :

Posting Komentar