Sabtu, 29 Mei 2010

Pelatihan Pokja Desa 28 s/d 30 Mei 2010


Dalam rangka meningkatkan kapasitas Pokja Desa Pada tanggal 28 smpai dengan 30 Mei 2010 bertempat di benteng Vander Vicjk Gombong telah dilaksanakan pelatihan pokja Desa yang diikuti oleh 10 dessa dari kecamatan Karanggayam dan Kec. karangsambung. Pokok pokok materi pelatihan berkisar pada bagaiman menyusun perencanaan dan penganggaran desa yang berprespektif kemiskinan, gemder dan anak. Dengan pelatihan ini diharapkan pokja mempunyai ketrampilan dalam menyusun perencanaan dan pengggaran desa yang berprespektif kemiskinan, gender dan anak
Silakan Donlod MaTeri disini
1. KEBIJAKAN UMUM PEMBANGUNAN DESA PARTISIPATIF MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PENINGKATAN KAPASITASPEMERINTAHAN DESA
2.MEKANISME PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
3.PERENCANAAN & PENGANGGARAN Yang BERPERSPEKTIF KEMISKINAN (pro-poor)4.Perencanaan Penganggaran yang Berperspektif Gender 5.PERENCANAAN & PENGANGGARAN YANG BERPERSPEKTIF ANAK 5.PENETAPAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

Jumat, 28 Mei 2010

A Guidebook on Local Goverment Budget Analysis and Advocacy in Indonesia

Ada prasangka salah yang beredar dikalangan masyarakat berkaitan dengan memahami dan menganalisa anggaran Daerah bahwa membaca, memahami, dan menganalisa anggaran adalah sesuatu yang sulit dan rumit. Karena adanya prasangka tersebut kemudian banyak masyarakat atau bahkan aktifis enggan bersentuhan dengan anggaran pemerintah daerah. Namun demikian sesungguhnya prinsip prinsip untuk memahami dan menganalisa anggaran tidaklah terlalu sulit.
Buku Panduan Analisis dan Advokasi Anggaran Pemerintah Daerah di Indonesia berikut ini mungkin dapat membantu anda untuk memahami dan menganalisis angggaran daerah .

Silakan didowlod disini
Buku Panduan Analisis dan Advokasi Anggaran Pemerintah Daerah di Indonesia

Berprakarsa untuk membangun Paristipasi warga

Indonesia menghadapi serangkaian tantangan untuk mewujudkan demokrasi yang partisipatif sekaligus meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan keadilan. Praktek partisipasi warga menjadi penting dalam rangka mewujudkan
demokrasi yang bermakna secara substansial (substantial democracy). Partisipasi warga
untuk melengkapi kelemahan demokrasi prosedural yang hanya menempatkan hak politik warga dalam pemilihan umum lima tahunan. Padahal berbagai negara telah mencatat perkembangan yang semakin maju dan beragam tentang praktek partisipasi warga dalam tata pemerintahan, seiring dengan pergeseran yang terjadi dalam penyelenggaraan negara dari model pengelolaan oleh pemerintah menjadi tata pemerintahan (from goverment to governance).

Donload disini
Berprakarsa untuk membangun Paristipasi warga

Jumat, 21 Mei 2010

Kecil, Porsi Masyarakat di Perencanaan

Suara Merdeka Selasa, 02 Januari 2007 KEDU & DIYKEBUMEN - Selama ini eksistensi kekuatan masyarakat sipil (civil society) di Kebumen telah diakui. Namun gerakan mereka sering tercerai berai dan sulit melahirkan konsensus sebagai kekuatan penyeimbang dari dominasi pemerintah.

Hal itu mengemuka dari Refleksi Akhir Tahun program Institute for Research and Empowerment (IRE) Kebumen di Jalan Pahlawan, Sabtu (30/12) lalu. Dialog dipandu Anang Sabtoni (IRE) itu menghadirkan Mustika Aji (Formasi), Komper Wardopo (Suara Merdeka), dan Akhmad Murtajib (Indipt).

Mustika Aji banyak menyoroti lemahnya peran masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan. Bahkan selama ini usulan dan ide yang datang dari masyarakat masih amat terbatas. Banyak alasan yang ujungnya membatasi peran masyarakat dalam proses perencanaan anggaran.

''Dalam Musrenbangcam hingga Musrenbang kabupaten, dominasi birokrasi amat kuat. Dari 200 peserta Musrenbang kabupaten, 100 orang lebih adalah birokrat,'' keluh Mustika Aji.

Warisan Sejarah

Komper Wardopo menyatakan, peran pers tetap diperlukan dalam mengontrol tata kelola pemerintahan di daerah. Sinergi LSM dan gerakan sipil dengan media tak boleh terputus dalam mengawasi birokasi pemerintah, agar mereka tidak makin jauh dari kepentingan rakyat.

Pada bagian lain, Wardopo juga menilik aspek sejarah daerah Kebumen. Dari sejarah pendiri Kebumen, mulai Dinasti Arungbinang, Tumenggung Kolopaking dan Kiai Bumidirdjo, mereka selalu mengacu pada elite dinasti Mataram. Bahkan di antara mereka juga ada yang mudah dipecahbelah oleh Belanda. Warisan kultur sejarah itu mungkin tersisa hingga saat ini.

Ada salah satu dinasti yang hanya sekali memerintah, yaitu Purbonegoro sebagai bupati Ambal. Sepenggal sejarah kepemimpinan Purbonegoro yang adil, merakyat, dan berasal dari kaum bawah, sebenarnya layak menjadi teladan.

Sementara Akhmad Murtajib mengajak menulis sebagai alternatif membangun posisi tawar. Kegiatan menulis dalam bentuk buku, buletin maupun di internet bisa sebagai media alternatif dalam melawan dominasi pemerintah.

Apalagi media umum terbatas dalam memuat tulisan, aktivitas LSM, dan gerakan sipil. Tajib mengajak para aktivis membudayakan kegiatan menulis sebagai upaya melahirkan gagasan dan inovasi masyarakat sipil.

