Rabu, 12 Mei 2010

Refleksi Akhir Tahun Kecil, Porsi Masyarakat di Perencanaan

Refleksi Akhir Tahun
Kecil, Porsi Masyarakat di Perencanaan
suara merdeka Selasa, 02 Januari 2007 KEDU & DIY
KEBUMEN - Selama ini eksistensi kekuatan masyarakat sipil (civil society) di Kebumen telah diakui. Namun gerakan mereka sering tercerai berai dan sulit melahirkan konsensus sebagai kekuatan penyeimbang dari dominasi pemerintah.

Hal itu mengemuka dari Refleksi Akhir Tahun program Institute for Research and Empowerment (IRE) Kebumen di Jalan Pahlawan, Sabtu (30/12) lalu. Dialog dipandu Anang Sabtoni (IRE) itu menghadirkan Mustika Aji (Formasi), Komper Wardopo (Suara Merdeka), dan Akhmad Murtajib (Indipt).

Mustika Aji banyak menyoroti lemahnya peran masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan. Bahkan selama ini usulan dan ide yang datang dari masyarakat masih amat terbatas. Banyak alasan yang ujungnya membatasi peran masyarakat dalam proses perencanaan anggaran.

''Dalam Musrenbangcam hingga Musrenbang kabupaten, dominasi birokrasi amat kuat. Dari 200 peserta Musrenbang kabupaten, 100 orang lebih adalah birokrat,'' keluh Mustika Aji.

Warisan Sejarah

Komper Wardopo menyatakan, peran pers tetap diperlukan dalam mengontrol tata kelola pemerintahan di daerah. Sinergi LSM dan gerakan sipil dengan media tak boleh terputus dalam mengawasi birokasi pemerintah, agar mereka tidak makin jauh dari kepentingan rakyat.

Pada bagian lain, Wardopo juga menilik aspek sejarah daerah Kebumen. Dari sejarah pendiri Kebumen, mulai Dinasti Arungbinang, Tumenggung Kolopaking dan Kiai Bumidirdjo, mereka selalu mengacu pada elite dinasti Mataram. Bahkan di antara mereka juga ada yang mudah dipecahbelah oleh Belanda. Warisan kultur sejarah itu mungkin tersisa hingga saat ini.

Ada salah satu dinasti yang hanya sekali memerintah, yaitu Purbonegoro sebagai bupati Ambal. Sepenggal sejarah kepemimpinan Purbonegoro yang adil, merakyat, dan berasal dari kaum bawah, sebenarnya layak menjadi teladan.

Sementara Akhmad Murtajib mengajak menulis sebagai alternatif membangun posisi tawar. Kegiatan menulis dalam bentuk buku, buletin maupun di internet bisa sebagai media alternatif dalam melawan dominasi pemerintah.

Apalagi media umum terbatas dalam memuat tulisan, aktivitas LSM, dan gerakan sipil. Tajib mengajak para aktivis membudayakan kegiatan menulis sebagai upaya melahirkan gagasan dan inovasi masyarakat sipil.

Dia juga mengkritik kebiasaan birokrat Pemkab Kebumen yang masih memandang rendah potensi lokal. Misalnya, dalam membuat rumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) daerah dan Poldas banyak dipercayakan kepada perguruan tinggi di Yogyakarta dan Purwokerto. (B3-24)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar