Sabtu, 27 November 2010

Sebuah Dialog Kecil Di Balai Desa

Siang itu udara cukup panas, walaupun tadi pagi hujan mengguyur seantero desa sidomakmur kecamatan Sekar Arum, wajah para peserta pelatihan sudah menunjukan expresi kelelahan setelah setengah hari mereka berdiskusi tentang penyusunan RPJMDes.
Ditengah tengah suasana gerah tapi hening tiba tiba dari deret bangku yang paling kanan salah seorang peserta berkata :
“ Mas ... acara diganti diskusi aja ... rasanya udah capai dan pusing “
Aku yang dari tadi duduk manis, sambil menikmati teh manis yang sediakan panitia, kemudia bergegas maju dan berdiri didepan peserta “
“ Gemana ... nich bapak bapak yang lain.... , ada usulan acara selanjutnya diisi dengan diskusi sersan ( santai tapi serius ) setuju ndak “ sergahku sambil menatap semua peserta.
“ Sepakat ... mas, setelah makan malah jadi ngatuk.... ya mendingan diskusi sersan aja..”
Jawab salah satu peserta yang duduknya pas didepan saya.
“ oke ...... kita akan diskusi sersan nanti kalau capainya udah hilang kita lanjutkan lagi materi penyusunan RPJMDes ” sambil sekali lagi mataku semua peserta mengharap kesepatan mereka.
“ Kalau begitu saya mulai dengan satu pertanyaan .......” perlahan lahan aku menghampiri salah seorang peserta pelatihan.
“ Maaf bu.... namanya siapa ya... “ tanyaku pelan
“ Ibu suhartini .....“ jawabnya tegas.
“ Bolehkan ya.... saya bertanya “
“ Angsal ( boleh )mas.... asal ndak sukar sukar “ jawab ibu Suhartini sambil mengembangkan senyumnya
“ Lho ini bukan ujian.... kok....” jawabku
“ Maaf ya...bu, ibu punya suami “ tanyaku pelan dan hati hati takut ada ketersinggungan
“ Ya ... punya mas...” jawabnya pelan
“ Makasih bu... “
“ Bu.... ini seandainya, tapi jangan tersinggung ya... “
“ Ndak apa apa mas,... seandainya gemana..... ? sergah ibu Suhartini penuh penasaran
“Maaf ya... bu ya..., ee... seandainya suami ibu penghasilanya Cuma dari warisan, bantuan orang lan dan minta minta... tapi maaf .... ini Cuma seandainya.....kira kira perasaan ibu gemana....?
Sejenak ibu Suhartini terdiam, mungkin tak mengira aku akan bertanya hal demikian.
“ Ya.... nelangsa mas.... gemana ya.... masa sih cuma mengandalkan warisan, bantuan dan minta minta, iya kalau warisanya besar.... “ jawabnya dengan exspresi wajah yang sedikit memerah.
“ Makasih bu .... ndak usah dipirin ini cuma seandanya kok, kalau tadi saya sudah bertanya pada ibu ibu sekarang saya akan bertanya pada bapak bapak... “ lanjutku sambil berjalan kearah tempat duduknya bapak bapak.
“ Maaf pak... ada yang dari BPD atau LKMD ..... ? tanyaku kepada bapak bapak yang dari tadi terdiam mendengarkan percakapanku dengan ibu suhartini.
“ Ada mas ... itu pak Ludiyo dari BPD malah beliau sebagai ketuanya dan yang duduk disebalahnya itu sekertaris LKMD “ jawab bapak Suratman salah satu perangkat desa Sidomakmur.
“ Pak ... Ludiyo udah lama menjadi BPD ... ? tanyaku kepada pak Ludiyo
“ Wah sudah dua periode mas.... “ Jawab pak Ludiyo mantap
“ Bolehkan ya.... saya bertanya... ?
“ Boleh mas... “
“ Begini pak..... Kalau desa bapak pendapatan desanya hanya mengandalkan warisan, minta minta dan mengharapkan bantuan pihak lain,.. persaan bapak gemana .... ? tanyaku pelan
“ Mengandalkan warisan gemana .... mas ? jawab pak Ludiyo sambil menatapku tajam
“ Bapak pirso ( tahu ) tanah kas desa sini itu asalnya dari mana ..... ?
“ Wah.... ya ndak tau mas, wong dari dulu sudah ada.” Jawab pak ludiyo
“ Itu warisan mataram pak .... ? jawabku
“ Iya... iya ...., lho kalau yang minta minta.....? tanya pak Ludiyo penuh penasaran
“ Minta pada masyarakat pak...., kalau masyarakat ngurus KTP kan disuruh mbayar untuj kas desa, kalau masyarakat minta surat ijin berpergian, kalau ada masyarakat ngurus surat NA ( surat nikah ), dan surat keterangan lainya pasti diminta oleh pemerintah desa untuk mbayar kas, dan semua pungutan itu diatur dalam perdes pungutan desa “ jawabku menyakinkan.
“ Pedapatan dari tanah kas desa yang merupakan warisan itu dan pungutan masyarakat semua dicatat dalam Pendapatan Asli Desa “ tambahku
“ O.... begitu ya mas, lho kalau yang bantuan..... ? tanya pak ludiyo lagi dengan mimik penasaran
“ Bapak pernah mendengar ADD, bagi hasil pajak dan restribusi daerah kepada desa, bantuan dari pemerintah kabupaten, Propinsi , Pusat, PNPM ..... ?
“ Ya... tahu mas.... wong setiap tahun membahas APB Desa dengan Kepala Desa “
“ Lho ... itu semua kan dana perimbangan dan bantuan.... ? Jawabku menegaskan
“ Oke..... sekarang coba jawab pertanyaan saya...” Kalau desa bapak pendapatan desanya hanya mengandalkan warisan, minta minta dan mengharapkan bantuan pihak lain,.. persaan bapak gemana .... ?
“ Wah.... gemana ya... mas ...? wong udah dari dulu juga seperti itu “ jawab pak Ludiyo
“ Desa ibaratnya adalah sebuah keluarga yang besar, Kalau Ibu Suhartini tadi malu dan nelangsa ( sedih ) kalau rumah tangganya penghasilnya hanya mengandalkan warisan, minta minta dan bantuan dari pihak lain.
Seharusnya kita juga malu sebagai warga desa, ketika pendapatan desa hanya meengandalkan dari warisan, minta minta dan mengandalkan bantuan dari pihak lain.

