Kamis, 19 Agustus 2010

Berangkat dari Kesalehan Ritual menuju Kesalehan Sosial dan Advokasi Kebijakan Publik

Pada setiap bulan Ramadan tempat-tempat ibadah ramai dihadiri kaum muslimin untuk mengikuti salat tarawih. Mereka juga menyambut bulan ramadhan ini dengan berpuasa sebulan penuh meanahan lapar, menahan berkata dusta, meanahan berbuat curang dsb. Sebagian mereka pada malam hari sesudah tarawih, mengadakan “tadarrus” (membaca al Qur-an) bersama-sama dan berbagai macam shalat sunnah qiyam al lail.Dan pada akhir ramadhan mereka berbondong-bondong dan serentak membayar kewajiban zakatnya, Bentuk bentuk kesalehana ritual begitu sangat menonjol.
Tapi sayangnya kesalehan ritual ini tidak berujung pada kesalehan sosial padahal Teks-teks agama yang berkaitan dengan urusan ibadah individual selalu memperlihatkan fungsi dan tugas ganda. Pada satu sisi ia merupakan cara manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, membersihkan hati dan membebaskan diri dari ketergantungannya kepada selain Tuhan, tetapi pada saat yang sama ia menyatakan tuntutannya kepada manusia untuk melakukan tanggungjawab social dan kemanusiaan. “Sesunguhnya shalat mencegah manusia dari berbuat keburukan dan kemunkaran”. Pernyataan paling jelas diungkapkan dalam surah al Ma’un : “Apakah kamu mengetahui orang yang mendustakan agama?. Itulah orang yang tidak perduli terhadap anak yatim, tidak memberikan makan kepada orang miskin. Maka celakalah orang-orang yang shalat. Yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yakni orang yang riya dan orang yang tidak mau memberikan sesuatu yang berguna (bagi orang lain)”.Puasa ramadhan diwajibkan kepada orang-orang yang percaya kepada Tuhan sebagai cara untuk membentuk dan melahirkan pribadi-pribadi yang bertaqwa.(Q.S. Al Baqarah 183). Pribadi yang bertaqwa adalah pribadi yang selalu menjaga diri dari menyakiti orang lain, menghalangi dan merampas hak-hak orang lain pada satu sisi, dan pribadi yang menyayangi, mengasihi dan menghormati hak-hak orang lain. Zakat dinyatakan oleh Nabi sebagai cara membersihkan diri dari kesalahan dan dosa, tetapi juga aksi pemberian makan bagi orang-orang miskin dan orang-orang yang menanggung beban hidup yang berat, yang tertindas dan yang menderita lainnya. Nabi mengatakan : "Zakat fitrah diwajibkan guna membersihkan hati orang yang berpuasa dan memberi makan kepada orang-orang yang miskin". Dalam bahasa yang lebih umum zakat merupakan bentuk paling nyata pribadi-pribadi muslim untuk mewujudkan solidaritas social dan kemanusiaan.
Begitulah seharusnya kesalehan ritual berdampap pada kesalehan soasial.
Tidak itu saja kesalehan ritual kesalehan sosial penegakan keadailan ( advokasi ) juga seharusnya menjadi priritas seorang muslim
“Satu hari seorang pemimpin bertindak adil terhadap rakyatnya adalah lebih utama daripada orang yang beribadah selama 60 tahun”.(Hadits Abu Hurairah. Lihat : Al Sakhawi : Al Maqashid al Hasanah, hlm. 334).
Jihad (perjuangan) paling utama adalah menyampaikan pesan kebenaran kepada pemerintah yang zalim”.(Al Munawi, Syarh Al Jami’ al Shaghir, I/81). Dalam riwayat Thariq bin Syihab : “…. menyampaikan pesan keadilan di hadapan penguasa yang zalim”.(Kasyf al Khafa, I/154).
Dalam sebuah hadits disebutkan :
“Barangsiapa bangun di waktu pagi dan berniat menolong orang yang teraniaya dan memenuhi keperluan orang Islam baginya pahala yang sama dengan haji mabrur. Hamba Allah yang paling dicintai adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain (manusia) dan amal yang paling utama adalah memasukkan rasa bahagia pada
hati orang yang beriman menutup rasa lapar orang lain, membebaskannya dari kesulitan hidup atau membayarkan utangnya”. (Nashaih al Ibad hlm. 4).
Ini mungkin yang diperlukan untuk membangun kebumen dimasa mendaptang ditengah kemiskinan yang masih membelit.
Hanya Alloh Yang Maha Mengetahui
( disadur dari beberapa sumber )

Tidak ada komentar :

Posting Komentar