Senin, 19 Desember 2011

Di Awang Uwung. ( Emha Ainun Nadjib )

Di awang uwung, seolah dua malaikat,
duduk termangu di kursi hampa, sambil menyandarkan kepalanya di segumpal satelit.

Yang satu mengamit pundak rekanya dan berkata :
Lihatlah beribu jilbab, lihatlah gejala alam.
Mungkin belum sepenuhnya merupakan gejala kesadaran manusia,
tapi siapa berani meremehkan?
Lihatlah jilbab jilbab itu ...
Ada yang nekat hendak menguak kabut sejarah,
Ada yang hanya sibuk berdoa.
Ada yang setiap hari berunding bagaimana membelah tembok dihadapanya.
Ada yang berjam jam merenungkan warna dan model jilbab yang paling tampak ceria dan trendy.
Ada yang beerduyun duyun menyerbu wilayah gelap yang disebunyikan oleh generasi tua mereka.
Ada yang sekedar bergaya.
Ada yang mengepalkan tangan seperti hendak memberontak.
Ada yang menghabiskan waktu untuk bersendagurau.
Ada yang tak menoleh kekiri kekanan karena terlalu erat mendekap pinggang kekasih-nya didalam kendaraan.

Lihatlah, apakah kau tahu mereka ini generasi jilbab dari jaman apa ?
Rekannya menjawab : Mereka tinggal dikepulauan mutiara.
Di negri amat kaya raya yang aneh.
Didalamnya terdapat orang terkaya di dunia sekaligus orang yang termiskin didunia.
Dinegri yang palingkaya kemungkinan untuk berpura pura.
Negri dimana penindas dipuja -puja dan pahlawan diejek hingga putus asa.
Negri dimana kejahatan bisa dirakit menjadi suatu bentuk keselarasan.
Dimana orang diperkosa malah tertawa.
Dimana ketidaj jujuran dipelihara bersama.
Dimana agama tidak mengatur manusia melainkan diatur oleh manusai.
Dimana masyarakat hidup rukun dan penuh maaf.
Jika sesorang kelaparan, tetangganya bingung memanfaatkan uang
Jika sesorang sakit jiwa karena selalu gagal memperoleh pekerjaan
tetangganya sibuk menyiapkan lomba siul dan kontes betis indah
Jika beribu penduduk sauatu perkampungan diusir oleh pembangunan,
orang lain mendiskusikan bagaimna memahami tuyul.
Jika sekumpulan orang diberondong oleh peluru,
orang lain bingun ganti mobil baru dan makan jembatan.

Yang stunya tertawa dalam kesedihan : Luar biasa!
Siapa yang mengarang ? Tuhan tak pernah mentakdirkan model masyarakat yang sedemikian.
Sesudah penciptaan, Tuhan menganugrahkan kemerdekaan kepada manusia.
Namun rupanya manusia memahami kemerdekaan hanya melalui pintu hak.
Manusia tak belajar mendengarkan ucapan Tuhan
yang memancar pada tradisi alam,hukum jagat raya serta manusia sendiri.
Mereka tak bisa paham bahwa manusia adalah ucapan Tuhan.
Mereka merebut manusai dari hakekatnya.

Di awang uwung,
terpantul hati kecil manusia,
jiwa sejati kehidupan, yang dimuka bumi hampir tak boleh bersemayam.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar