Minggu, 19 Januari 2014

UU Desa" Gelombang Perubahan Menuju Kesejahteraan " Bagian 4

APB Desa Berbasis Kinerja 
Seperti telah di jelaskan dalam tulisan terdahulu bahwa salah satu implikasi dari UU Desa adalah akan mendapatkan sumber pendanaan yang cukup besar. (http://mustikajikebumen.blogspot.com/2014/01/uu-desa-gelombang-perubahan-menuju_15.html) Pendanaan tersbut tentunya harus dikelola dengan baik untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat Desa. Pengelolan keuangan desa dalam kerangka besar penganggaran desa dan dituangkan dalam dokumen Anggaran Belanja dan Pendapatan Desa (APB Desa). Dalam UU Desa pengaturan pengaturan tentang APB Desa hanya tercantum dalam Pasal Psl 71 s/d 75 namun demikian seperti apa model penganggaran desa yang akan terapkan tidak member arah yang jelas.
Saat ini penerapan penyusunan anggaran dengan pendekatan kinerja / anggaran kinerja (performance based budget) menjadi satu pilihan yang dianggap paling baik  ini. Dengan menggunakan pendekatan kinerja maka setiap nilai anggaran (input) harus dihubungkan dengan hasil yang akan diperoleh baik berupa keluaran (output) maupun hasil (outcomes).
Pemerintah desa kedepan haruslah  berorientasi pada hasil (result oriented). Orientasi pada input, semata mata pada besarnya uang yang diterima dan dikelola , seperti selama ini dijalankan, hendak ditinggalkan. Pemerintahan desa harus berorientasi hasil dan fokus pada mewujudkan sebesar-besar kemaslahatan bagi masyarakat, berupa upaya untuk menghasilakn output dan outcome yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Output merupakan hasil langsung dari program-program atau kegiatan yang dijalankan pemerintah desa dan dapat berwujud sarana, barang, dan jasa pelayanan kepada masyarakat, sedang outcome adalah berfungsinya sarana, barang dan jasa tersebut sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat desa. Output dan outcome inilah yang selayaknya dipandang sebagai kinerja, bukan kemampuan menyerap anggaran pendapatan dan belanja yang kemudian mepertanggungjawabkanya dalam tumpukan kertas SPJ seperti persepsi yang ada selama ini. Namun demikian uang tetap merupakan faktor penting untuk mencapai kinerja tertentu  berupa output maupun outcome. Money follows function, bukan sebaliknya, karena itu prinsip dasarr nanajernen berbasis kinerja adalah no performance, no money.
Dengan demikian, ke depan anggaran pendapatan dan belanja desa seharusnya menjadi anggaran pendapatan dan belanja yang berbasis kinerja, yaitu anggaran pendapatan dan belanja yang dihitung dan disusun berdasarkan perencanaan kinerja, atau dengan kata lain dihitung dan disusun berdasarkan kebutuhan untuk menghasilkan output dan outcome yang diinginkan masyarakat. Dengan anggaran pendapatan dan belanja desa berbasis kinerja ini akan dapat dilakukan penelusuran alokasi anggaran kinerja yang direncanakan, dan pada setiap akhir tahun anggaran pendapatan dan belanja desa juga dapat dilakukan penelusuran realisasi anggaran  dengan capaian kinerjanya. Hal ini akan memudahkan evaluasi untuk mengetahui cost efficency dan cost effectiveness anggaran pendapatan dan belanja desa bersangkutan, sekaligus memudahkan pencegahan dan deteksi kebocoran anggaran pendapatan dan belanja desa.
Untuk mewujudkan APB Desa yang berbasis kinerja tentunya harus dimulai dengan perencanaan (RPJM Desa dan RKP Desa) yang baik dimana didalamnya harus mencatumkan indicator kinerja berserta targetnya. RPJM Desa harus sudah mencantumkan IKU (indikakator Kinerja Utama) dengan dicantumkannya IKU diharapkan akan diperoleh informasi kinerja yang penting dan diperlukan dalam menyelenggarakan manajemen kinerja secara baik serta diperolehnya ukuran keberhasilan dari pencapaian suatu tujuan dan sasaran strategis.(http://mustikajikebumen.blogspot.com/2013/10/buku-panduan-penyunan-rpjm-desa-pro.html)
IKU dalam RPJM Desa selanjutnya menjadi acuan dalam menyusun Rencana Kerja Anggaran (RKA) yang selanjutnya di kompilasi  kedalam Rincian dan Ringkasan APB Desa. Dengan menggunakan pendekatan kinerja maka setiap nilai anggaran (input) harus dihubungkan dengan hasil yang akan diperoleh baik berupa keluaran (output) maupun hasil (outcomes) yang tertuang dalam Dokumen RKA(http://mustikajikebumen.blogspot.com/2013/10/panduan-penyusunan-apb-desa-pro-poor.html)
Ini adalah tantanngan dan PR dalam untuk dalam menyusun PP dan Permen dari UU Desa, agar amanat dari Psl 4 huruf e dan f dapat terwujud.

Kamis, 16 Januari 2014

UU Desa " Gelombang Perubahan Menuju Kesejahteraan" Bagian 3


Mencari Celah Partisipasi Warga Dalam Pengangaran Desa

Perencanaan yang baik dan keuangan yang melimpah belumlah cukup untuk menjamin kesejahteraan masyarakat tanpa dibarengi dengan penganggaran baik.  Anggaran merupakan alat perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sektor public pemerintah Desa adalah suatu rencana kerja yang dibuat dan digunakan oleh pemerintah Desa yang dinyatakan dalam bentuk ukuran financial, yang memuat informasi mengenai pendapatan, belanja,  dan pembiayaan, dalam satuan moneter  yang dituangkan dalam dokumen Anggaran Desa ( APB Desa )
Dalam UU Desa penganggaran Desa diatur dalam  Psl 73, Psl 69 ayat (4s/d 12), Psl 72 ayat ( 1 s/d 4 ), Psl 74 dan Psl 82 ayat (4). Menurut Psl 73 ayat (1) Strutur APB Desa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan Desa, sedang proses penyusunan APB Desa diatur dalam Psl 73 ayat (2 dan 3) serta Psl 69 ayat (4s/d 8). Sumber pendapatan Desa diatur dalam Psl 72 ayat ( 1 s/d 4 ), belanja Desa diatur dalam Psl 74, sedang untuk pembiayaan Desa UU Desa sama sekali tidak memberi sinyal. Penyebaran Informasi tentang APB Desa diatur dalam Psl 82 ayat (4).
Berkaitan dengan Anggaran masyarakat Desa menurut kami setidaknya masyarakat memiki lima hak, lima hak masyarakat tersebut adalah
1.      Hak untuk berpartisipasi dalam penyusunan anggaran,
2.      Hak untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan anggaran
3.      Hak untuk mendapatkan alokasi dan manfaat anggaran
4.      Hak untuk melakukan pemantauan anggaran
5.      Hak untuk mendapatkan Informasi anggaran
Membicarakan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran sementara ini yang gegap gempita baru pada partisipasi dalam proses perencaan saja sedang dalam penganggaran suara dan realitanya masih sayup-sayup. Kita begitu familier dengan istilah musyawah perencanaan pembangunan dari musyawarah  dusun sampai musrenbangnas tapi begitu asing dengan istilah musyawarah angggaran (berkumpulnya multi stakeholder untuk memusyawarahkan anggaran) kalaupun kita cari istilah itu dalam semua  regulasi  yang mengatur penganggaran takan ketemu juga.
Sementara ini kalau sekedar membuat rencana pembangunan, mengusulkan kegiatan “mari kita duduk bersama untuk bermusyawarah” forum-forum perencanaan digelar dan di siapkan dari mulai tingkat dusun sampai tingkat nasional, tetapi kalau urusan membagi kue (anggaran) “ini adalah urusan kami  rakyat tak perlu ikut campur”  kalaupun mau ikut terlibat cukup lewat melalui mekanisme perwakilan saja (BPD,DPRD dan DPR)  walau kita mahfum bersama yang dibagi bagi, yang dialokasikan adalah uang rakyat.
Berkaitan dengan UU Desa  ada sebuah pertanyaan yang menggelitik “Apakah UU Desa memberi ruang partisipasi masyarakat dalam  proses penyusunan Anggaran Desa ? “ .  Dalam UU Desa Proses penyusunan APB Desa dimulai dari penyusunan Rancangan APB Desa yang dilakukan oleh pemerintah Desa  kemudian diajukan oleh Kepala Desa kepada BPD untuk dimusyawarahkan bersama ( Psl 73 ayat (2) ) setelah mendapat persetujuan BPD selanjutnya dilakukan Evaluasi oleh Bupati (Psl 69 ayat (4s/d 8)) setelah diperbaiki sesuai hasil evaluasi kemudian dimusyawarahkan kembali dengan BPD dan ditetapkan dengan Peraturan Desa (Psl 73 ayat (3). Sedangkan untuk partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan APB Desa secara spesifik UU Desa tidak memberi penekanan yang jelas, hanya bersandar pada pada pasal yang bersifat umum sebagaimana diatur dalam dalam Psl 69 ayat (9 dan 10) yang berbunyi “Rancangan Peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa (ayat 9) dan Masyarakat Desa berhak memberikan masukan terhadap Rancangan Peraturan Desa (ayat 10) “.
Dalam PP  yang akan dibuat menurut hemat kami celah ini harus ditutup dan mulai mengenalkan musywarah anggaran tidak hanya sekedar dikonsutasikan.  Kontruksi pasal 45 pada Peraturan Bupati Kabupaten Kebumen  No 31 tahun 2008  tentang Pengelolaan Keuangan Desa menurut kami cukup baik untuk memberi ruang pasrtisipasi dalam penganggaran Desa.
Pasal   45
(1)
Sekretaris Desa menyusun Draf Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dan disampaikan kepada Kepala Desa, yang selanjutnya dibahas dalam musyawarah anggaran Desa menjadi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa.
(2)
Kepala Desa menyampaikan Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas kepada BPD untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama.
Dengan adanya partisipasi dalam proses Penganggaran Desa kami mempercayai penyimpangan dan korupsi akan bisa ditekan dari awal.