Dia juga mengkritik kebiasaan birokrat Pemkab Kebumen yang masih memandang rendah potensi lokal. Misalnya, dalam membuat rumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) daerah dan Poldas banyak dipercayakan kepada perguruan tinggi di Yogyakarta dan Purwokerto. (B3-24)

Kebumen, Catat Kinerja Pemerintahan Terbaik di Jateng

KEBUMEN (KRjogja.com)Kamis, 20 Mei 2010 18:52:00 – Kabupaten Kebumen dalam tahun 2010 ini oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah dinyatakan menjadi satu diantara dua daerah yang memiliki kinerja pemerintah daerah terbaik di Jawa Tengah, dengan menyisihkan 33 daerah lainnya di Jawa Tengah. Predikat itu diraih setelah melalui penilaian tahap 1 oleh Tim Penilai Pemprov Jawa Tengah. Bila dalam penilaian tahap kedua Kebumen berhasil mengungguli pesaingnya, Kabupaten Magelang, maka Kebumen berhak maju dalam penilaian serupa untuk tingkat nasional.

“Pengelolaan pemerintahan di daerah dalam segala aspeknya, apakah dilakukan dengan baik atau tidak, menjadi dasar penilaian Tim. Dari penilaian tahap 1 Pemkab Kebumen dinyatakan layak untuk menjadi nominasi atau 2 besar dalam hal Kinerja Pemerintah Daerah terbaik di Jawa Tengah tahun 2010 ini,” ungkap Asisten I Sekda Kebumen, H Adi Pandoyo SH MSi, di Ruang Jatijajar Kompleks Pendopo Rumah Dinas Bupati Kebumen, Kamis (20/5), saat menyambut Tim Penilai dari Pemprov Jawa Tengah.

Dalam penilaian tahap kedua tersebut, semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkup Pemkab Kebumen mengirimkan para pejabatnya. Masing-masing SKPD membawa materi tertulis tentang pengelolaan kinerja di masing-masing unit kerjanya.

Harapan untuk menorehkan prestasi sebagai yang terbaik dalam hal kinerja pengelolaan pemerintahan di daerah, baik di skala regional Jawa Tengah maupun nasional menurut Adi, tentu saja ada. Apalagi Kebumen pernah menjadi terbaik ketiga tingkat nasional dalam kinerja pemerintahannya pada tahun 2007 lalu.

Dengan pengalaman itu maka daerah ini bisa belajar untuk memperbaiki segala kekurangan yang ada dan meningkatkan prestasi yang sudah diraih. Sejumlah keberhasilan yang sudah dicapai oleh daerah ini dalam beberapa tahun terakhir ini diantaranya pemasyarakatan pembuatan akte bagi warga masyarakat pada tahun 2008 dan 2009 lalu, pelaksana PNPM Mandiri terbaik, ketertiban pengelolaan administrasi pemerintahan secara prima dan berbagai keberhasilan lainnya.(Dwi)

Rabu, 12 Mei 2010

Semiloka SKPD Kab. Kebumen " Meningkatkan Sinergisitas Penanghulangan Kemiskinan "


Diskusi dengan Tim Pengendali PNPM Pusat


Semiloka DPRD Kab. Kebumen " Meningkatkan Sinergisitas Penanghulangan Kemiskinan "


Anggaran Pendidikan Baru 10,15 Persen Suara Merdeka Sabtu, 02 Desember 2006 KEDU & DIY

Anggaran Pendidikan Baru 10,15 Persen
Suara Merdeka Sabtu, 02 Desember 2006 KEDU & DIY
KEBUMEN - Menyikapi Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) 2007 yang dibahas DPRD Kebumen saat ini, Lembaga Swadaya Umat (LSU) Bina Insani mengaku prihatin. Sebab, anggaran pendidikan ternyata baru tercapai 10,15 persen.

Menurut Sekretaris LSU Bina Insani, Mustika Aji SPd kemarin, setelah mencermati PPAS, pihaknya menemukan anggaran bidang pendidikan nongaji Rp 70.910.780.000. Dibandingkan pendapatan daerah yang angkanya berkisar Rp 698 miliar, berarti baru sekitar 10,15 persen untuk sektor pendidikan.

Aji menyatakan, angka 38,93 persen anggaran bidang pendidikan yang tercantum dalam kebijakan umum APBD dan PPAS 2007 bisa mengecoh publik. Pasalnya, setelah ditelusuri, masih menggabungkan antara alokasi anggaran untuk pelaksanaan kegiatan dengan gaji guru SMPN, SMAN dan SMKN.

''Berarti masih jauh dari amanat undang-undang sebesar 20 persen. Untuk itu, kami meminta DPRD dan Pemkab dalam membahas PPAS menambah alokasi anggaran pendidikan hingga 20 persen pada tahun 2010 nanti.''

Aji mengemukakan, anggaran bidang pendidikan itu tersebar pada program dan kegiatan Dinas Pendidikan sekitar Rp 49 miliar, program dan kegiatan SMPN, SMUN dan SMKN Rp 11,4 miliar, dan program kegiatan di sekretariat daerah Rp 11,4 miliar. Keseluruhan anggaran tersebut terdistribusikan pada 13 program.

Sudah Proporsional

Aji mengakui, melihat distribusi anggaran pada masing-masing program memang sudah baik dan proporsional. Hal itu setidaknya bisa dilihat dari besarnya anggaran untuk program wajib belajar 9 tahun mencapai 36,52 persen dan program pendidikan menengah 24,96 persen.

''Menurut kami, tambahan alokasi anggaran untuk bidang pendidikan seyogianya dialokasikan untuk penambahan program peningkatan mutu pendidikan dan tenaga pendidikan serta pendidikan nonformal.''

Sementara itu, anggota Komisi A DPRD KH Dawami Misbah justru sedikit kaget dengan besaran anggaran pendidikan hanya 10,15 persen. Sebab, setahu dia, untuk tahun ini sudah 11 persen. ''Jika angka yang disodorkan Bina Insani itu benar, kami malah prihatin,'' tandas wakil rakyat dari FKB itu.

Menurut pendapat KH Dawami, semestinya secara bertahap Pemkab harus menaikkan anggaraan pendidikan. Dengan begitu, pada saatnya bisa memenuhi amanat undang-undang, yakni sebesar 20 persen dari APBD.

Pihaknya juga mengingatkan eksekutif, sesuai komitmen selama ini, menempatkan bidang pendidikan sebagai prioritas. Karena itu, tidak ada alasan untuk mengurangi anggaran bidang pendidikan.

Terkait anggaran peningkatan mutu pendidikan dan sektor pendidikan nonformal, Dawami menyatakan persetujuannya. Apalagi sektor nonformal, seperti kegiatan pelatihan dan keterampilan, memang dibutuhkan, untuk menyiapkan generasi muda masuk dunia kerja dan bisa mengurangi pengangguran. (B3-24)

Refleksi Akhir Tahun Kecil, Porsi Masyarakat di Perencanaan

Refleksi Akhir Tahun
Kecil, Porsi Masyarakat di Perencanaan
suara merdeka Selasa, 02 Januari 2007 KEDU & DIY
KEBUMEN - Selama ini eksistensi kekuatan masyarakat sipil (civil society) di Kebumen telah diakui. Namun gerakan mereka sering tercerai berai dan sulit melahirkan konsensus sebagai kekuatan penyeimbang dari dominasi pemerintah.

Hal itu mengemuka dari Refleksi Akhir Tahun program Institute for Research and Empowerment (IRE) Kebumen di Jalan Pahlawan, Sabtu (30/12) lalu. Dialog dipandu Anang Sabtoni (IRE) itu menghadirkan Mustika Aji (Formasi), Komper Wardopo (Suara Merdeka), dan Akhmad Murtajib (Indipt).

Mustika Aji banyak menyoroti lemahnya peran masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan. Bahkan selama ini usulan dan ide yang datang dari masyarakat masih amat terbatas. Banyak alasan yang ujungnya membatasi peran masyarakat dalam proses perencanaan anggaran.

''Dalam Musrenbangcam hingga Musrenbang kabupaten, dominasi birokrasi amat kuat. Dari 200 peserta Musrenbang kabupaten, 100 orang lebih adalah birokrat,'' keluh Mustika Aji.

Warisan Sejarah

Komper Wardopo menyatakan, peran pers tetap diperlukan dalam mengontrol tata kelola pemerintahan di daerah. Sinergi LSM dan gerakan sipil dengan media tak boleh terputus dalam mengawasi birokasi pemerintah, agar mereka tidak makin jauh dari kepentingan rakyat.

Pada bagian lain, Wardopo juga menilik aspek sejarah daerah Kebumen. Dari sejarah pendiri Kebumen, mulai Dinasti Arungbinang, Tumenggung Kolopaking dan Kiai Bumidirdjo, mereka selalu mengacu pada elite dinasti Mataram. Bahkan di antara mereka juga ada yang mudah dipecahbelah oleh Belanda. Warisan kultur sejarah itu mungkin tersisa hingga saat ini.

Ada salah satu dinasti yang hanya sekali memerintah, yaitu Purbonegoro sebagai bupati Ambal. Sepenggal sejarah kepemimpinan Purbonegoro yang adil, merakyat, dan berasal dari kaum bawah, sebenarnya layak menjadi teladan.

Sementara Akhmad Murtajib mengajak menulis sebagai alternatif membangun posisi tawar. Kegiatan menulis dalam bentuk buku, buletin maupun di internet bisa sebagai media alternatif dalam melawan dominasi pemerintah.

Apalagi media umum terbatas dalam memuat tulisan, aktivitas LSM, dan gerakan sipil. Tajib mengajak para aktivis membudayakan kegiatan menulis sebagai upaya melahirkan gagasan dan inovasi masyarakat sipil.

Dia juga mengkritik kebiasaan birokrat Pemkab Kebumen yang masih memandang rendah potensi lokal. Misalnya, dalam membuat rumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) daerah dan Poldas banyak dipercayakan kepada perguruan tinggi di Yogyakarta dan Purwokerto. (B3-24)

2015, Akses Air Minum Harus Tercukupi

2015, Akses Air Minum Harus Tercukupi
Suara Merdeka
Jumat, 02 Juli 2004 KEDU & DIY
KEBUMEN- Indonesia termasuk negara yang menyetujui kesepakatan global pada 2015, yaitu akses air minum terhadap seluruh warga harus tercukupi. Kini Bappenas tengah menyusun kebijakan nasional air minum berbasis masyarakat.

Hal itu terungkap pada paparan penyusunan kebijakan air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL) di Bappeda Kebumen, Kamis kemarin. Paparan dibuka Kepala Bappeda H Budi Utomo SH, menghadirkan fasilitator dari Water Supply and Sanitation Policy and Action Planning Project (Waspola).

Menurut penuturan Sobari dari Waspola, proyek itu dilaksanakan Pemerintah RI melalui kelompok kerja lintas departemen dan diketuai Bappenas. Pihak yang terkait adalah Departemen Kimpraswil, Departemen Kesehatan, Depdagri, dan Departemen Keuangan.

Pihaknya selama enam bulan menjadi pendamping intensif untuk menghasilkan rencana kerja daerah. Adapun bagi daerah, diharapkan mendapatkan gambaran menyeluruh tentang kondisi pelayanan AMPL bagi arah pembangunan yang efektif.

Selain itu, untuk menemukan aspek dan faktor yang memengaruhi keberlanjutan pembangunan partisipatif serta menumbuhkan kesadaran dan partisipasi semua pihak dalam upaya keberlanjutan pembangunan AMPL.

Tim Kerja Daerah

Sobari mengemukakan, daerah diminta menyediakan tim kerja daerah yang aktif, dana operasional kerja, dan dana pemdamping kegiatan fasilitasi kebijakan, serta menyelenggarakan dialog kebijakan daerah yang melibatkan stakeholder yang luas termasuk DPTD, perguruan tinggi, LSM, dan unsur yang terkait.

Sementara itu, Camat Bonorowo Helmi Sabry SSos mengatakan, fasilitator program tersebut agar berhati-hati dan mempertimbangkan dampak keberhasilan di lapangan. Sebab, program sejenis dahulu pernah ada namun lebih sering gagal.

Sementara itu aktivis LSM Bina Insani Mustika Aji SPd mengungkapkan, persoalan air merupakan hal yang kompleks, apalagi Kebumen memiliki spesifikasi daerah rawan banjir. Namun, ada daerah pegunungan selalu dilanda kekeringan tiap musim kemarau.

Sebelumnya, Kepala Bappeda H Budi Utomo menyebutkan, air merupakan kebutuhan vital manuisa sehingga hendaknya menjadi kepedulian semua pihak. Dia mengharapkan masukan dan peran aktif semua komponen baik pemerintah maupun swasta untuk menyusun kebijakan AMPL di daerah. (B3-20j)

Latar Belakang Masalah AMPL

Kurang efektif dan efisien investasi yang telah dilakukan pada pembangunan prasarana dan sarana AMPL.

Air hanya dipandang sebagai benda sosial.

