Kamis, 11 Juli 2013

ISLAM DAN KEMISKINAN



Kemiskinan adalah fenomena yang begitu mudah dijumpai dimana-mana. Tak hanya di desa-desa, tapi juga di daerah perkotaan. Di balik kemegahan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, misalnya, tidak terlalu sulit kita jumpai rumah-rumah kumuh berderet di bantaran sungai, atau para pengemis yang berkeliaran di perempatan jalan.

Kemiskinan adalah suatu fakta, jika dilihat dari kacamata atau dari sudut mana pun seharusnya (standar) kemiskinan memiliki definisi sesuai dengan realitasnya. Namun, masih ditemukan kerancuan dalam masyarakat tentang (definisi) kemiskinan yang riil. Sebagian memandang nominal kekayaan yang dimiliki sebagai standar kemiskinan; ada juga yang melihat kepada jenis pekerjaan atau penghasilannya dan banyak lagi definisi yang mereka buat. Akhirnya, banyak yang bingung dalam menentukan seseorang itu miskin atau tidak.

Sebenarnya orang miskin dalam pandangan Islam seperti diungkap Syaikh Shâlih al-Fauzân (al-Mulakhkhas al-Fiqhi hlm 361) adalah orang yang hanya memiliki dan dapat mencukupi setengah atau sebagian besar (kurang dari 100%, red) kebutuhan primernya yang mencakup sandang, pangan dan papan. Jadi tolak ukurnya adalah kemampuan memenuhi kebutuhan pokok. Demikian juga Islam memandang fakta kefakiran/kemiskinan sebagai perkara yang sama di mana pun dan kapan pun waktunya. Oleh karena itu, mekanisme penyelesaian problem kemiskinan dalam pandangan Islam tetap sama, tidak berubah dan tidak berbeda dari satu wilayah dengan wilayah lainnya; dahulu atau sekarang.

Yang perlu diketahui juga, bahwa Islam memandang kemiskinan sebagai fakta yang dihadapi umat manusia, baik itu Muslim maupun bukan Muslim. Lalu bagaimana Islam mengatasi kemiskinan? Syariat Islam memiliki banyak petunjuk (aturan) yang berhubungan dengan pengentasan kemiskinan. Aturan-aturan itu tidak berdiri sendiri, akan tetapi saling memiliki hubungan kuat dengan hukum-hukum lainnya.

Di antara petunjuk-petunjuk Islam yang bisa dijadikan solusi untuk mengatasi kemiskinan adalah:
  1. Islam memerintahkan kaum Muslimin untuk bersabar dan bersikap qanâ’ah terhadap kekayaan dunia.
  2. Islam mewajibkan laki-laki memenuhi kebutuhan pribadinya dan keluarganya.
  3. Islam menganjurkan dan mewajibkan kerabat dekat untuk membantu dan memberikan nafkah untuk saudaranya yang membutuhkan.
  4. Islam mewajibkan negara membantu rakyat miskin dengan banyak cara di antaranya: bantuan langsung, penyediaan lapangan kerja, pelayanan pendidikan yang baik dan penyebaran zakat yang merata kepada para fakir miskin, santunan kepada janda dan selainnya.
  5. Islam mewajibkan dan menganjurkan kaum Muslim untuk berbagi dan membantu kaum yang membutuhkan.
  6. Islam menganjurkan pendistribusian kekayaan dan pengembangannya melalui cara-cara yang telah ditentukan.
 Selain itu, orang-orang yang papa tetap diperintahkan untuk bekerja dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya; tidak bergantung kepada belas kasihan kaum berada, apalagi kemudian menjadikan meminta-minta sebagai profesi. Sebab meminta-minta hukumnya terlarang dalam Islam. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:

،لَأَنْ يأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ، فَـيَأْتِـيَ بِـحُزْمَةِ الْـحَطَبِ عَلَى ظَهْرِهِ، فَـيَبِيعَهَا
فَـيَكُفَّ بِـهَا وَجْهَهُ، خَـيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ

Seseorang di antara kalian yang membawa tali, kemudian ia datang membawa dengan seikat kayu bakar di atas punggungnya, lalu ia jual kayu bakar itu sehingga ia dapat menjaga mukanya (kehormatannya, red), lebih baik daripada meminta-minta kepada orang-orang, (yang nantinya) akan diberi atau tidak. (HR. al-Bukhâri)

Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna yang memiliki cara-cara untuk mengatasi berbagai problem kemanusiaan, termasuk problematika kemiskinan. Islam tidak hanya sebatas menjelaskan kemiskinan sebagai salah satu sunatullâh yang berlaku pada manusia. Namun, juga memberikan solusi pengentasannya. Maka, mari kita bersama kembali kepada ajaran Islam yang benar dan kemudian mengamalkan kandungannya, termasuk juga dalam pengentasan kemiskinan. Wallâhu a’lam.


Sumber: Tajuk: Majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XIII

Rabu, 10 Juli 2013

KORUPSI DAN PANDANGAN AL QURAN-HADITS



Pendahuluan        
Salah satu aturan Islam yang bersifat individual, adalah mencari kehidupan dari sumber-sumber yang halal. Islam mengajarkan kepada ummatnya agar dalam mencari nafkah kehidupan, hendaknya menempuh jalan yang halal dan terpuji dalam pandangan syara`. Pintu-pintu rezeki yang halal terbuka sangat luas, tidak seperti yang dibayangkan oleh banyak orang awam, bahwa dizaman modern ini pintu rezeki yang halal sudah tertutup rapat dan tak ada jalan keluar dari sumber yang haram. Anggapan ini amat keliru dan pesimistik. Tidak masuk akal, Allah memerintahkan hamba-Nya mencari jalan hidup yang bersih sementara pintu halal itu sendiri sudah tidak didapatkan lagi. Alasan di atas lebih merupakan hilah (dalih) untuk menjustifikasi realitas masyarakat kita yang sudah menyimpang jauh dan menghalalkan segala cara.

Akhir-akhir ini pembicaraan seputar kejahatan korupsi menghangat kembali terkait terkuaknya skandal Bank Century yang merugikan keuangan negara sebesar 6,7 Triliun Rupiah. Angka yang tak sedikit dan cukup fantastis … !! Namun ada problem lain yang lebih “memilukan” dari sekedar raibnya 6,7 Triliun Rupiah, yakni degradasi moral yang terjadi pada bangsa ini.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Indonesia merupakan negeri dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia. Namun perkara yang sangat dilematis tengah dihadapi bangsa ini, kejahatan korupsi subur disegala bidang dan lapisan masyarakat. Bahkan tidak tanggung-tanggung pejabat sekelas menteri agama-pun pernah ada yang terlibat dalam kasus korupsi. Dimana letak nilai-nilai Islam? Apakah ajaran agama ini tidak mampu membendung perilaku umatnya agar meninggalkan perkara yang merusak tatanan sosial?

MEMAHAMI KORUPSI
Korupsi ialah menyalahgunakan atau menggelapkan uang atau harta kekayaan umum (negara, rakyat atau orang banyak) untuk kepentingan pribadi. Praktik korupsi biasanya dilakukan oleh pejabat yang memegang suatu jabatan dalam pemerintahan. Dalam istilah politik bahasa Arab, korupsi sering disebut ‘al-fasad’ atau ‘risywah’. Tetapi yang lebih spesifik, ialah “ikhtilas” atau “nahb al-amwal al-`ammah”.

Korupsi adalah suatu jenis perampasan terhadap harta kekayaan rakyat dan negara dengan cara memanfaatkan jabatan demi memperkaya diri. Dibantah atau tidak, korupsi memang dirasakan keberadaannya oleh masyarakat. Ibarat penyakit, korupsi dikatakan telah menyebar luas ke seantero negeri. Terlepas dari itu semua, korupsi apa pun jenisnya merupakan perbuatan yang haram. Nabi saw. menegaskan: “Barang siapa yang merampok dan merampas, atau mendorong perampasan, bukanlah dari golongan kami “ (HR Thabrani dan al-Hakim). Di samping itu, kita juga dapat menemukan hadits Rasul saw. yang secara tegas berbicara tentang kolusi dan korupsi, yaitu: “Rasulullah -shallallahu `alaihi wasallam- melaknat orang yang memberikan uang sogok (risywah), penerima sogok dan perantara keduanya (calo).”

Lebih jauh lagi, Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadits yang berasal dari ‘Addiy bin ‘Umairah al-Kindy sebagai berikut, “Hai kaum muslim, siapa saja di antara kalian yang melakukan pekerjaan untuk kami (menjadi pejabat/pegawai negara), kemudian ia menyembunyikan sesuatu terhadap kami walaupun sekecil jarum, berarti ia telah berbuat curang. Lalu, kecurangannya itu akan ia bawa pada hari kiamat nanti. Siapa yang kami beri tugas hendaknya ia menyampaikan hasilnya, sedikit atau banyak. Apa yang diberikan kepadanya dari hasil itu hendaknya ia terima, dan apa yang tidak diberikan janganlah diambil.” Sabdanya lagi, “Siapa saja yang mengambil harta saudaranya (tanpa izin) dengan tangan kanannya (kekuasaan), ia akan dimasukkan ke dalam neraka, dan diharamkan masuk surga.” Seorang sahabat bertanya,“Wahai Rasul, bagaimana kalau hanya sedikit saja?’ Rasulullah saw. menjawab, “Walaupun sekecil kayu siwak” (HR Muslim, an-Nasai, dan Imam Malik dalam al-Muwwatha).