***************************************************************************

Desa Kedepan memang harus mengembangkan kemandirian, mencari terobosan dengan memeperbesar pendapatan dari usaha desa. Hal itu bisa dilakukan dengan membangun BUMDes, Menanam modal pada pihak ketiga atau yang lainya.

Semangat memungut harus diganti dengan semangat memberi pada warganya, Kalau ada warga desa datang kebalai desa meminta surat jalan untuk berpergian, desa memberi uang jalan, kalau ada warganya mengurus surat kematian, desa akan memberi uang duka cita, kalau ada warganya datang untuk mengurus surat keterangan karena sakit, desa akan memberi uang subsidi kesehatan dan ketika ada warganya mengurus surat NA untuk menikah, desa akan memberi uang suka cita.

Hal ... itu bukan mustahil, asal ada perubahan paradigma perencanaan dan pengeloaan keuangan desa, Bangun Kemandirian dengan mendirikan BUMDes....

1 komentar :

  1. Bapak, cerita bapak ini membukakan pikiran saya. Kebetulan bulan Juli saya dan teman-teman akan berangkat ke Maluku Utara mengadakan KKN. salah satu program kami adalah pengembangan bumdes tapi kami masih belum pernah melihat pelatihan bumdes itu sendiri seharusnya seperti apa. Apalagi kami berada di desa yang bisa dibilang masih terbelakang, dimana penduduknya mungkin belum mengenal dengan baik apa itu dan apa manfaat BumDes.
    Kalau bapak ada pengalaman melatih/berdiskusi soal bumdes kepada masy desa mungkin bisa berbagi dengan saya, email saya di maharsiwahyu(at)yahoo(dot)com. Terimakasih :)

    BalasHapus