Keterbatasan kemampuan pemerintah. (j)

Bupati Kebumen Terpilih Harus Kurangi Penduduk Miskin

Bupati Kebumen Terpilih Harus Kurangi Penduduk Miskin
Selasa, 11 Mei 2010 | 15:54 WIB
Besar Kecil Normal

TEMPO Interaktif, Kebumen – Dari total 1,3 juta jiwa penduduk Kebumen, sebanyak 27,2 persen di antaranya masih berada di bawah garis kemiskinan. Bupati Kebumen terpilih nanti diharapkan bisa mengurangi angka kemiskinan tersebut.

“Kami targetkan angka tersebut turun hingga 13 persen pada 2015,” terang Kepala Bidang Perencanaan dan Anggaran pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kebumen, Aden Andri, Selasa (11/5).

Target tersebut, kata Aden, masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPMJMD) Kebumen. Ia menyebutkan, jumlah warga miskin tersebut merupakan nomor tiga terbesar di Jawa Tengah.

Aden menambahkan, target penurunan hingga 14 persen masih relatif lebih berat dibandingkan target secara nasional dan provinsi. Target penurunan kemiskinan tingkat nasional sebesar enam persen dan tingkat provinsi sebesar 8 persen.

Ketua Forum Masyarakat Sipil Kebumen Mustika Aji mengatakan, bupati Kebumen terpilih nantinya harus bisa merealisasikan angka penurunan kemiskinan. “Dulu tidak ada angka yang ditargetkan, tapi sekarang ada,” katanya.

Ia mengatakan, bupati Kebumen periode 2010-2015 nanti, harus bisa mensinergikan seluruh potensi yang ada agar angka kemiskinan bisa turun. “Target penurunan sebesar 14 persen harus bisa direalisasikan bupati yang baru nanti,” kata Mustika.

ARIS ANDRIANTO

Senin, 10 Mei 2010

Road Map Penyusunan RPJMD Kab. Kebumen Tahun 2011-2015

Pada hari senen tanggal 10 Mei 2010 BAPEDA Kabupaten Kebumen bekerjasama dengan FORMASI telah melakukan Work Shop Road Map Penyusunan RPJMD Kab. Kebumen tahun 2011 -2015. Kegiatan ini merupakan rangkain awal kerjasama BAPEDA kabupaten kebumen dengan FORMASI untuk mewujudkan RPJMD Kab Kebumen yang berkualiatas. Kegiatan Work Shop Road Map Penyusunan RPJMD ini dihadiri oleh perwakilan dari bagian perencanaan SKPD yang dan di Kabuaten Kebumen serta beberpa elemen masyakat.

MOU Program MDGs dengan Desa Pandasari dan Donorojo

.Pada hari minggu tepatnya tanggal 9 mei 2010 Formasi telah melakukan MOU Pencapaian MGDs melalui Tata Kelola Pemerintahan yang baik dengan Desa Donorojo Kecamatan Sempor dan Desa Pandasari Kecamatan Sruweng. Dalam MOU dengan Desa pandasari dihadiri oleh Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kebumen, Mba Titi ( ACE ), Presidiun Formasi, Pemerintah Desa Pandansari, BPD dan sekitar 110 warga desa pandansari. Sebelum dilakukan mou terlebih dahulu disampaikan paparan hasil asessment pencapaian MDGs desa Pandansari oleh Umi Arifah yang juga nantinya akan bertugas sebagai CO di desa Pandasari selama hampir 30 bulan.

Sabtu, 08 Mei 2010

Jejak Jejak Advokasi Kebijakan

. Sebagai lembaga swadaya masyarakat LSU Bina Insani mempunyai beberapa bidang garapan antara lain adalah advikasi kebijakan publik. Bidang ini fokus pada bagaiman membela kepentingan kaum yang lemah banyak ragam kegiatan yang telah dilakukan dari seminar, diskusi publik sampai pada langkah langkah aksi untuk membela dalam rangka membela kau lemah. Foto kenangan lama ketika melakukan advokasi berkaitan undang undang sistem penddikan nasional.

Pembangunan Ponpes " Darut Thoyyibah " Masih Membutuhkan Bantuan


Tekad telah bulat. Walau Dengan keterbatsan yang dimiliki Pembangunan sarana dan sarana Ponpes " Darut Thoyyibah " terus dilanjutkan hingga sampai saat ini setidaknya hampir dua lokal pembelajaran telah terselesaikan dari sebuah desain besar pondok pesantren terpadu. Di tempat inilah nantinya juga menjadi tempat pembelajaran SMP IT " Logaritma " yang pada tahun ajaran besok diharapkan mulai menerima siswa baru. Untuk itulah kami selalau berharap dan menunggu bantuan anda semua untuk mewujudkan sebuah pendidikan alternatif untuk melahirkan generasi generasi yang beriman, cerdas dan tangguh.

SD IT Logaritma Mengunjungi Pameran Lukis di Aula Sekda Kebumen


Hari ini, tepatnya sabtu,8 mei 2010, di aula sekda kebumen aku dan teman-temanku mengunjungi pameran lukisan. Aku sangat senang, melihat-melihat karya seniman yang sungguh luar biasa. SUBHANNALLOH........
RAHMA
Begitulah, colehteh anaku yang ditulis sediri ketika kusuruh menulis di blog ini. Belajar memang tidak mesti dalam kelas yang sumpek , sebab belajar yang sesunggunya adalah belajar pada kehidupan itu sendiri. Banya ilimu yang tidak diajarkan disekolah tetapi adanya justru pada kehidupan itu sediri, dan setiap orang bisa belajar pada kehidupan kapanpun dan dimanapun ia berada.

Jumat, 07 Mei 2010

Pameran Di Aula Sekda Kab.ebumen

. Pada tanggal 6 s/d 8 Mei 2010 LSU Bina Insani mengikuti pameran di aula sekda Kab. Kebumen. Pameran tersebut diselenggarakan dalam rangka ulang tahun SMA Negri Pejagoan. Dalam pameran teresbut LSU Bina Insani mendisply foto foto kegiatan dan mebuka stand BMT Bina Insani. Dengan mengikuti pameran tersebut diharapkan masyarakat kabupaten kebumen lebih mengenal LSU Bina Insani dengan baik.

Kamis, 06 Mei 2010

Ramalan Fukuyama dan Perzinahan di Turki

Ramalan Fukuyama dan Perzinahan di Turki
Written by Adian Husaini
Harian New Straits Times edisi 15 September 2004, memuat berita berjudul “Turkish women denounce plans to criminalise adultary”. Wanita-wanita Turki mengecam rencana untuk mengkriminalkan perbuatan zina.

Diceritakan, bahwa parlemen Turki sedang mendiskusikan satu Rancangan Undang-undang yang diajukan pemerintah yang isinya menetapkan perzinahan sebagai satu bentuk kejahatan kriminal. Menurut PM Turki, Recep Tayyip Erdogan, Undang-undang itu dimaksudkan untuk melindungi keluarga dan istri-istri dari perselingkuhan/perzinahan suaminya.

RUU itu kemudian menimbulkan kontroversi hebat. Yang menarik, bukan kalangan dalam Turki saja yang ribut, tetapi juga pejabat-pejabat Uni Eropa. Pejabat perluasan Uni Eropa, Guenter Verheugen, menyatakan, bahwa sikap anti perzinahan dapat menciptakan imej bahwa UU di Turki mulai mendekati hukum Islam. Bahkan, Menteri Luar Negeri Inggris, Jack Straw menyatakan, bahwa jika proposal itu disahkan sebagai Undang-undang, maka akan menciptakan kesulitan bagi Turki. If this proposal, which I gather is only a proposal in respect of adultary, were to become firmly fixed into law, than that would create difficulties for Turkey). Setelah mengalami perdebatan dan tekanan dari berbagai pihak, pemerintahan Turki akhirnya membatalkan RUU tersebut.

Kasus di Turki ini menarik untuk disimak, bagaimana masalah moral yang menjadi urusan internal dalam negeri satu negeri muslim ternyata mendapat perhatian besar dari tokoh-tokoh Barat. Bahkan, dapat berdampak pada masalah politik yang serius. Mengapa orang-orang Barat (Eropa) itu begitu khawatir jika rakyat Turki, melalui parlemen mereka, memutuskan bahwa perzinahan adalah salah satu bentuk kejahatan? Ada apa dibalik semua ini? Apakah karena mereka merupakan pelanggan tetap pelacur-pelacur Turki, sehingga dengan diundangkannya larangan perzinahan, maka mereka akan kehilangan kesempatan untuk melampiaskan syahwat mereka? Mengapa mereka tidak membiarkan saja, sesuai jargon demokrasi liberal mereka, rakyat Turki untuk menentukan apa yang baik dan buruk untuk mereka? Mengapa langsung saja mereka mengingatkan, bahwa undang-undang itu akan mendekatkan Turki kepada Islam? Mengapa? Banyak pertanyaan yang bisa kita ajukan.

Tetapi, menarik untuk mencermati masalah ini dari sudut konflik peradaban dan menelaah kembali ramalan-ramalan ilmuwan terkenal Francis Fukuyama yang ditulis dalam bukunya “The End of History and The Last Man.” Kasus Turki ini menunjukkan, bahwa ramalan-ramalan Fukuyama, yang kadang dipopulerkan sebagai “teori”, tentang “akhir sejarah” umat manusia adalah tidak tidak benar. Sebagaimana diketahui, Fukuyama merupakan ilmuwan yang sangat terkenal setelah Era Perang Dingin, bersamaan dengan nama Samuel P. Huntington. Sebagaimana Huntington yang menulis bukunya setelah perdebatan panjang tentang artikelnya ‘The Clash of Civilizations?’ di Jurnal Foreign Affairs (summer 1993), buku Fukuyama itu juga merupakan pengembangan dari artikelnya ‘The End of History?’ di jurnal The National Interest (summer 1989).

Dalam makalahnya tersebut, Fukuyama, mencatat, bahwa setelah Barat menaklukkan rival ideologisnya -- monarkhi herediter, fasisme, dan komunisme – dunia telah mencapai satu konsensus yang luar biasa terhadap demokrasi liberal. Ia berasumsi, bahwa demokrasi liberal adalah semacam titik akhir dari evolusi ideologi atau bentuk final dari bentuk pemerintahan.

Dan ini sekaligus sebuah ‘akhir sejarah’ (the end of history). (A remarkable consensus concerning the legitimacy of liberal democracy as a system of government had emerged throughout the world over the past few years, as it conquered rival ideologies like hereditary monarchy, fascism, and most recently communism. More than that, however, I argued that liberal democracy may constitute the “end point of mankind’s ideological evolution” and the “final form of human government,” and as such constituted the “end of history.)”

Dalam bukunya, Fukuyama memasang sederet negara yang pada tahun 1990-an memilih sistem demokrasi-liberal, sehingga ini seolah-olah menjadi indikasi, bahwa - sesuai Ramalan Hegel - maka akhir sejarah umat manusia adalah kesepakatan mereka untuk menerima Demokrasi Liberal. Tahun 1790, hanya tiga negara, AS, Swiss, dan Perancis, yang memilih demokrasi liberal. Tahun 1848, jumlahnya menjadi 5 negara; tahun 1900, 13 negara; tahun 1919, 25 negara, 1940, 13 negara; 1960, 36 negara; 1975, 30 negara; dan 1990, 61 negara.

Pada ‘akhir sejarah’, kata Fukuyama, tidak ada lagi tantangan ideologis yang serius terhadap Demokrasi Liberal. Di masa lalu, manusia menolak Demokrasi Liberal sebab mereka percaya bahwa Demokrasi Liberal adalah inferior terhadap berbagai ideologi dan sistem lainnya. Tetapi, sekarang, katanya, sudah menjadi konsensus umat manusia, kecuali dunia Islam, untuk menerapkan Demokrasi Liberal. Ia menulis: “At the end of history, there are no serious ideological competitors left to Liberal Democracy. In the past, people rejected Liberal Democracy because they believed that it was inferior to monarchy, aristocracy, theocracy, fascism, communist totalitarianism, or whatever ideology they happenned to believed in, But now, outside the Islamic world, there appears to be a general consensus that accpets liberal democracy’s claims to be the most rational form of government, that is, the state that realizes most fully either rational desire or rational recognition.”

Pendapat Fukuyama bahwa pada masa akhir sejarah tidak ada tantangan serius terhadap Demokrasi Liberal dan umat manusia - di luar dunia Islam - telah terjadi konsensus untuk menerapkan Demokrasi Liberal adalah merupakan statemen yang sangat debatable. Dalam memandang ‘demokrasi’, Fukuyama mengadopsi pendapat Huntington, tentang perlunya proses sekularisasi sebagai prasyarat dari demokratisasi. Karena itu, ketika Islam dipandang ‘tidak compatible’ dengan demokrasi, maka dunia Islam juga tidak kondusif bagi penerapan demokrasi yang bersifat sekular sekaligus liberal. Dalam kajiannya tentang Gelombang ketiga demokratisasi, Huntington menyebutkan: “Tampaknya masuk akal menghipotesakan bahwa meluasnya agama Kristen mendorong perkembangan demokrasi.”

Fukuyama menyorot dua kelompok agama yang menurutnya sangat sulit menerima demokrasi, yaitu Yahudi Ortodoks dan Islam fundamentalis. Keduanya dia sebut sebagai “totalistic religious” yang ingin mengatur semua aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat publik maupun privat, termasuk wilayah politik. Meskipun agama-agama itu bisa menerima demokrasi, tetapi sangat sulit menerima liberalisme, khususnya tentang kebebasan beragama. Karena itulah, menurut Fukuyama, tidak mengherankan, jika satu-satunya negara Demokrasi Liberal di dunia Islam adalah Turki, yang secara tegas menolak warisan tradisi Islam dan memilih bentuk negara sekular di awal abad ke-20. (Orthodox Judaism and fundamentalist Islam, by contrast, are totalistic religious which seek to regulate every aspect of human life, both public and private, including the realm of politics. These religions may be compatible with democracy - Islam in particular, establishes no less than Christianity the principle of universal human equality - but they are very hard to reconcile with liberalism and the recognition of universal rights, particularly freedom of conscience or religion. It is perhaps not surprisingly that the only liberal democracy in the contemporary Muslim World is Turkry, which was the only contry to have stuck with an explicit rejection of its Islamic heritage in favor of a secular society early in the twentieth century).

Klaim-klaim Fukuyama tentang “konsensus umat manusia terhadap demokrasi liberal” dan “tidak adanya tantangan ideologis yang serius terhadap demokrasi liberal saat ini” sebenarnya sangatlah lemah dan paradoks dengan sikap negara-negara Barat sendiri. Itulah yang terlihat dalam kasus RUU anti-perzinahan di Turki. Tindakan Barat yang mengancam Turki soal RUU anti-perzinahan itu, membuktikan bahwa Barat memandang Islam secara paranoid, sebagai tantangan serius secara ideologis terhadap Demokrasi Liberal. Mereka masih terbukti sangat khawatir terhadap munculnya negara yang menerapkan ideologi Islam.

Kita bisa mengingat kembali, bagaimana kuatnya dukungan Barat terhadap pembatalan Pemilu di Aljazair yang dimenangkan oleh FIS, padahal sikap itu justru bertentangan dengan demokrasi yang mereka kampanyekan.

Menurut Christoper Ogden (dalam artikel "View from Washington", Times, 3 Februari 1992), tindakan AS yang mendukung permainan kekuasaan antidemokrasi merupakan suatu tindakan yang sangat keliru. Sikap AS dan Perancis yang menyatakan bahwa kudeta Aljazair "konstitusional", tidak lain merupakan gejala penyakit gila paranoid (ketakutan tanpa dasar) terhadap Muslim Fundamentalis. Ogden menulis bahwa nonsense menyatakan AS tidak dapat mempengaruhi perubahan di Aljazair. Seperti disebutkan terdahulu, pasca runtuhnya Komunisme, justru Barat menerapkan pandangan yang paranoid dan berlebihan terhadap Islam. Itu bisa disimak dari berbagai perlakuan yang diterima kaum Muslim yang memasuki negara-negara Barat setelah peristiwa 11 September 2001. Hanya karena namanya berbau Islam, atau wajahnya bercorak Arab, maka seseorang yang memasuki negara-negara Barat dapat menerima perlakuan yang tidak manusiawi.

Koran Utusan Malaysia, edisi 15 September 2004, juga menurunkan tulisan Kamaruzaman Mohamad, seorang wartawan senior Malaysia yang baru-baru mengikuti pertemuan wartawan di AS. Ia menulis artikel berjudul “11 Sept. Ubah polisi AS”. (dalam bahasa Indonesia, artinya: 11 September Ubah Kebijakan AS). Diceritakan, bahwa kebijakan anti-terorisme memang pada kenyataannya, ditujukan kepada semua orang Islam. Itu dialami oleh semua orang Islam yang memasuki AS, yang secara dicurigai sebagai teroris atau mendukung teroris, sehingga harus diperlakukan khusus saat memasuki negara itu. Hanya karena namanya Islam, Ia diperiksa ketat, tasnya dibuka tanpa pengetahuannya, dan prosedur ketat lainnya. Ia bertanya, mengapa hanya orang Islam saja yang diperlakukan seperti itu? Mengapa orang bukan Islam mudah-mudah saja memasuki AS? Apakah yang melakukan tindakan terorisme hanya orang Islam?

Mungkin, tindakan ketat semacam itu, sebagaimana diceritakan oleh Kamaruzaman, tidak berlaku atas orang-orang dari kalangan Muslim yang jelas-jelas sudah dikenal sebagai “The Darling of Washington” yang mengabdikan hidup dan matinya demi menyebarkan nilai-nilai dan pandangan hidup yang diridhoi oleh AS.

Sebuah buku berjudul “Painting Islam as the New Enemy” (2003), karya Abdulhay Y. Zalloum, cukup memberikan gambaran, bagaimana rekayasa kelompok-kelompok garis keras di AS, termasuk Wolfowitz, Rumsfeld, dan Huntington, untuk membuat skenario politik internasional pasca Perang Dingin. Kelompok inilah yang menskenario tampilnya Presiden George W. Bush, dan kemudian mempengaruhi jalannya politik internasional hingga saat ini. Pada akhirnya, pasca Perang Dingin, mereka menskenario, untuk menempatkan Islam sebagai musuh utama. Aksi terorisme yang dilakukan umat Islam akan dicap sebagai terorisme, sementara aksi teror terhadap penduduk Muslim akan dikspose sebagai tindakan mulia untuk memberantas teroris. Tajuk Koran Utusan Malaysia juga mengupas tentang isu terorisme (keganasan), yang berjudul “Melihat keganasan dari dua sudut”. Tajuk ini mempertanyakan, “Apakah bezanya serangan bom yang dilancarkan oleh kumpulan Jemaah Islamiyah (JI) dengan serangan bom yang dilakukan oleh AS?”

Kasus respon Barat terhadap RUU anti-perzinahan di Turki juga menunjukkan, begitu takutnya Barat terhadap kembalinya Islam ke dalam kehidupan masyarakat dan politik di Turki. Barat tidak ribut dengan dominannya cengkeraman kristen fundamentalis dalam politik di AS, tetapi khawatir sekali dengan Islam. Sebab, masa lalu Turki adalah masa lalu yang penuh kegemilangan, ketika mereka masih di bawah kekuasaan Utsmani. Setelah kalah dari Barat, Turki diwajibkan sekular, dan tidak secara “sukarela” untuk menjadi sekular. Adalah salah besar klaim Fukuyama, bahwa telah terjadi konsensus umat manusia terhadap demokrasi liberal. Jika ia memuji Turki sebagai satu-satunya negara yang menerapkan demokrasi liberal di dunia Islam, maka Fukuyama mestinya mengungkap fakta, bahwa demokrasi liberal dan sekularisme di Turki ditegakkan dengan tangan besi dan kekuasaan yang kejam.

Kasus yang menimpa PM Erbakan, yang hanya berkuasa selama 18 bulan, bisa disimak. Karena dianggap mengancam prinsip negara sekular, Rbakan dijatuhkan. Penggantinya, Mesut Yilmaz dari Partai Ibu Pertiwi, menyatakan: “Negara ini butuh pemerintahan yang kuat yang mampu mempertahankan sistem sekular." Babak-babak berikutnya adalah kehidupan yang penuh represif terhadap kaum muslim Turki. Di bawah jargon “mempertahankan sistem sekular”, pemerintahan sekuler Yilmaz yang disokong penuh oleh militer dan Barat bertindak tidak demokratis (otoriter). Setelah Erbakan diturunkan, Partai Refah dilarang. Sekularisasi diberlakukan dengan ketat. Wanita-wanita muslimah dilarang mengenakan jilbab di kantor-kantor pemerintah dan di kampus. Sekolah-sekolah agama ditutup. Jam siaran agama di TV dipangkas.

Turunnya Erbakan dapat dikatakan sebagai jalan terbaik untuk menghindari terjadinya kudeta militer, sebagaimana terjadi pada tahun 1960. Kasus tahun 1960 itu hampir sama dengan kasus yang menimpa Erbakan. Pada pemilihan umum tahun 1950, Partai Demokrasi pimpinan Adnan Mandaris unggul atas Partai Republik bentukan Musthafa Kemal Attaturk, Bapak Sekularis Turki. Selama 10 tahun berkuasa, Adnan Mandaris berusaha menempatkan Islam kembali dalam masyarakat Turki, dengan cara yang sangat halus. Di masa Mandaris, azan kembali dikumandangkan dalam bahasa Arab (sebelumnya dilakukan dalam bahasa Turki; Lafazh Allahu Akbar diganti dengan Allahul Buyuk), masjid-masjid yang telah dihancurkan direnovasi, fakultas teologi dibuka kembali, dan sejumlah lembaga tahfidzul Quran muncul kembali.

Meskipun yang dilakukan oleh Mandaris adalah sangat manusiawi dan jauh dari sikap radikal, akan tetapi kebijakan-kebijakan Mandaris itu dianggap sebagai kejahatan oleh kaum Sekular Turki, terutama kelompok militer yang bertindak sebagai penjaga gawang sekulerisme. Di Turki, salah satu fungsi militer adalah sebagai National Security Guard (NSC). Mandaris dituduh menciptakan pemerintahan yang primitif, statis, berkhianat terhadap ajaran Kemal Attaturk, mengancam demokrasi, merusak struktur hukum, dan lain sebagainya. Sebagai “hukuman” terhadap Mandaris, pada tahun 1960, terjadi kudeta militer dan Mandaris bersama Ketua Parlemen Bulatuqan dan Menteri Luar Negeri Fatin Zaurli dihukum mati.

Attaturk sendiri menjalankan pemerintahan sekularnya secara diktator. Ia tak segan-segan menghukum mati orang-orang yang enggan kepada pemerintahan Kemalis. Pada tanggal 13 Juli 1926, 15 orang digantung dimuka umum. Tahun 1930, 800 orang anti-Kemalis ditangkap dan dihukum mati. Tahun 1931, keluar peraturan yang melarang media massa mengeluarkan propaganda yang dianggap membahayakan pemerintahan sekular Kemalis.

Selama 80 tahun lebih, Turki telah berkhidmat kepada Barat, mengikuti prinsip sekularisme, tetapi nasib mereka masih belum berubah. Uni Eropa masih tetap menolak permohonan Turki untuk bergabung. Turki diwajibkan menjadi negara sekular. Dia dipuji Fukuyama sebagai satu-satunya negara demokrasi liberal di dunia Islam. Tetapi pada saat yang sama dia tidak boleh menjalankan prinsip dan mekanisme demokrasi ketika demokrasi itu digunakan untuk menyepakati hal-hal yang sesuai dengan Islam, seperti kriminalisasi perzinahan.

Itulah prinsip Barat dalam berdemokrasi liberal: wajib sekular, wajib anti-Islam! Di kalangan Muslim, kadangkala ada yang tidak peduli akan hal ini. Mereka berteriak-teriak menuding orang Islam yang mereka katakan “menghegemoni kebenaran”, tetapi pada saat yang sama, mereka menutup mata terhadap perilaku “tuannya” yang juga melakukan hegemoni kebenaran, dengan memaksakan sekularisme kepada umat manusia, dan menghalang-halangi umat Islam untuk menerapkan keyakinannya.

Jika Barat dan pengikutnya yang sekular-liberal yakin dengan ideologinya, yakin dengan sekular dan liberalnya, yakin dengan kebebasan zina dan homoseksualnya, yakin dengan kemaslahatan pelacuran dan kebebasan ekspresi pornografinya, lalu mengapa umat Islam tidak boleh yakin akan keagungan Tuhan dan hukum-hukum-Nya? Wallahu a’lam. (KL, 16 September 2004).

Rabu, 05 Mei 2010

Nasehat Imam al-Ghazali

Nasehat Imam al-Ghazali
Written by Henri Shalahuddin
"Ilmu itu cahaya", demikian petuah masyhur dari para Hukama' dan orang-orang saleh. Ibnu Mas'ud r.a., salah satu Sahabat Nabi berwasiat, bahwa hakekat ilmu itu bukanlah menumpuknya wawasan pengetahuan pada diri seseorang, tetapi ilmu itu adalah cahaya yang bersemayam dalam kalbu.

Kedudukan ilmu dalam Islam sangatlah penting. Rasulullah saw., bersabda: "Sesungguhnya Allah swt., para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi hingga semut dalam tanah, serta ikan di lautan benar-benar mendoakan bagi pengajar kebaikan". (HR. Tirmidzi). Nabi juga bersabda: "Terdapat dua golongan dari umatku, apabila keduanya baik, maka manusia pun menjadi baik dan jika keduanya rusak maka rusaklah semuanya, yakni golongan penguasa dan ulama" (HR. Ibnu 'Abdil Barr dan Abu Naim dengan sanad yang lemah).

Mengingat kedudukannya yang penting itu, maka menuntut ilmu adalah ibadah, memahaminya adalah wujud takut kepada Allah, mengkajinya adalah jihad, mengajarkannya adalah sedekah dan mengingatnya adalah tasbih. Dengan ilmu, manusia akan mengenal Allah dan menyembah-Nya. Dengan ilmu, mereka akan bertauhid dan memuja-Nya. Dengan ilmu, Allah meninggikan derajat segolongan manusia atas lainnya dan menjadikan mereka pelopor peradaban.

Oleh karena itu, sebelum menuntut ilmu, Imam al-Ghazali mengarahkan agar para pelajar membersihkan jiwanya dari akhlak tercela. Sebab ilmu merupakan ibadah kalbu dan salah satu bentuk pendekatan batin kepada Allah. Sebagaimana shalat itu tidak sah kecuali dengan membersihkan diri dari hadas dan kotoran, demikian juga ibadah batin dan pembangunan kalbu dengan ilmu, akan selalu gagal jika berbagai perilaku buruk dan akhlak tercela tidak dibersihkan. Sebab kalbu yang sehat akan menjamin keselamatan manusia, sedangkan kalbu yang sakit akan menjerumuskannya pada kehancuran yang abadi. Penyakit kalbu diawali dengan ketidaktahuan tentang Sang Khalik (al-jahlu billah), dan bertambah parah dengan mengikuti hawa nafsu. Sedangkan kalbu yang sehat diawali dengan mengenal Allah (ma'rifatullah), dan vitaminnya adalah mengendalikan nafsu. (lihat al-munqidz min al-dhalal)

Sebagai amalan ibadah, maka mencari ilmu harus didasari niat yang benar dan ditujukan untuk memperoleh manfaat di akherat. Sebab niat yang salah akan menyeret kedalam neraka, Rasulullah saw., bersabda: "Janganlah kamu mempelajari ilmu untuk tujuan berkompetisi dan menyaingi ulama, mengolok-olok orang yang bodoh dan mendapatkan simpati manusia. Barang siapa berbuat demikian, sungguh mereka kelak berada di neraka. (HR. Ibnu Majah)

Diawali dengan niat yang benar, maka bertambahlah kualitas hidayah Allah pada diri para ilmuwan. "Barang siapa bertambah ilmunya, tapi tidak bertambah hidayahnya, niscaya ia hanya semakin jauh dari Allah", demikian nasehat kaum bijak. Maka saat ditanya tentang fenomena kaum intelektual dan fuqaha yang berakhlak buruk, Imam al-Ghazali berkata: "Jika Anda mengenal tingkatan ilmu dan mengetahui hakekat ilmu akherat, niscaya Anda akan paham bahwa yang sebenarnya menyebabkan ulama menyibukkan diri dengan ilmu itu bukan semata-mata karena mereka butuh ilmu itu, tapi karena mereka membutuhkannya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah". Selanjutnya beliau menjelaskan makna nasehat kaum bijak pandai bahwa 'kami mempelajari ilmu bukan karena Allah, maka ilmu itu pun enggan kecuali harus diniatkan untuk Allah', berarti bahwa "Ilmu itu tidak mau membuka hakekat dirinya pada kami, namun yang sampai kepada kami hanyalah lafaz-lafaznya dan definisinya". (Ihya' 'Ulumiddin)

Ringkasnya, Imam al-Ghazali menekankan bahwa ilmu saja tanpa amal adalah junun (gila) dan amal saja tanpa ilmu adalah takabbur (sombong). Junun berarti berjuang berdasarkan tujuan yang salah. Sedangkan takabbur berarti tanpa memperdulikan aturan dan kaedahnya, meskipun tujuannya benar. Maka dalam pendidikan Islam, keimanan harus ditanamkan dengan ilmu; ilmu harus berdimensi iman; dan amal mesti berdasarkan ilmu. Inilah sejatinya konsep integritas pendidikan dalam Islam yang berbasis ta'dib. Ta'dib berarti proses pembentukan adab pada diri peserta didik. Maka dengan konsep pendidikan seperti ini, akan menghasilkan pelajar yang beradab, baik pada dirinya sendiri, lingkungannya, gurunya maupun pada Penciptanya. Sehingga terjadi korelasi antara aktivitas pendidikan, orientasi dan tujuannya.

Ketika seseorang mempelajari ilmu-ilmu kedokteran, kelautan, tehnik, komputer dan ilmu-ilmu fardhu kifayah lainnya, maka mereka tidak memfokuskan niatnya pada nilai-nilai ekonomi, sosial, budaya, politik, atau tujuan pragmatis sesaat lainnya. Tapi kesemuanya ini dipelajarinya dalam rangka meningkatkan keimanan dan bermuara pada pengabdian pada Sang Pencipta. Disorientasi pendidikan diawali dengan hilangnya integritas nilai-nilai ta'dib dalam pendidikan (sekularisasi). Sekularisasi dalam dunia pendidikan berjalan dengan dua hal: (a) menempatkan ilmu-ilmu fardhu 'ain yang dianggap tidak menghasilkan nilai ekonomi dalam skala prioritas terakhir, atau dihapus sama sekali. Sehingga mahasiswa kedokteran misalnya, tidak perlu dikenalkan pelajaran-pelajaran agama. (b) mengutamakan pencapaian-pencapaian formalitas akademik. Sehingga keberhasilan seorang pelajar hanya ditentukan dari hasil nilai ujian yang menjadi ukuran pencapaian ilmu dan keberhasilan sebuah lembaga pendidikan.

Maraknya aksi corat-coret baju seragam, iring-iringan konvoi dan beragam ekspresi negatif lainnya ketika merayakan kelulusan ujian, menjadi bukti bahwa kualitas pendidikan kita masih difokuskan untuk pemenuhan komuditas perut yang sarat dengan nilai-nilai hedonis. Padahal Ali bin Abi Talib ra., telah mengingatkan: "Barang siapa yang kecenderungannya hanya pada apa yang masuk kedalam perutnya, maka nilainya tidak lebih baik dari apa yang keluar dari perutnya". Wallahu a'lam wa ahkam bis shawab.