Dalam waktu yang sama, Allah swt melarang hambanya memakan harta atau hak orang lain secara tidak sah, apakah melalui pencurian, rampok, pemerasan, pemaksaan, dan bentuk-bentuk lainnya. Dalam kaitan ini, Allah swt menyatakan dalam al-Qur`an: “Dan janganlah kamu makan harta sesama kamu dengan cara yang batil”. (al-Baqarah 188, dan An-Nisa`: 29).

Larangan (nahy) dalam ayat di atas menunjukkan bahwa memakan barang atau harta orang lain, baik bersifat individu atau harta orang banyak hukumnya haram. Pelakunya diancam dengan dosa. Islam sebagai agama eskatologis, mengajarkan kepada semua umatnya untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatannya. Dalam QS Al Maidah:42, disebutkan bahwa memakan harta korupsi sama dengan memakan barang haram. Sanksinya secara sosial; dikucilkan dari masyarakat, serta kesaksiannya tidak lagi diakui. Bahkan, seorang koruptor secara moral dalam etika Islam diharapkan dikenai sanksi sebagai orang yang tercela dan tidak disholatkan jenazahnya ketika mati. Berdasarkan tafsir dan Fiqih, korupsi dapat mencegah pelakunya masuk surga. Bahkan lebih dari itu, korupsi dapat menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka. Hal ini karena harta hasil korupsi termasuk suht (melincinkan kepentingan kolega). Harta korupsi juga akan membebani pelakunya di hari kiamat karena korupsi termasuk ghulul (khianat).

SANKSI KORUPSI
Tindak korupsi dari sudut pandang apapun jelas tidak bisa dibenarkan. Oleh karena itu, tindakan korupsi adalah perbuatan salah. Dalam hukum Islam, perbuatan dosa atau perbuatah salah disebut jinayah atau – lebih tepat disebut – “jarimah“. Jarimah merupakan perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya. Jadi jarimah merupakan tindakan yang dilarang oleh syara’ karena bisa menimbulkan bahaya bagi jiwa, harta, keturunan, dan akal. Jarimah tersebut bisa diancam dengan hukuman had atau ta’zir. Perbedaan antara  had dan ta’zir: had adalah sanksi hukum yang ketentuannya sudah dipastikan oleh nash, sementara ta’zir pelaksanaan hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa.

Apa yang menyebabkan suatu perbuatan dianggap sebagai suatu tindak kejahatan tidak lain adalah karena perbuatan itu sangat merugikan kepada tatanan kemasyarakatan, atau kepercayaan-kepercayaan atau harta benda, nama baik, kehormatan, jiwa dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu menurut hukum syara’ harus dipelihara dan dihormati serta dilindungi. Adapun Jenis sanksi yadi berikan ada empat, yaitu: pertama, al-’Uqubah al-Asliyyah yaitu hukuman yang telah ditentukan dan merupakan hukuman pokok seperti ketentuan qishas dan hudud. Kedua, al-’Uqubah al-Badaliyyah yaitu hukuman pengganti. Hukuman ini bisa dikenakan sebagai pengganti apabila hukuman primer tidak diterapkan karena ada alasan hukum yang sah seperti diyat atau ta’zir. Ketiga, al-’Uqubah al-Tab’iyyah yaitu hukuman tambahan yang otomatis ada yang mengikuti hukuman pokok atau primer tanpa memerlukan keputusan tersendiri seperti hilangnya mewarisi karena membunuh. Keempat, al-’Uqubah al-Takmiliyyah yaitu hukuman tambahan bagi hukuman pokok dengan keputusan hakim tersendiri seperti menambahkan hukuman kurungan atau diyat terhadap al-’Uqubah al-Ashliyyah.

PENUTUP
Penyebab dari pada munculnya korupsi ditengarai oleh tiga prilaku terbesar yaitu materialistik, kapitalistik, dan hedonistik. Ketiga sifat ini akan siap siaga mengantarkan ummat manusia untuk menghalalkan segala macam cara agar mendapatkan harta berlimpah. Dengan harta yang berlimpah ini pun tidak pernah merasa puasa dan cukup, selalu kehausan dan kekurangan setiap saat. Sudah punya mobil satu maka ingin punya mobil dua, sudah punya mobil dua maka ia pun berhasrat untuk memiliki tiga dan seterusnya, akibatnya apapun dilakukan untuk mendapatkannya termasuk di dalamnya dengan melakukan korupsi yang jelas-jelas menyengsarakan rakyat dan negara.