Rabu, 15 Januari 2014

UU Desa " Gelombang Perubahan Menuju Kesejahteraan" Bagian 2

Uang Yang Melimpah, Jangan Sampai Membikin Susah


Hampir tidak mungkin mewujudkan kesejahteraan dengan pendanaan yang terbatas pepaptah jawa mengatakan “ Jer Basuki Mowo Bea “untuk sejahtera memerlukan uang. Dengan dana yang terbatas mimpi akan tetap menjadi mimpi tapi dengan pendanaan yang memadai mimpi kita akan mewujudkan mimpi dalam realita.

Seperti diberitakan di media, diceritakan oleh para politisi, dinarasikan oleh para aktifis desa UU, diperjuangkan oleh para perangkat desa dan dinantikan oleh masyarakat desa bahwa salah satu implikasi dari ditetapkannya UU Desa adalah akan banyak dana mengucur ketingkat Desa. Ini tetntunya sesuatu yang harus disukuri dengan benar agar menjadi berkah bukan malah menjadikan desa bubrah dan susah. 

a.       Bertambahnya Sumber Pendapatan Desa
PP 72/Permendagri 37
UU Desa
Pasal 68
(1) Sumber pendapatan desa terdiri atas :
a.   pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;
b.   bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa;
c.    bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa;
d.   bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
e.   hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat
Pasal 72 ayat (1)
Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) bersumber dari:
a.         pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa;
b.         alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
c.          bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;
d.         alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota;
e.         bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah  Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;
f.           hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
g.         lain-lain pendapatan Desa yang sah.

Kalau kita cermati tabel perbandingan diatas UU Desa menambah dua sumber pendapatan desa yaitu sumber pendapatan dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan lain-lain pendapatan Desa yang sah. Penambahan sumber pendapatan desa dari APBN sebagai konsekwensi dari asas “rekognisi” sesuatu yang dari dahulu belum pernah didapatkan oleh desa.
Dalam penjelasan Pasal 72 Ayat (2) disebutkan bahwa besaran alokasi anggaran yang peruntukkannya langsung ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana Transfer Daerah (on top)  secara bertahap.  Ini sebuah ketentuan yang memberikan harapan besar namun demikian diakhiri ketidak pastian. Kenapa saya menyebut dengan ketidak pastian sebab kalimat tersebut diakhiri dengan “secara bertahap”. Kapan pentahapan itu akan dimulai ?, bagaimana pentahapannya ? sampai kapan akan terpenuhi ?.  Apakah akan dimulai dari tahun 2014 dimulai dari angka 5% kemudian tahun 2015 sudah penerimaan penuh 10 % atau akan dimulai dari tahun 2015 mulai dari angka 1 % kemudian setiap tahun naik 1%  dan baru terpenuhi  10 % pada tahun 2024 ? hanya pemerintah pusat yang tahu.
Lepas dari ketidak pastian tersebut tentunya tak menghalagi untuk bernadai andai jika pos pendapatn tersebut diterapkan secara penuh (10%) pada tahun 2014 maka akan kita dapati perhitungan sebagai berikut
1.         Transfer Daerah (on top)  Tahun 2014  Rp 592,5 T
2.         Jumalah Desa =  72.944 Desa
3.         DAD  = Rp 592,5 T X 10 %  =  Rp 59,25 T
4.         Rata-rata Alokasi / Desa =  Rp 59,25 T / 72.994 = Rp. 812.404.036
Sebuah penerimaaan yang fantastis.

b.         Berubahnya Formulasi perhitungan Bagi Hasil Pajak, Restribusi dan ADD
PP 72 Tahun 2005
UU Desa Tahun 2013
Pasal 68 ayat (1)
b.         bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa;
c.          bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa.
Pejelasan Psl 68 ayat (1) huruf c
Yang dimaksud dengan “bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah” adalah terdiri dari dana bagi hasil pajak dan sumberdaya alam ditambah dana alokasi umum setelah dikurang belanja pegawai
Pasal 72
(1)   Bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari pajak dan retribusi daerah.
(2)   Alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.


Dari perbandingan formulasi perhitungan antara PP 72 dengan UU Desa kita dapati perubahan Formulasi Perhitungan yang berdampak cukupbesar terhadap besaran dana yang diterima oleh Desa.
1.      Formulasi Perhitungan bagi hasil pajak dan restribusi
Dalam ketentuan lama bagi hasil restribusi disebutkan “sebagian” diperuntukan untuk desa, berapa besar “sebagian” yang akan diberikan ke desa tidak ditentukan dan menjadi ranah “ suka-sukanya” kabuapten.  Dalam UU Desa bagi hasil pajak dan restribusi daerah ke desa “paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari pajak dan retribusi daerah”.
2.      Formulasi Perhitungan ADD
Kalau kita membaca pasal dalam PP 72 tentang ADD terasa begitu manis “ bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10%”  tetapi kalau kita teruskan membaca penjelasanya rasa manis itu berubah menjadi tangis karena yang diterima desa adalah 10 % dari sisa” Yang dimaksud dengan “bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah” adalah terdiri dari dana bagi hasil pajak dan sumberdaya alam ditambah dana alokasi umum setelah dikurang belanja pegawai.  Sebuah akrobatik yang memilukan dan tak boleh terulang kembali dalam penyusunan PP yang baru.
Dalam UU Desa formulasi perhitungan ADD adalah “ Alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus “. Apa akan ada akrobatik lagi PP, ini adalah tanggung jawab kita semua untuk mengawalnya.

Seperti telah disebutkan diatas bahwa perubahan Formulasi Perhitungan Bagi Hasil pajak, Restribusi dan ADD akan berdampak perubahan dana yang akan diterima desa.
Tabel
Perhitungan Bagi Hasil Pajak, Restribui dan ADD


DATA DASAR APBD
Perhitungan Bagi Hasil Pajak  Untuk Desa
Perhitungan Bagi Hasil Restribusi Untuk Desa
Perhitungan  ADD untuk Desa
PP 72
UU DESA
PP 72
UU DESA
PP 72
UU DESA
1
PENDAPATAN

1,709,860,366,000
  Pasal 68 ayat (1) b
Pasal 72 ayat (3)
Pasal 68 ayat (1) b
Pasal 72 ayat (3)
Pasal 68 ayat (1) c dan Penjelasanya
Pasal 72 ayat (4)
1.1
PENDAPATAN ASLI DAERAH
     126,808,275,000
1.1.1
Pendapatan Pajak Daerah
        38,797,026,000
   3,879,702,600
   3,879,702,600
1.1.2
Hasil Retribusi Daerah
       30,948,107,000
Di distribusikan kesemua Desa secara proposional
Di distribusikan kesemua Desa secara proposional
Tidak diatur secara jelas, karena disebutkan hanya sebagian  diperuntukan untuk Desa
  3,094,810,700
1.2
DANA PERIMBANGAN
   1,234,875,449,000
Di distribusikan kesemua Desa secara proposional
  8,596,811,200
  115,416,627,900
1.2.1
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
        28,597,395,000
Di distribusikan kesemua Desa secara proposional
Di distribusikan kesemua Desa secara proposional
1.2.2
Dana Alokasi Umum
 1,125,568,884,000
1.2.3
Dana Alokasi Khusus
      80,709,170,000
2
BELANJA
 1,771,073,094,000
2.1
BELANJA TIDAK LANGSUNG
   1,187,919,376,000
2.1.1
Belanja Pegawai
 1,068,198,167,000
   SumbeAPBD Kab Kebumen tahun 2014
c.          Perlindungan Implementasi ADD
Dalam peraturan yang lama sama sekali tidak ada perlindungan implementasi ADD akibatnya tidak semua kabupaten memberikan ADD kepada Desa dan kabupaten-kabupaten yang telah menerapkan ADD itupun belum semua menerapkanya dengan benar.
Dalam UU Desa Psl 72 ayat (6) disebutkan “Bagi Kabupaten/Kota yang tidak memberikan alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang seharusnya disalurkan ke Desa”. Dengan adanya aturan tersebut diharapkan nantinya semua kabupaten/kota mempunyai keseriusan dalam menerapkan ADD.
Agin perubahan keuangan desa yang dihembuskan UU desa, tentunya akan berlalu begitu saja bila mana pengawalan PP dan Permen tidak kuat.  Disisi lain Desa juga harus mengorganis dri untuk menngawal  di tingkat kabupaten sehingga tidak “di kadali” oleh kabupaten, kemampuan advokasi anggaran mutlak harus mereka miliki.