Oleh karena itulah maka Nabi Saw memperingatkan kepada yang haus akan harta melalui sabda beliau: “Celakah hamba dinar dan hamba dirham, hamba permadani, dan hamba baju. Apabila ia diberi maka ia puas dan apabila ia tidak diberi maka iapun menggerutu kesal”. Maka dari itu perlunya setiap individu menumbuhkan rasa bersalah dan rasa malu. Hal ini dirasakan sangat penting sebab para koruptor dan sebagian penduduk bangsa Indonesia telah hilang rasa bersalah dan apalagi rasa malunya. Oleh karena itu maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk menumbuhkan rasa bersalah dan rasa malu ini. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan agama.

Dr. Amir Mahmud, M.Ag.
(Staff Pengajar Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Sumber
 http://fujamas.net/index.php/2012-05-29-22-50-09/kajian-islam-tematik/359-korupsi-dan-pandangan-al-quran-hadits.html

JADWAL IMSYAKIYAH RAMADHAN 1434 H UNTUK WILAYAH KABUPATEN KEBUMEN


ADWAL IMSYAKIYAH RAMADHAN 1434 H
UNTUK WILAYAH KABUPATEN KEBUMEN
PROPINSI JAWA TENGAH










No
Hari
Tanggal Miladiyah
Imsak
Shubuh
Terbit
Dhuhur
Ashar
Magrib
Isya
1
Rabu
10 Juli 2013
4.25
4.35
5.53
11.49
15.1
17.41
18.55
2
Kamis
11 Juli 2013
4.25
4.35
5.53
11.49
15.1
17.41
18.55
3
Jum'at
12 Juli 2013
4.25
4.35
5.53
11.49
15.11
17.41
18.55
4
Sabtu
13 Juli 2013
4.25
4.35
5.53
11.5
15.11
17.42
18.55
5
Minggu
14 Juli 2013
4.26
4.36
5.53
11.5
15.11
17.42
18.55
6
Senin
15 Juli 2013
4.26
4.36
5.53
11.5
15.11
17.42
18.55
7
Selasa
16 Juli 2013
4.26
4.36
5.53
11.5
15.11
17.42
18.55
8
Rabu
17 Juli 2013
4.26
4.36
5.53
11.5
15.11
17.42
18.56
9
Kamis
18 Juli 2013
4.26
4.36
5.53
11.5
15.11
17.43
18.56
10
Jum'at
19 Juli 2013
4.26
4.36
5.53
11.5
15.11
17.43
18.56
11
Sabtu
20 Juli 2013
4.26
4.36
5.53
11.5
15.12
17.43
18.56
12
Minggu
21 Juli 2013
4.26
4.36
5.53
11.5
15.12
17.43
18.56
13
Senin
22 Juli 2013
4.26
4.36
5.53
11.5
15.12
17.43
18.56
14
Selasa
23 Juli 2013
4.26
4.36
5.53
11.5
15.12
17.43
18.56
15
Rabu
24 Juli 2013
4.26
4.36
5.53
11.5
15.12
17.43
18.56
16
Kamis
25 Juli 2013
4.26
4.36
5.53
11.5
15.12
17.44
18.56
17
Jum'at
26 Juli 2013
4.26
4.36
5.53
11.5
15.12
17.44
18.56
18
Sabtu
27 Juli 2013
4.26
4.36
5.52
11.5
15.12
17.44
18.56
19
Minggu
28 Juli 2013
4.26
4.36
5.52
11.5
15.12
17.44
18.56
20
Senin
29 Juli 2013
4.26
4.36
5.52
11.5
15.12
17.44
18.56
21
Selasa
30 Juli 2013
4.26
4.36
5.52
11.5
15.12
17.44
18.56
22
Rabu
31 Juli 2013
4.26
4.36
5.52
11.5
15.12
17.44
18.56
23
Kamis
1 Agustus 2013
4.26
4.36
5.51
11.5
15.12
17.44
18.56
24
Jum'at
2 Agustus 2013
4.26
4.36
5.51
11.5
15.12
17.44
18.56
25
Sabtu
3 Agustus 2013
4.26
4.36
5.51
11.5
15.12
17.45
18.56
26
Minggu
4 Agustus 2013
4.25
4.35
5.51
11.5
15.11
17.45
18.56
27
Senin
5 Agustus 2013
4.25
4.35
5.51
11.5
15.11
17.45
18.56
28
Selasa
6 Agustus 2013
4.25
4.35
5.5
11.5
15.11
17.45
18.56
29
Rabu
7 Agustus 2013
4.25
4.35
5.5
11.5
15.11
17.45
18.56